Sudaryanto, seorang eksil mengisahkan cerita hidupnya di hadapan Presiden Joko Widodo (Jokowi) karena tak bisa pulang lagi ke Indonesia dari tugas belajar di Rusia usai meletusnya peristiwa Gerakan 30 September (G30S) Tahun 1965-1966 silam.
Sudaryanto bercerita awalnya ia dikirim oleh Departemen Koperasi dan Transmigrasi untuk belajar sebagai mahasiswa di Institut Koperasi Moskow -sekarang bernama Universitas Koperasi Rusia- pada tahun 1964.
"Itu atas beasiswa pemerintah Uni Soviet," cerita Sudaryanto di 'Kick Off Pelaksanaan Rekomendasi Penyelesaian Nonyudisial Pelanggaran HAM Berat di Indonesia yang digelar di Pidie, Aceh, yang disiarkan di kanal YouTube Kemenko Polhukam, Selasa (27/6).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ketika menjalani perkuliahan di Rusia, kemudian meletus peristiwa gerakan 30 September (G30S). Setelah itu, Sudaryanto bercerita pemerintah Indonesia kala itu menerapkan 'screening' terhadap mahasiswa-mahasiswa yang sedang menempuh studi di luar negeri.
Namun, Sudaryanto tak berhasil melalui tahapan screening tersebut. Ia mengatakan proses screening itu ada poin harus mengutuk Presiden pertama RI Sukarno sebagai dalang di balik G30S.
"Di sana ada poin bahwa harus mengutuk Bung Karno. Ini yang langsung tidak saya terima dan akhirnya dalam seminggu sesudahnya saya (menerima) surat pemberitahuan bahwa paspor saya sudah dicabut dan saya kehilangan kewarganegaraan," kata dia.
Setelah status kewarganegaraannya dicabut, Sudaryanto tetap menetap di Rusia sampai saat ini. Bahkan, ia mendapatkan jaminan dari pemerintah Rusia untuk tetap melanjutkan studinya hingga diberikan pekerjaan.
Sudaryanto sempat berprofesi sebagai dosen hingga dekan di Universitas Koperasi Rusia. Kini, Sudaryanto sudah pensiun dari profesinya tersebut. Ia menetap di Rusia hingga memiliki tiga orang cucu.
"Jadi hubungan dengan Indonesia sesudah tahun 2000 kembali normal kemudian pemerintah Indonesia memberikan kesempatan untuk bisa mengunjungi Indonesia di mana diperlukan," kata dia.
Mendengar kisahnya itu, Jokowi lantas bertanya kepada Sudaryanto apakah ingin kembali menjadi WNI lagi atau tidak. Mendengar itu, Sudaryanto mengaku sudah merencanakannya bersama keluarganya.
"Belum tentu, tapi kalau diyakinkan saya kira bisa," kata Sudaryanto.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD sebelumnya merinci sampai saat ini ada 136 warga Indonesia menjadi eksil di luar negeri karena menjadi korban pelanggaran HAM berat masa lalu. Namun, data itu akan terus berkembang.