Jakarta, CNN Indonesia --
Perburuan nama calon wakil presiden atau cawapres saat ini intens dalam penjajakan partai politik seiring bursa capres yang sudah mengerucut ke tiga nama yakni Prabowo Subianto, Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo di Pilpres 2024.
Lembaga survei di sisi lain rutin merilis daftar tokoh potensial menjadi cawapres. Dinamika dewasa ini menyatakan kandidat cawapres dominan dari Jawa Timur.
Berburu cawapres Jatim
Partai NasDem yang sudah mengusung Anies Baswedan sebagai calon presiden (Capres) secara khusus mengakui tengah mencari kandidat cawapres berasal dari Jatim-Jateng.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ketua DPP Partai NasDem Effendi Choirie alias Gus Choi dalam satu diskusi sempat mengungkapkan Anies masih lemah di kawasan Jateng dan Jatim. Karenanya, ia mengatakan figur cawapres Anies nanti akan merepresentasikan kawasan tersebut.
"Kita cari figur yang merepresentasikan rakyat Jateng dan Jatim, baik secara sosio kultural dan sosio politik dan lainnya," kata Gus Choi dalam diskusi daring pada 17 Mei lalu.
Tokoh-tokoh yang memiliki latar belakang dari Jawa Timur belakangan ini kerap disebut-sebut masuk bursa kandidat cawapres. Berdasarkan data yang dihimpun, setidaknya terdapat tujuh tokoh memiliki latar belakang dari Jatim.
Mereka adalah Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar atau Cak Imin, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, Menko Polhukam Mahfud MD, putri Presiden ke-4 RI Abdurahman Wahid (Gus Dur) Yenny Wahid.
Kemudian terdapat nama Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy, Ketum Partai Golkar Airlangga Hartarto dan Ketum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
Cak Imin merupakan pria kelahiran Jombang, Jawa Timur pada 24 September 1966 lalu. Ia lahir di lingkungan pesantren di Jombang dan merupakan cucu pendiri Nahdatul Ulama, KH Bisri Syansuri. Cak Imin kini masih menjabat sebagai Ketum PKB dan Wakil Ketua DPR RI.
Nama Cak Imin belakangan santer disebut sebagai bakal cawapres di Pilpres 2024. Bahkan, ia rela tak maju sebagai caleg di Pemilu 2024 untuk pertama kalinya lantaran berupaya untuk maju sebagai capres atau cawapres di Pilpres.
Sementara Khofifah merupakan perempuan kelahiran Surabaya 19 Mei 1965. Khofifah kini masih menjabat sebagai Gubernur Jawa Timur. Nama Khofifah belakangan disebut oleh Ketua DPP NasDem Effendy Choirie masuk bursa bakal cawapres yang diusung Koalisi Perubahan untuk Persatuan Anies Baswedan.
 CNN Indonesia/ Agder Maulana |
Lalu nama Mahfud MD tak asing bagi warga Jawa Timur. Nama pria kelahiran Sampang, Madura ini belakangan sempat 'dirayu' oleh petinggi PKS agar menjadi cawapres Anies. Nama Mahfud juga masuk dalam salah satu dari empat nama cawapres hasil Musyawarah Rakyat (Musra) Relawan Jokowi.
Kemudian Yenny Wahid merupakan perempuan kelahiran Jombang, Jawa Timur. Yenny kini diusulkan oleh Partai Solidaritas Indonesia (PSI) sebagai bakal cawapres. Kemudian nama Muhadjir Effendy belakangan ini ramai didorong sebagai cawapres Ganjar. Namun, Pria kelahiran Madiun, Jawa Timur itu mengaku belum terpikir menjadi Cawapres.
Selain itu, Airlangga Hartarto belakangan ini santer diusulkan Golkar menjadi cawapres Prabowo Subianto. Pria kelahiran Surabaya ini kini masih menjabat sebagai Menko Perekonomian.
Nama terakhir yakni Agus Harimurti Yudhoyono. Meski terlahir di Bandung, AHY memiliki kampung halaman di Pacitan Jawa Timur. Ini tak lepas dari sang ayah sekaligus Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang berasal dari Pacitan. Nama AHY diusulkan sebagai salah satu dari lima kandidat cawapres Anies Baswedan.
Peneliti politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Wasisto Raharjo Jati berpandangan kawasan Jatim menjadi pertaruhan bagi para capres yang bertarung.
Jatim, lanjutnya, merupakan kawasan besar karena memiliki pemilih yang signifikan. Karenanya, kawasan ini menjadi urgensi digarap serius para kontestan yang bertarung.
"Jatim menjadi salah satu daerah kunci di Indonesia dalam perebutan suara mendatang. Secara populasi pemilih," kata Wasis kepada CNNIndonesia.com beberapa waktu lalu.
Berlanjut ke halaman berikutnya...
Pada Pemilu 2019 lalu, jumlah pemilih di Jatim 2019 berjumlah 30,9 juta. Khusus Pemilu 2024 ini, KPU Provinsi Jawa Timur telah menetapkan rekapitulasi Daftar Pemilih Sementara (DPS) untuk Pemilih 2024 sebanyak 31.570.088 warga.
Dari total jumlah ini, pemilih laki-laki sebanyak 15.594.407 dan pemilih perempuan sebanyak 15.975.681. Jumlah Tempat Pemungutan Suara (TPS) sebanyak 120.548.
Melihat kondisi itu, Wasis mahfum bila para capres yang bertarung potensial memilih cawapres dari Jatim. Para capres itu, lanjutnya, berharap supaya cawapresnya dapat berkontribusi besar menggarap suara besar dari Jatim untuk mendapatkan kemenangan.
Wasis juga mengatakan nama-nama tokoh dari Jatim yang selama ini masuk bursa cawapres mewakili dua kutub politik Indonesia kontemporer, yakni dari kalangan nasionalis dan religius.
Ia mencontohkan Khofifah, Cak Imin, Mahfud, Yenny, Muhadjir berlatar belakang santri yang notabene religius. Sedangkan Airlangga dan AHY berlatar nasionalis.
"Sepertinya demikian diharap bisa jadi vote getter di kawasan ini," kata dia.
 Foto: CNNIndonesia/Asfahan Yahsyi Insert-Provinsi-dengan-Pemilih-Terbanyak-2019 |
Corak pemilih NU
Pengamat politik sekaligus Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Budaya (FISIB) Universitas Trunojoyo Madura (UTM) Surokim Abdussalam mengatakan banyak tokoh Jatim yang masuk bursa cawapres menandakan kawasan Jatim sangat seksi.
Menurut Surokim, Jatim jelas sangat diperhitungkan sebagai sentrum politik Indonesia setelah Jakarta.
"Magnitude politik di Jatim itu terbesar kedua atmosfer politiknya setelah DKI. Karena, dari sisi pemilih terbesar kedua setelah Jabar. Jatim itu selalu jadi magnet karena banyak tokoh-tokoh yang beredar di tingkat nasional," kata Surokim kepada CNNIndonesia.com.
Surokim menjelaskan Jatim memiliki kekhasan dengan banyaknya pemilih berkarakter tradisionalis-ideologis Nahdlatul Ulama (NU).
Warga Nahdliyin, sebutan bagi warga NU di Jatim, kata dia, mencapai lebih dari 70 persen dari total populasi penduduk di Jatim. Karakter pemilih Nahdliyin ini, kata dia, dicirikan patuh terhadap perintah atau ucapan (Samikna Wa Atokna) dari para kiai dan ulama-ulama pesantren.
Karenanya, ia mengatakan sebagian besar tokoh yang masuk kandidat cawapres banyak memiliki latar belakang NU.
"Kalau bicara nahdliyin itu sentrumnya ada di Jatim, kiai khos juga banyak di Jatim. Satelit utama pesantrennya ada di Jatim. Memang pesantrennya tersebar di seluruh Indonesia tapi mereka [para pimpinan pesantrennya] mondoknya pernah di Jatim," kata dia.
Melihat kondisi itu, ia menganggap wajar bila para capres berbondong-bondong mencari kandidat cawapres yang memiliki latar belakang dari Jatim. Harapannya, cawapres ini nantinya bisa membantu mendulang banyak suara pemilih dari kawasan Jatim agar mendapatkan kemenangan.
"Jadi wajar kemudian banyak tokoh yang ingin menggaet ceruk suara sedemikian banyak itu," kata dia.
 CNN Indonesia/ Agder Maulana |
Tokoh Jabar kurang diminati
Pengamat politik dari Universitas Padjajaran Bandung Kunto Adi Wibowo mafhum bila tokoh-tokoh dari Jatim banyak yang masuk bursa cawapres ketimbang tokoh dari Jawa Barat. Padahal, jumlah pemilih di Jawa Barat termasuk terbesar di Indonesia.
Belakangan ini praktis hanya nama Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil dan mantan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan yang namanya masuk dalam bursa cawapres.
Kunto menyoroti hal ini bisa dijelaskan dari kultur dan perilaku politik warga Jabar. Dari sisi kultur, Kunto mengatakan selama ini sosok capres atau cawapres identik dengan suku tertentu yakni suku Jawa. Sementara Jawa Barat, kata dia, selama ini identik dengan suku Sunda.
"Jatim dan Jateng itu kan disebutnya orang Jawa, itu mewakili suku lebih besar. Di Jabar itu suku Sunda. Ini jadi penjelasan mengapa orang Jatim lebih banyak," kata Kunto.
Kunto juga mengatakan banyaknya elite-elite berasal dari Jawa Timur kini banyak yang bermain di tingkat pusat. Sementara tokoh dari Jabar minim menjadi elite di tingkat pusat.
"Kecuali Bu Khofifah, selainnya itu kan mainnya di tingkat elite pusat. Nah di Jabar dikit yang berada di tingkat elit pusat. Orang Sunda sangat jarang di tingkatan elite pusat," kata dia.
Sementara dari sisi perilaku pemilih, Kunto menilai warga Jabar cenderung heterogen dan cenderung kosmopolitan lantaran banyaknya kota-kota besar. Sehingga, ia menganggap perilaku pemilih Jabar tak bisa mutlak mendukung kandidat tertentu untuk satu suara.
"Sehingga agak susah Jabar itu satu suara. Pemenang pemilu Parlemen aja ganti-ganti sejak 1999 di Jabar, enggak ada yang tetap pemenangnya. Karena dinamis tadi," kata dia.