Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menunda sidang gugatan praperadilan terkait kasus dugaan gratifikasi penyediaan helikopter kepada Ketua KPK, Firli Bahuri hingga 15 Mei.
Gugatan dilayangkan oleh Lembaga Pengawasan, Pengawalan, dan Penegakan Hukum Indonesia (LP3HI). Pihak Bareskrim Polri selaku termohon tak hadir pada sidang perdana ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ya karena tidak hadir termohon, termohon supaya hadir pada Senin 15 Mei," kata hakim tunggal Afrizal Hadi di PN Jakarta Selatan, Senin (8/5).
Wakil ketua LP3HI Kurniawan Adi Nugroho mengatakan pihaknya mempersoalkan dugaan gratifikasi penyediaan fasilitas helikopter saat Firli Bahuri bertolak ke Palembang.
"Terkait perkara ini, Firli kena sidang etik terkait gaya [hidup mewah], bukan dugaan gratifikasi seperti yang dilaporkan," katanya.
Kurniawan menyebu gugatan praperadilan ini mengacu pada laporan Indonesian Corruption Watch (ICW) kepada Bareskrim Polri terkait dugaan gratifikasi penyediaan fasilitas helikopter ke Firli.
"Nah untuk kasus yang laporan diajukan ICW terkait dengan gratifikasi helikopter selama pak Firli berada di Palembang pada waktu itu sampai dengan hari ini, publik tidak mendapatkan kepastian apakah itu dilanjutkan atau dihentikan," ujarnya.
Kasus ini bermula ketika Ketua KPK, Firli Bahuri menggunakan jasa helikopter dalam lawatannya ke Sumatera Selatan dengan rute Palembang-Baturaja, Baturaja-Palembang, serta Palembang-Jakarta.
Dewan Pengawas KPK telah memutuskan Firli melanggar kode etik atas penggunaan helikopter pada September 2020. Firli dijatuhi hukuman ringan berupa teguran tertulis II yang berlaku selama enam bulan.
ICW lantas melaporkan dugaan gratifikasi helikopter yang dipakai Firli tersebut pada Juni 2021. Namun, Kabareskrim Polri Komisaris Jenderal Agus Andrianto mementahkan laporan tersebut.
"Sudah ditangani Dewas KPK, nanti kami limpahkan saja ke sana," kata Agus pada Juni 2021.
Dalam laporannya, ICW mencurigai biaya terbang yang dibayarkan Firli kepada penyedia layanan helikopter bukan Rp28 juta selama 4 jam.
Peneliti ICW Wana Alamsyah menyebut sewa helikopter tersebut berada di angka Rp172 juta yang harus dibayarkan oleh Firli.
ICW menduga bahwa Firli mendapat diskon besar-besaran dari vendor yang menyewakan helikopter lantaran terkait dengan suatu kepentingan tertentu.
"Bahwa harga sewa per jamnya, yaitu US$2.750 atau sekitar Rp39,1 juta. Jika kami total, itu ada sebesar Rp172,3 juta yang harusnya dibayar Firli," kata Wana, (3/6/21).
(pan/fra)