Jakarta, CNN Indonesia --
Para ulama tergabung dalam Dewan Fatwa Al Washliyah berkumpul di Medan, Sumatera Utara pada 4-5 Februari 2023 lalu. Mereka melaksanakan Sidang Nasional Dewan Fatwa Al Washliyah untuk memutuskan pelbagai persoalan penting dalam perkembangan umat Islam.
Salah satu isu yang dibahas adalah fatwa terkait Perayaan Valentine 14 Februari. Akhirnya, para ulama di Dewan Fatwa Al Washliyah menyepakati seorang yang beragama Islam hukumnya haram untuk ikut-ikutan dalam merayakan hari Valentine.
"Dengan ikut merayakannya berarti juga merayakan hari kebesaran agama yang lain sebab dalam kitab suci Al-Qur'an telah dinyatakan bahwa umat Islam tidak boleh terpengaruh dengan ajaran, kegiatan dan budaya, agama Yahudi dan Nasrani dan agama lain," bunyi putusan Dewan Fatwa Al Washliyah yang dikutip dari laman resminya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dewan Fatwa Al Washliyah merupakan salah satu bagian dari organisasi Islam bernama Al Washliyah. Dewan ini yang bertugas mengeluarkan fatwa merespons dinamika dan persoalan perkembangan umat Islam.
Al Washliyah atau Al Jam'iyatul Washliyah merupakan organisasi Islam yang lahir pada 30 November 1930 di Kota Medan, Sumatera Utara. Organisasi ini didirikan oleh Muhammad Arsyad Thalib Lubis, Abdurrahman Syihab, Ismail Banda, Yusuf Ahmad Lubis, Adnan Nur Lubis, Syamsuddin, Sulaiman, dan lainnya.
Aliman Saragih dalam tulisannya di Jurnal Miqot berjudul 'Kontribusi Al Jamiyatul Washliyah Terhadap Kemerdekaan Indonesia" (2016) menjelaskan cikal bakal organisasi ini berawal dari sebuah perkumpulan pelajar bernama Debating Club yang berdiri pada 1928.
Mereka berkumpul melawan praktek politik devide et impera kolonial Belanda yang terus merasuk hingga ke sendi-sendi agama Islam. Praktek ini menimbulkan perbedaan pendapat mengenai hukum-hukum furu' syariat di kalangan pemimpin-pemimpin dan guru-guru agama Islam kala itu.
Debating Club hadir untuk menyatukan perbedaan pendapat yang terjadi di tengah-tengah masyarakat umat Islam. Para tokoh Debating Club itu lantas memperbesar jangkauannya membentuk perkumpulan sehingga berdiri Al Jam'iyatul Washliyah, yang artinya "perhimpunan yang memperhubungkan dan mempertalikan." Ketua pertama Al Washliyah dijabat oleh Ismail Banda.
Sebagai organisasi kemasyarakatan Islam, Al Washliyah menetapkan akidah Islam sebagai asasnya. Dalam hukum fikih bermazhab Imam Syafi'i dan dalam iktiqadnya mengikut Ahlusunnah Wal Jama'ah.
Dengan demikian, Al Washliyah mengikut hukum-hukum fikih yang telah ditetapkan oleh Imam Syafi'i. Ini untuk menunjukkan tempat pendiriannya dalam hukum fikih yang dapat dipertanggungjawabkan.
Al Washliyah juga telah menetapkan organisasinya berasaskan Pancasila. Penetapan asas ini dilakukan dalam muktamar XVI Al Washliyah tanggal 21-24 Februari 1986 di Jakarta.
Penetapan Pancasila sebagai asas organisasi sebetulnya jauh sebelum ide asas tunggal di zaman Orde Baru digaungkan. Namun, pada waktu sebelumnya Pancasila berdampingan dengan identitas khusus "Islam." Mereka berpandangan Pancasila tidak bertentangan dengan Islam.
Dalam perjalanannya, Al Washliyah banyak berkiprah untuk kemerdekaan Indonesia. Pengurus Besar Al Washliyah setelah Indonesia merdeka sempat mengirim surat kawat ke Presiden Pertama RI Sukarno yang menyatakan "Al Washliyah turut mempertahankan Republik Indonesia".
Masyhuril Khamis dalam bukunya 'Al Washliyah Menuju 1 Abad' (2022) mengatakan Kongres V yang digelar November 1945, Al Washliyah menggaungkan menolak kedatangan orang Belanda yang ingin berkuasa di Indonesia lagi. Bahkan, orang Islam yang mati dalam pertempuran menolak kedatangan Belanda berstatus mati syahid.
Kongres itu juga memutuskan membentuk sistem pertahanan Al Washliyah untuk membela kemerdekaan bernama Laskar Hizbullah Al Washliyah. Bahkan, menyerukan segenap anggota Al Washliyah menerima latihan perang.
Ketika fase mempertahankan kemerdekaan ini, tercatat beberapa tokoh dan pimpinan Al Washliyah yang mendekam dalam tahanan Belanda dan ada juga yang ikut bergerilya melawan penjajah.
Kiprah anggota Al Washliyah juga tak lepas dari lingkar kekuasaan dan politik. Tulisan Ismed Batubara berjudul 'Politik Al Washliyah di Masa Orde Lama' (2022) menunjukkan tokoh-tokoh Al Washliyah berperan dalam pembentukan dan terlibat dalam kepengurusan daerah Partai Masyumi di Sumatera Timur sampai tingkat pusat.
Pada Pemilu 1955, Al Washliyah melalui Partai Masyumi berhasil menempatkan para tokohnya sebagai anggota Konstituante. Di antaranya M. Arsjad Th. Lubis. Muhammad Ali Hanafian Lubis, Bahrum Djamil dan Adnan Lubis. Ketika Partai Masyumi dibubarkan tahun 1960, Al Washliyah "berpuasa" dengan urusan politik.
Bahkan tokoh Al Washliyah seperti Ismail Banda pernah menjadi Duta Besar untuk Taheran dan Afghanistan. Sementara itu, dalam jabatan di Kementerian Agama, tokoh Al Washiyah mendapat posisi baik di Kutaraja, Sumatera Utara dan Labuhan Batu.
Masyhuril Khamis juga mencatat Al Washliyah menyerukan agar anggotanya tidak terpengaruh pada politik komunis dengan ideologi Nasakom serta antek-anteknya. Penegasan ini diputuskan dalam Muktamar Al Washliyah pada tahun 1965.
Saat itu, Al Washliyah menjadi salah satu kekuatan yang sangat berperan dalam menentang PKI. Para anggotanya banyak sebagai pencetus dan pelaksana aksi yang banyak melahirkan dan mendorong aksi menentang PKI saat itu.
Di Sumatera Utara misalnya, peranan Al Washliyah khususnya angkatan mudanya antara lain Himpunan Mahasiswa Al Washliyah (HIMMAH) dan Ikatan Pelajar Al Washliyah (IPA) terlihat langsung sebagai pelaksana aksi melalui wadah Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) dan Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI).
Al Washliyah telah memilih strategi perjuangannya melalui pendidikan, sosial dan dakwah, non-politik praktis, bersifat independen. Al Washliyah menekankan pada pembinaan umat atau masyarakat.
Al Washliyah memiliki ratusan amal usaha di bidang pendidikan berupa sekolah dasar hingga tingkat perguruan tinggi.
Meski didirikan awalnya di Kota Medan, Al Washliyah kini menjadi organisasi Islam level nasional dengan susunan kepengurusan di seluruh wilayah Indonesia. Organisasi ini memiliki kantor pusat di Jakarta yang kini dipimpin oleh Masyhuril Khamis.