Menko Polhukam Mahfud MD mengatakan Komnas HAM tak memerlukan izin Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) untuk mengusut kembali Tragedi Kanjuruhan Malang.
"Bagus kalau Komnas HAM mau melakukan itu (usut lagi) karena memang wewenangnya, kami lebih mudah bekerja kalau Komnas HAM bisa memberikan rekomendasi-rekomendasi yang terukur. Kalau yang tim [TGIPF] Kanjuruhan kan saya ketuanya sudah mulai jalan, kalau Komnas HAM mau jalan lagi silakan," jelas Mahfud di Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (27/3).
"Artinya tidak perlu izin Presiden, apalagi saya, izin Menko Polhukam tidak perlu, silakan kalau dianggap perlu silakan," sambung dia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mahfud mempersilakan Komnas HAM untuk mengusut kembali tragedi yang menewaskan ratusan nyawa itu.
"Itu kan sudah, ya silakan saja Komnas HAM kalau mau mengusut, kalau pemerintah kan sudah, pemerintah sudah menemukan kesalahan bahwa terjadi sekian korban jiwa karena ada gas peluru," jelasnya.
Mahfud menjelaskan kala itu memang proses hukumnya telah jalan. Sebab, hukum itu mesti ada bukti-bukti, niat kesengajaan, dan sebagainya.
Selain itu, Mahfud mengklaim penanganan dari segi hukum, yakni pengadilan juga sudah dijalankan semaksimal mungkin.
Menurut dia, Standar Operasional Prosedur (SOP)-nya waktu itu belum ada. Hal itu, kata dia, masih terus digarap.
Dia mengatakan penanganan Kanjuruhan harusnya tak hanya bicara soal peristiwanya. Namun, juga dari segi perbaikan stadion, koordinasi dengan FIFA, hingga reformasi PSSI.
Sebelumnya diberitakan sejumlah media massa, Komisioner Komnas HAM Anis Hidayah dalam diskusi 'Mengadili Angin Kanjuruhan' mengungkap peluang lembaganya mengusut ulang tragedi yang menewaskan 135 orang itu.
Komisioner Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM Uli Parulian Sihombing mengungkapkan pihaknya menemukan pelanggaran terhadap hak-hak atas independensi dan imparsialitas dalam persidangan Tragedi Kanjuruhan Malang yang digelar di PN Surabaya, Jawa Timur.
"Dari pantauan kami dalam kasus persidangan Kanjuruhan, itu sebenarnya ada pelanggaran terhadap hak-hak atas independensi dan imparsialitas," ucap Uli ketika menyampaikan paparan dalam webinar bertajuk 'Kesalahan Prosedur dalam Proses Penyidikan dan Mekanisme Komplainnya', Jumat (24/3) seperti dikutip dari Antara.
Salah satu bentuk pelanggaran itu adalah dugaan intimidasi terhadap jaksa penuntut umum (JPU).
"Di situ ada fakta bahwa ada tekanan pada waktu persidangan, intimidasi terhadap jaksa, ya, terutama jaksa," kata Uli memberikan penekanan soal 'Jaksa'
Uli tak membeberkan pihak yang memberikan intimidasi. Namun dia mengatakan dari temuan tersebut, Komnas HAM sudah memberikan rekomendasi agar jaksa mendapatkan perlindungan. Tindakan ini merupakan upaya Komnas HAM untuk menjamin persidangan dapat berlangsung sebagaimana mestinya.
Dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Surabaya, Kamis (16/3), majelis hakim menjatuhkan vonis kepada mantan Danki 3 Brimob Polda Jatim Hasdarmawan 1,5 tahun. Vonis ini lebih rendah dari tuntutan jaksa yang menuntut hukuman pidana tiga tahun penjara.
Sementara itu, dua polisi terdakwa lainnya, yaitu mantan Kepala Satuan Samapta AKP Bambang Sidik Achmadi dan mantan Kepala Bagian Ops Polres Malang Kompol Wahyu Setyo Pranoto divonis bebas.
Dalam sidang sebelumnya, terdakwa Abdul Haris yang merupakan Ketua Panpel Arema FC divonis 1,5 tahun penjara, lebih rendah dari tuntutan JPU selama 6 tahun dan 8 bulan penjara. Sedangkan, terdakwa Suko Sutrisno divonis 1 tahun penjara yang juga lebih rendah dari tuntutan JPU selama 6 tahun dan 8 bulan penjara.
(pop/kid)