Pusara Kiai Moestojib di Masjid Tambora, Ulama Penentang Kompeni

CNN Indonesia
Rabu, 29 Mar 2023 11:01 WIB
KH Moestojib dan Ki Daeng diasingkan ke Jakarta dan dihukum paksa selama lima tahun lantaran menentang kolonialisme Belanda di Sumbawa, NTB.
Makam Kyai Haji (KH) Moestojib dan Ki Daeng yang berada di Komplek Masjid Jami Tambora, Jakarta Barat. (CNN Indonesia/Lina Itafiana)
Jakarta, CNN Indonesia --

Hilir mudik kendaraan dan riuh aktivitas warga di Gang Jalan Tambora IV RT 8/RW 3, Tambora, Kecamatan Tambora, Jakarta Barat pada Selasa (14/3) pagi berbanding terbalik dengan suasana di Masjid Jami Tambora yang begitu hening.

Masjid yang berdiri di tengah permukiman padat penduduk itu terasa sangat teduh. Pada halaman depan masjid, tepatnya disudut tenggara terdapat dua makam bercungkup yang sangat mencolok.

Makam itu dibangun dengan ornamen perpaduan antara gaya Eropa dan Tionghoa. Hal itu tampak dari atap bangunan dan keramik yang membalut empat tiang penyangga.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ketua Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) Masjid Tambora, Haryanto mengatakan kedua makam itu adalah makam Kiai Haji (KH) Moestojib dan Ki Daeng yang merupakan pendiri masjid tersebut. Mereka meninggal pada 1836 silam.

"KH Moestojib dan Ki Daeng merupakan pendiri Masjid Jami Tambora," kata Haryanto saat berbincang dengan CNNIndonesia.com.

Menurutnya, ornamen Tionghoa yang melekat pada bangunan makam itu tak lain karena semasa hidupnya KH Moestojib dan Ki Daeng kerap membantu orang-orang China yang bermukim di kawasan Pecinan, Glodok. Sehingga terdapat ikatan antara Masjid Jami Tambora dengan Thionghoa.

"Arsitektur China dengan Eropa itu jadi ini nih keramik-keramik terus warna merah menggambarkan bahwa ada ikatan persatuan antara islam dengan Tionghoa. Jadi dulu itu beliau sering membantu orang-orang Tionghoa yang di Glodok," ujarnya.

Makam KH Moestojib dan Ki Daeng berada di sebuah bangunan yang berbentuk persegi panjang dengan ukuran sekitar 2x1,5 meter. Kedua makam tersebut terdiri atas jirat dan nisan.

Jirat itu terbuat dari semen biasa dengan bentuk empat persegi panjang tanpa hiasan. Bagian tengah makam terdapat batuan kecil berwarna putih untuk para peziarah menaburkan bunga. Sementara nisan terbuat dari batu hitam berbentuk oval.

Haryanto menuturkan dua makam tersebut masih kerap dikunjungi para peziarah dari berbagai daerah meski tak seramai makam-makam wali lainnya.

"Kalau ziarah sih jarang enggak sering banget seperti ziarah-ziarah yang lain. Tapi ada walaupun tidak seramai makam para wali," tuturnya.

Namun, para peziarah tak sampai menganggap kedua makam pendiri Masjid Jami Tambora itu sebagai makam keramat yang memiliki wasilah bisa mengabulkan segala permintaan.

"Tapi hal-hal yang seperti berbau syirik sih tidak pernah ada di sini. Alhamdulillah," ujar Haryanto.

"Paling hanya berdoa, mendoakan supaya hajatnya terkabul melalui para wali Allah. Terus melihat sejarah ini masjid gimana sih sejarahnya. Paling seperti itu kebanyakan," sambungnya.

Haryanto bertutur KH Moestojib dan Ki Daeng diasingkan ke Batavia--sekarang Jakarta--dan dihukum paksa selama lima tahun lantaran menentang kolonialisme Belanda di Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB) pada 1176 Hijriah/1756 Masehi.

Usai bebas dari jerat hukuman, keduanya tak kembali ke Sumbawa dan memutuskan untuk berkumpul bersama para ulama di Batavia. KH Moestojib dan Ki Daeng kemudian mendirikan sebuah masjid yang kini bernama Masjid Jami Tambora.

Nama itu diambil dari nama Gunung Tambora di Bima, NTB yang sangat masyhur dengan letusan dahsyatnya pada 1815 silam.

"Kenapa masjid ini namanya Masjid Jami Tambora. Bahkan sampai kelurahan dan kecamatan namanya Tambora itu asal usul sejarahnya dari beliau. Karena beliau tinggal di Sumbawa di sana ada namanya Pegunungan Tambora," kata Haryanto.

Persembunyian KH Moestojin dan Ki Daeng dari Kejaran Belanda

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER