Keluarga terpidana mati kasus narkoba asal Filipina Mary Jane Veloso mendatangi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) hari ini, Kamis (22/6).
Keluarga yang datang adalah kedua anak Mary Jane yakni Mark Daniel Candeliaria (20) dan Mark darren candeliaria (14). Lalu ibu dan ayahnya Mary Jane, Celia Veloso (63), Cesar Veloso (67).
Keluarga melakukan audiensi dengan Komnas HAM terkait nasib pidana mati Mary Jane. Mereka juga ingin Komnas HAM mendorong Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk memberikan grasi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami di sini berharap memohon atas dukungan semuanya agar ibu saya bisa bebas secepatnya," kata Mark Daniel usai audiensi dengan Komnas HAM di kawasan Jakarta Pusat.
"Kami di sini mengucapkan terima kasih atas upaya melanjutkan ajuan grasi kepada Presiden," lanjutnya.
Daniel cerita sebelum ke Komnas HAM, pada tanggal 12-13 Juni keluarga sempat mengunjungi Mary Jane di Lapas Perempuan Kelas IIB Yogyakarta.
Daniel mengaku bahagia bisa bertemu dengan ibunya. Begitu pula dengan Mary Jane. Dia menyebut ibunya sempat memainkan beberapa alat musik untuk mereka.
"Ibu saya sangat bahagia ketika kami mengunjunginya. Hari terakhir kunjungan kita beribadah bersama. Dan saya melihat memainkan piano dan gitar sangat baik," ujarnya.
Namun, pada kunjungan terakhir dia kembali sedih karena harus meninggalkan ibunya. Apalagi, kata dia, Mary Jane saat itu sedang tak dalam kondisi sehat.
"Pada kunjungan hari terakhir kami sangat sedih karena kami tau ibu saya sedang sakit," ucap dia.
"Ibu saya bilang dia akan sembuh segera dan percaya pada tuhan memberikan kesembuhan," imbuhnya.
Komisioner Komnas HAM Anis Hidayah mengaku telah berkoordinasi dengan Komnas HAM di Filipina terkait kasus Mary Jane. Komnas HAM juga menanyakan progres proses hukum terkait Mary Jane di Filipina.
Menurutnya, Komnas HAM segera berkoordinasi langsung dengan Kedutaan Besar Filipina di Indonesia.
Anis mengaku Komnas HAM turut mendorong agar Jokowi memberikan grasi lewat rekomendasi lembaga.
"Kami sedang menjadwalkan pertemuan dengan Kedutaan Filipina, di Indonesia, termasuk nanti kuasa hukum akan mengajukan grasi kepada Presiden terkiat kasus Mary Jane," ucap Anis.
Mary Jane asal Bulacan, Filipina, ditangkap kepolisian di Bandar Udara Adisutjipto, Yogyakarta, pada 25 April 2010 lantaran kedapatan menyelundupkan 2,6 kilogram heroin.
Pengadilan Negeri Sleman menjatuhkan hukuman mati kepada Mary Jane karena dinilai melanggar Pasal 114 ayat (2) UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Mary Jane mengaku hanya diperalat untuk membawa barang haram tersebut. Ia pun masuk dalam daftar terpidana mati yang dieksekusi pada April 2015 di Nusakambangan.
Namun, nasib Mary Jane masih menggantung lantaran eksekusi mati tersebut ditunda. Sejak Maret 2021, ia menghuni Lapas Perempuan Kelas IIB Yogyakarta di Rejosari, Baleharjo, Wonosari, Gunung Kidul, Yogyakarta.
(yla/isn)