Hilangnya Hutan Adat Warga Malin Deman Bengkulu di Tumpukan Sawit

CNN Indonesia
Rabu, 14 Jun 2023 07:06 WIB
Masyarakat Adat Pekal di Kecamatan Malin Deman, Mukomuko, Bengkulu tak punya lagi hutan adat imbas ekspansi perusahaan kelapa sawit.
Ekspansi perusahaan sawit membuat warga Adat Pekal Bengkulu kehilangan hutan adat. (CNN Indonesia/Yulia Adiningsih)

40 petani Malin Deman ditangkap

Pada Mei 2022, para petani hendak memanen sawit. Beberapa ada yang mereka tanam sendiri di lahan kelola milik mereka. Ada pula yang memanen dari sawit yang ditelantarkan oleh PT DDP. Saat hendak memanen, kata Zarkawi, ratusan aparat dengan seragam lengkap sudah mengepung di sekitar area itu.

"Senjata juga ada. Pokoknya lengkap lah," ucap dia.

Zarkawi masih ingat betul orang orang berseragam saat itu menuduh para petani maling. Serapah dan kata-kata kasar juga dilontarkannya kepada para petani. Dia menyebut ada juga petani yang dipukul dan diseret. Zarkawi dan puluhan petani lainnya disuruh menanggalkan pakaiannya dan berbaris jongkok hingga akhirnya dibawa ke kantor Polsek.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kami diikat dulu itu. Lalu disuruh baris, nah baru dinaikkan di mobil. Jadi kami tidak bisa berbuat apa-apa, merasa takut, jadi kami diam saja. Sesampainya di Polres kami diperiksa saja beberapa kali," beber Zarkawi.

Sampai di kantor polisi, para petani dimintai keterangan kurang lebih selama dua jam. Saat dimintai keterangan, Zarkawi ditanya alasan mengapa warga memanen sawit di lahan HGU milik PT BBS yang saat itu kelola oleh PT DDP.

Zarkawi pun secara sepontan mengatakan, "Kami sudah lama menempatinya dan kami merasa punya hak."

Mereka pun dijebloskan ke dalam sel. Zarkawi bercerita, saat itu hampir semua sel berisi warga Malin Deman yang dituduh mencuri sawit. Selama dalam sel mereka mendapat makan. Namun, pikiran Zarkawi gusar karena teringat istri dan anak-anaknya di rumah.

Zarkawi dan puluhan warga Malin Deman baru dibebaskan setelah mendekam di sel selama 11 hari.

"Dipanggil keluar, terus suruh tanda tangan satu-satu. Kami juga disuruh sholat, terus pulang," ujarnya.

Kabid Humas Polda Bengkulu Kombes Pol Sudarno membantah pihaknya telah melakukan penyerangan kepada 40 petani. Dia mengatakan penangkapan sudah sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP) saat 40 orang petani itu melakukan pencurian.

"Kita mengamankan 40 orang sesuai SOP dan tidak ada tindakan di luar SOP dengan melakukan tindakan seperti memukul," kata Sudarno saat dihubungi CNNIndonesia.com, Mei 2022, beberapa hari setelah penangkapan.

"Mana ada aparat menyerang masyarakat," kata dia.

Membayangkan hutan adat

Sesaat setelah dibebaskan, Zarkawi buru-buru pulang ke rumah menemui istri dan anak-anaknya yang khawatir berhari-hari. Istrinya menangis lega saat melihatnya. Zarkawi tak ingin kejadian itu terulang. Tapi, di sisi lain, tekad dia untuk kembali mendapatkan tanah yang sejak nenek moyang dikelolanya terus ada.

"Trauma iya, makanya sudah tidak ke lahan. Tapi, pokoknya apapun yang terjadi harus kembali jadi milikku. Memperjuangkan itu sampai habis sampai argumen habis, duit habis, sampai nyawa juga sekalian mungkin," kata Zarkawi.

Tanah yang dikuasai oleh PT DPP dan PT BBS bukan miliknya saja. Ada pula milik kedua anaknya, paman dan menantunya. Dia tak ingin nasib lahan keluarganya sama seperti nasib hutan adat yang hilang jejaknya.

Meski masih berusia 22 tahun, Rifal juga mempunyai semangat yang sama dengan Zarkawi. Kehilangan hutan adat yang sama sekali belum pernah dilihatnya saja sudah membuatnya sedih. Apalagi, kata Rifal, jika harus membayangkan lahan warga dan ayahnya ikut hilang.

"Sekarang sawit semua, kalau masih ada hutan adat mungkin tak perlu beli sayur dan buah. Tinggal ambil," kata Rifal.

Salah satu yang mereka lakukan adalah berkirim surat kepada Bupati Mukomuko. Rifal, Zarkawi, Lobian dan 187 petani lain yang tergabung dalam PPPBS mengirim surat itu pada 6 Juni 2020.

Mereka menginginkan 603,78 dari 1.889 ha yang saat ini dikuasai perusahaan dikembalikan mejadi kelola rakyat lewat skema Redistribusi Tanah Objek Reforma Agraria (TORA).

Surat itu juga dteruskan ke Kementerian ATR/BPN, Gubernur Bengkulu, Gugus Tugas Reforma Agraria Provinsi Bengkulu, Kantor Wilayah BPN Provinsi Bengkulu dan Kantor Pertanahan BPN Kabupaten Mukomuko.

Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah mengeluarkan surat balasan bernomor 100/078/B/2021 kepada mereka pada 21 Januari 2021. Pada poin pertama, Rohidin mengamini lahan HGU miliik PT BBS terlantar.

Rohidin juga menjabarkan ada pelanggaran administrasi yang dilakukan oleh PT BBS dan pengalihan hak kelola kepada PT DDP. Pihaknya juga menemukan ada alih komoditi yang tidak sesuai aturan. Izin yang perusahaan ajukan adalah menanam kakao, tapi di perjalanan malah menanam sawit.

"Terjadi perubahan jenis komoditi," kata Rohidin dalam suratnya.

Terakhir, Pemprov Bengkulu mengatakan mendukung agar HGU yang terlantar dapat diserahkan kepada masyarakat penggarap melalui mekanisme pendaftaran sebagai TORA.

"Selanjutnya tanah dimaksud diredistribusikan kepada masyarakat penggarap sebagaimana amanat Peraturan Pemerintah Nomor 11/2010 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar," jelasnya.

Surat itu disambut baik oleh para petani dan warga Malin Deman lainnya. Meski tak semua lahan, setidaknya masih ada yang bisa kembali menjadi lahan garapan lainnya.

"Kita masih menunggu itu [TORA] sampai sekarang. Mudah-mudahan saja," kata Lobian.

(dal/yla/dal)


[Gambas:Video CNN]

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER