Jakarta, CNN Indonesia --
Panggung politik Indonesia akrab dengan tokoh berlatar belakang militer. Umumnya pensiunan perwira tinggi atau jenderal yang tak bisa lanjut berkarier di militer.
Akan tetapi, fenomena tentara terjun ke politik tidak selalu menunggu usia tua. Ada yang memutuskan pensiun muda lalu melanjutkan kariernya di politik.
Beberapa di antaranya adalah Agust Jovan Latuconsina mantan komandan batalyon buaya putih, Sugiono eks serdadu Kopassus, dan Ossy Dermawan prajurit kavaleri. Ketiganya tak menunggu sampai batas usia pensiun untuk mundur dari TNI lalu berjuang di politik.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mantan Komandan Buaya Putih
Agust Jovan Latuconsina memutuskan pensiun pada tahun 2018 lalu dengan pangkat terakhir letnan kolonel TNI AD. Dia adalah lulusan SMA Taruna Nusantara dan lanjut menjadi anggota TNI angkatan 2000.
Kariernya cemerlang selama berseragam tentara. Sempat menjadi Komandan Infanteri Raider 323 yang berjuluk Buaya Putih sebelum pensiun dini.
Ada beberapa alasan dirinya memutuskan pensiun dini. Pertama, menurutnya, lebih leluasa bergerak untuk kepentingan orang banyak. Dia merasa bisa mendapatkan kesempatan itu di politik.
"Saya dapat berperan lebih aktif dalam mewujudkan perubahan yang saya inginkan dan memperjuangkan isu-isu yang saya pedulikan, tanpa terikat hierarki yang ketat," kata Jovan kepada CNNIndonesia.com.
 Reputasi Agust Jovan (CNNIndonesia/Asfahan Yahsyi) |
Hal lain yang menjadi pertimbangannya adalah ingin menyalurkan aspirasi prajurit. Dia ingin memperjuangkan itu karena setelah reformasi 1998, tidak ada lagi fraksi tentara di parlemen.
"Karena ingin tetap menjaga keberlangsungan nilai-nilai politik negara yang tidak bisa lagi dilakukan oleh Perwira TNI sejak adanya reformasi. Nilai-nilai politik negara seperti apa yang dimaksud? Sebagai contoh, tetap menjaga Pancasila sebagai ideologi bangsa," ucapnya.
Baca Juga Selusur Politik Lainnya |
Jovan merupakan kawan dekat Agus Harimurti Yudhoyono sejak di SMA Taruna Nusantara. Saat menjadi serdadu, dia mengaku sempat beberapa kali bertugas bareng AHY.
Jovan lalu masuk Partai Demokrat usai pensiun. Dia bersama AHY menggerakkan Komando Tugas Bersama (Kogasma) Partai Demokrat.
Saat AHY menjadi Ketua Umum di 2020, Jovan dipercaya menjabat sebagai wakil sekjen.
Dia mengamini kedekatannya dengan AHY menjadi faktor terjun ke politik dan bergabung ke Partai Demokrat.
Akan tetapi, bukan berarti dijanjikan jabatan strategis. Saat Jovan masuk Partai Demokrat, AHY pun belum menjadi ketua umum. Dia memilih Partai Demokrat karena sepakat dengan visi dan prinsip nasionalis religius.
"Keputusan saya untuk terjun ke politik didasarkan pada prinsip dan tujuan yang lebih luas, bukan hal-hal yang berbau pragmatisme. Saya sudah menyadari bahwa di saat saya bergabung, saya tidak mendapatkan jabatan apapun, sebagai orang baru di Partai Demokrat," kata Jovan.
"Partai Demokrat adalah pilihan pertama dan terakhir saya berdasarkan alasan-alasan yang telah saya sebutkan," tambahnya.
Hari ini, Jovan menjalani tugas sebagai wakil sekjen Partai Demokrat. Dia akan menjadi caleg DPR RI dapil Jawa Barat III di Pemilu 2024.
Jovan mengaku kerasan di politik. Dia nyaman dengan peran yang dijalankan selama ini ketika bisa mempengaruhi kebijakan publik bersama partainya. Ke depan, ia ingin memiliki peran lebih strategis.
"Saya percaya bahwa melalui jalur politik, saya dapat memberikan kontribusi yang signifikan dalam menciptakan masyarakat yang lebih baik," kata Jovan.
 Reputasi Sugiono (CNN Indonesia/Asfahan Yahsyi) |
Anak Ideologis Prabowo Subianto
Sugiono sama seperti Jovan yang menjadi anggota TNI angkatan 2000. Bahkan keduanya sempat satu kamar di asrama saat masih di SMA Taruna Nusantara.
Kala itu, Sugiono pun bersaing dengan Agus Harimurti Yudhoyono memperebutkan kursi ketua OSIS. "Sama sama kita ikut kontestasi lah ya."
Sugiono mendapat beasiswa dari Prabowo Subianto ke kampus militer Norwich University, Amerika Serikat jurusan computer science usai lulus SMA. Setelah itu lanjut ke akademi TNI AD di Magelang dan masuk Kopassus.
Sugiono orang dekat Prabowo. Dia dipercaya sebagai sekretaris pribadi saat masih berseragam tentara. Tahun 2004, usai pensiun dengan pangkat letnan, Sugiono tetap menjadi sekretaris pribadi mantan Pangkostrad tersebut.
Alasannya keluar dari TNI karena melihat banyak kejanggalan di Indonesia. Negara yang kaya sumber daya alam namun rakyatnya tidak sejahtera. Dia mendapat pandangan itu berkat kedekatannya dengan Prabowo.
Alasan lain pensiun dini adalah kariernya sudah tertinggal dibanding rekan seangkatannya yang lain.
"Jika mengikuti jalur itu pasti akan ketinggalan di belakang. Harus mengejar mereka. Daripada itu, saya putuskan mengabdi kepada bangsa ini menjadi sipil," kata Sugiono.
Dia lalu menjadi kader Gerindra saat partai dibentuk pada 2008. Seiring berjalannya waktu, karier Sugiono cepat menanjak di politik. Salah satu kader muda di antara pejabat teras partai.
Di Pilpres 2019, Sugiono dipercaya menjadi direktur kampanye pasangan Prabowo-Sandiaga Uno. Kemudian kini menjabat Wakil Ketua Harian, Wakil Ketua Umum, Sekretaris Dewan Pembina Partai Gerindra serta anggota Komisi I DPR RI.
"Anak ideologis Prabowo Subianto," mengutip situs fraksigerindra.id.
Ke depannya, Sugiono ingin lebih berperan dalam kemajuan negara lewat politik. Dia akan kembali menjadi caleg DPR dapil Jawa Tengah I di Pemilu 2024.
Dia mengaku siap dengan tugas yang diberikan oleh Prabowo dan Gerindra entah itu di legislatif maupun eksekutif. Sugiono percaya kepentingan partainya senantiasa bertujuan untuk kesejahteraan orang banyak.
"Bukan berarti menjadi politikus lebih baik ketimbang tentara. Pembangunan bangsa ini butuh kontribusi dari semua komponen, ya militer ya sipil dan seterusnya," kata Sugiono.
 Reputasi Ossy Dermawan (CNN Indonesia/Astari Kusumawardhani) |
Perwira Kavaleri Kepercayaan SBY
Ossy Dermawan, prajurit kavaleri TNI AD angkatan 2001. Seperti Sugiono, dia menempuh pendidikan di Norwich University sebelum masuk akademi militer Magelang.
Ossy memutuskan pensiun dini dari militer dengan pangkat terakhir mayor pada 2018 lalu. Partai Demokrat menjadi pilihan kariernya berpolitik.
Dia mengatakan ada faktor Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ketika memutuskan untuk terjun ke politik. Ossy, yang saat ini juga menjadi staf pribadi SBY, menyebut mantan presiden itu sebagai sosok penting dalam hidupnya.
"He is man of idea and man of action (dia adalah sosok yang memiliki ide dan juga aksi). Faktor SBY yang berpolitik secara santun dan penuh etika serta hasil kerjanya yang nyata bagi Indonesia juga semakin meneguhkan niat saya untuk berkarier politik," ucap Ossy kepada CNNIndonesia.com
Alasan utama Ossy memutuskan berpolitik karena ingin memberikan pengabdian yang lebih luas kepada negara. Dia merasa politik jalan yang tepat meski harus merelakan 18 tahun kariernya di militer.
Ossy pun tidak sulit beradaptasi dengan politik. Dia sempat dipercaya menjadi kepala badan komunikasi strategis, kini sebagai wakil sekjen Partai Demokrat.
Dia mengaku tidak sulit beradaptasi karena berbekal pengalaman dari kariernya sebagai tentara. Jiwa nasionalisme, berpikir cepat dan terstruktur, serta solidaritas. Tiga itu ia jadikan modal penting hingga kerasan di politik.
"Tujuan akhir atau endstate berpolitik kami adalah tetap berpegang teguh pada tegaknya NKRI. Tidak bisa ditawar jiwa nasionalisme ini," kata dia.
Ossy bakal menjadi Caleg DPR RI di pemilu 2024 daerah pemilihan Jawa Timur VII. Kembali mencoba usai gagal di pemilu 2019 lalu.
Menurut dia, sebenarnya dunia politik sama dengan ketentaraan yang sarat dengan tantangan. Perang di politik pun memiliki kesamaan dengan pertempuran militer. Oleh karena itu, dia merasa ada kesamaan pula dalam menentukan langkah di politik dan militer.
"Ada yang mengatakan bahwa perbedaan mendasar antara perang di militer dan di politik adalah dalam perang militer musuhnya jelas, sedangkan dalam perang politik musuhnya tidak jelas. Padahal sebenarnya dalam dunia militer juga ada masa-masa di mana musuh yang kita hadapi kita juga tidak jelas," kata dia.