Gelombang Kritik Anak Muda Lewat Tiktok Bikin Kaget Kepala Daerah

CNN Indonesia
Jumat, 09 Jun 2023 08:15 WIB
Siswi SMP kritik Pemkot Jambi berujung dilaporkan polisi. CNN Indonesia/M Sobar
Jakarta, CNN Indonesia --

Publik disajikan pembungkaman suara publik oleh sejumlah kepala daerah dalam beberapa bulan terakhir. Para kepala daerah tersebut menghadapi kritik sejumlah pengguna media sosial TikTok dengan intimidasi hingga laporan ke polisi.

Kasus pertama yang menyita perhatian publik adalah kasus "Lampung Dajjal". Pemuda bernama Bima mengkritik Pemprov Lampung yang tak memberi perhatian pada pembangunan jalan. Lewat video tanggal 7 April 2023, Bima berkata jalanan rusak di Lampung menjadi alasan daerah itu tak kunjung maju. Ia menyebut Lampung sebagai provinsi dajjal.

Alih-alih ada pembenahan, Bima justru menjadi terlapor di Polda Lampung. Seorang bernama Gindha Ansori Wayka melaporkan Bima dengan UU ITE. Tak hanya itu, Gubernur Lampung Arinal Djunaidi disebut mengintimidasi keluarga Bima. Tindakan itu dilakukan saat ayah Bima dipanggil ke rumah dinas wakil bupati.

"Saat berada di rumah dinas Wakil Bupati, Pak Wabup menghubungi Gubernur Lampung. Mereka berbicara melalui HP tersebut," kata Juru bicara keluarga TikToker Bima Yudho Saputro Bambang Sukoco dalam wawancara CNNIndonesiaTV, Selasa (18/4).

Kasus itu pun menjadi perhatian nasional. Sejumlah pejabat, mulai dari menteri hingga anggota parlemen menyentil tindakan antikritik Arinal. Menko Polhukam Mahfud MD meminta tak ada intimidasi terhadap Bima dan keluarga. Kepolisian Lampung juga menyetop kasus tersebut karena tak memenuhi unsur tindak pidana.

Kasus serupa juga terjadi di Jambi. Seorang pelajar SMP berinisial SFA memprotes pembangunan pabrik di Kota Jambi yang merusak rumah neneknya. Dia menyebut pembangunan pabrik sudah berjalan sepuluh tahun. Selama itu pula, kendaraan berat lalu lalang di sekitar rumah neneknya. Bangunan tersebut pun lama kelamaan rusak.

Dia berkata neneknya adalah seorang veteran. Namun, Walikota Jambi Syarif Fasha tak menghargainya. Bukannya memperbaiki tata kelola pembangunan, Pemkot Jambi justru menyeret siswi SMP itu ke polisi. Mereka melaporkan SFA dengan UU ITE.

SFA membuat video permintaan maaf melalui akun TikTok-nya. Pemkot pun mencabut laporannya. Kejadian itu disorot publik nasional. Advokat Hotman Paris menyatakan siap pasang badan membela SFA di jalur hukum.

Raja kecil daerah kaget dengan media sosial

Dosen komunikasi politik Universitas Padjadjaran Kunto Adi Wibowo melihat para pejabat di daerah kaget menghadapi pergeseran gaya komunikasi politik anak muda.

Dahulu, anak muda di luar Jawa belum punya akses untuk menyampaikan aspirasi secara terbuka. Jika pun ada kesempatan bersuara, pemuda zaman dahulu lebih menyuarakan isu-isu nasional.

"Kalau dulu kan harus lewat surat pembaca, media bisa sensor dulu. Sekarang bisa langsung, tetapi pejabat-pejabatnya kaget dengan kondisi anak muda dan media sosial yang ada sekarang," kata Kunto saat dihubungi CNNIndonesia.com, Kamis (8/6).

Menurutnya, pemerataan teknologi informasi menjadi salah satu pendorong fenomena ini. Akses akan ruang bersuara bisa dinikmati hingga ke pelosok. Pada saat yang sama, para pejabat masih menganut gaya-gaya lama. Kunto menyebut pejabat daerah masih berpikir masih bisa mengontrol semua informasi dan kritik sebagai raja kecil.

"Betul kalau dibilang raja-raja kecil. Selama ini perdebatan demokrasi, perdebatan politik itu di nasional. Di daerah hanya ketika Pilkada lima tahun sekali. Akuntabilitasnya rendah," ucapnya.

Fenomena represi pejabat daerah terhadap generasi TikTok ini dinilai berbahaya. Kunto berkata hal ini akan menggerus minat pemuda untuk peduli terhadap pembangunan daerah dan negaranya.

"Saat anak muda peduli, malah direpresi, dilaporkan ke polisi, pembungkaman. Itu jadi kontraproduktif. Akhirnya anak-anak muda bisa kembali apatis," ungkap Kunto.

(dhf/dal)


KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK