Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyatakan ingin Surat Tanda Registrasi (STR) tenaga kesehatan dan tenaga medis berlaku seumur hidup melalui Omnibus Law RUU Kesehatan.
Saat ini STR tenaga kesehatan dan tenaga medis hanya berlaku lima tahun dan harus diperpanjang.
Dirjen Tenaga Kesehatan Arianti Anaya menyebut STR tetap dikeluarkan oleh Konsil. Namun, nantinya akan digabung Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) dan Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia (KTKI).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pemerintah perlu melakukan perbaikan penyederhanaan proses registrasi dan izin praktik di mana STR akan berlaku seumur hidup. Jadi STR sama seperti ijazah," kata Arianti dalam agenda sosialisasi RUU Kesehatan di Jakarta Selatan, Kamis (29/3).
Selain STR, kata Arianti, pihaknya juga bakal menyederhanakan Satuan Kredit Profesi (SKP) dan Surat Izin Praktik (SIP). Menurutnya, penyederhanaan birokrasi ini berangkat dari laporan para nakes dan tenaga medis yang mengeluhkan kesulitan.
Arianti menyebut bakal menyederhanakan dan menentukan standarisasi pembobotan SKP. Saat ini, berdasarkan BP2KB IDI para dokter memerlukan 250 SKP dalam 5 tahun.
Dengan demikian, para dokter harus mendapat 50 SKP dalam satu tahun. SKP bisa didapatkan dari sejumlah kegiatan.
Dalam ranah profesional dapat didapat melalui praktik melayani pasien. Kemudian pada ranah pembelajaran dengan mengikuti seminar atau workshop.
Terakhir melalui ranah pengabdian dengan bergabung pada bakti sosial bisa berupa penyuluhan atau kegiatan yang berhubungan dengan masyarakat.
"Jadi nanti pengumpulan SKP akan dilakukan terstandar. Kita akan duduk bersama, berapa sih sebenarnya standarisasi pembobotan SKP, dan bagaimana kita bisa membantu nakes untuk kemudahan akses mendapatkan pelatihan dan seminar," ujarnya.
Sementara terkait SIP nakes dan tenaga medis, Arianti mengatakan masa berlaku tetap lima tahun dan dikeluarkan oleh pemerintah.
Namun, ia belum merinci apakah persyaratan penerbitan SIP tetap sama seperti yang saat ini, salah satunya perlu mencantumkan rekomendasi organisasi profesi.
"Jadi nanti diharapkan isu terkait jumlah distribusi serta terkait kualitas, bisa kita selesaikan," ujar Arianti.
(khr/fra)