Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman menyebut sejumlah putusan lembaganya mendapat sorotan atau viral dari masyarakat di sepanjang 2022.
Tercatat katanya, ada 13 putusan dari 124 putusan yang disebut viral.
"Dari 124 putusan pada 2022 terdapat beberapa putusan yang mendapatkan atensi publik," kata Anwar Usman dalam penyampaian laporan tahunan 2022 di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (24/5).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ketiga belas putusan MK itu antara lain:
1. Putusan tentang Presidential Threshold yang dinyatakan konstitusional oleh MK.
2. Diferensiasi verifikasi faktual Parpol peserta Pemilu 2024.
3. Tindak lanjut putusan DKPP dapat di PTUN.
4. Mantan napi psikotropika dapat maju dalam pilkada.
5. Penentuan dapil dan alokasi kursi merupakan wewenang KPU.
6. Kewenangan memutus hasil sengketa merupakan kewenangan MK.
7. Ganja untuk medis diperlukan riset dan kajian.
8. Periode jabatan ketua dan wakil ketua mk sampai pada masa jabatannya berakhir.
9. Konstitusionalitas batas usia pensiun prajurit TNI.
10. Pemotongan masa jabatan kepala daerah karna pelaksanaan pemilu serentak
11. Uji formil UU IKN.
12. Aturan pencatatan perkawinan oleh pengadilan bagi pernikahan beda agama.
13. Putusan tentang pertanggungjawaban penyelenggara jalan yang multi tafsir di dalam UU LLAJ.
Kendati mendapat sorotan publik, MK mengungkapkan bahwa tidak semua perkara tersebut dikabulkan permohonannya.
"Dari 124 putusan pada 2022, sejumlah putusan mendapat perhatian masyarakat, atau yang secara masif diistilahkan dengan viral,betapapun tidak selalu merupakan putusan dengan amar dikabulkan," tulis MK dalam laporannya.
Anwar mengatakan dari 124 putusan terkait judicial review atau pengujian undang-undang, hanya 15 putusan yang dikabulkan MK.
"Jika dikelompokkan amar putusan, maka perkara PUU pada 2022 dapat dirinci sebagai berikut, 15 putusan dikabulkan, 48 putusan ditolak, 42 putusan tidak dapat diterima, 18 putusan ditarik kembali, dan 1 putusan dinyatakan gugur," kata Anwar.
Anwar juga mengungkapkan dalam memutus 124 perkara tersebut, MK membutuhkan waktu 2.6 bulan. Hal itu lebih cepat dibanding tahun lalu yang menghabiskan waktu 2.97 bulan per perkara.
"Untuk memutus 124 perkara PUU pada 2022, MK membutuhkan waktu 2.6 bulan per perkara ,sedangkan pada tahun lalu 2.97 bulan per perkara," imbuhnya.
Sepanjang 2022 total 146 perkara diterima oleh MK, yang terdiri dari 143 perkara pengujian undang-undang (PUU) dan 3 perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Kepala Daerah (PHP Kada).
Ia juga mengungkapkan dari 143 PUU itu, sebanyak 121 PUU diregistrasi pada 2022, dan 22 perkara yang diregistrasi pada tahun sebelumnya.
"Selanjutnya pada 2022, MK menangani 146 perkara yang terdiri dari 143 perkara pengujian undang-undang (PUU) dan 3 perkara PHP KADA," kata Anwar.
(pan/agt)