Korban Revenge Porn Pandeglang Ungkap Kejanggalan Proses Pengadilan
Kasus pemerkosaan dan penyebaran video porno atau revenge porn seorang mahasiswi di Pandeglang, Banten, viral di media sosial (medsos). Pihak keluarga korban menyebutkan terjadinya kejanggalan dalam penanganan kasus yang sudah masuk masa sidang di Kejari Pandeglang itu.
Pihak korban menduga ada kejanggalan saat kasus ini memasuki persidangan. Pihak korban mengaku tidak mendapatkan kabar soal agenda sidang perdana pembacaan dakwaan oleh jaksa.
Kuasa hukum korban dari LBH Rakyat Banten, Muhammad Syarifain, menyayangkan kurangnya komunikasi dan tidak informatifnya pengadilan dan kejaksaan terhadap pihak korban.
"Tidak ada informasi perkembangan perkara bahwa persidangan sudah dimulai sejak tanggal 16 Mei 2023. Menurut kami ini sangat janggal," kata Syarifain mengutip detikcom, Selasa (27/6).
Kasus ini bermula saat pelaku Alwi Husen Maolana - AHM (22) ditangkap setelah menyebarkan video asusila terhadap korban IK. Video tersebut disebat ke SM yang merupakan teman korban. Tindakan itu dilakukan sebagai ancaman karena pelaku ingin menjadi pacar korban.
Pelaku juga diduga mencekoki korban sebelum melakukan perbuatan asusila sehingga korban dalam kondisi tidak sadar.
Dia mengatakan pihak korban baru mendapatkan informasi mengenai persidangan pada sidang kedua. Dia menduga pihak jaksa tak berkenan pihak korban didampingi pengacara.
"Kita tidak tahu dakwaannya apa. Sebab kita tidak diberitahu ada persidangan. Kami meminta dakwaan kepada jaksa penuntut, malah menghindar. Belakangan kami baru tahu ternyata mereka tidak mengharapkan keberadaan pengacara untuk mendampingi korban sebagaimana pernyataan saudara korban di Twitter," kata Rizki Arifianto, kuasa hukum dari LBH Rakyat Banten.
Selain itu, pengacara korban melihat ada kejanggalan karena alat bukti utama berupa video asusila tak ditunjukkan jaksa ke hakim dalam sidang.
Para kuasa hukum korban berharap proses persidangan ini dapat menemukan kebenaran materiil. Mereka berharap Pengadilan Negeri (PN) Pandeglang berorientasi pada pemulihan hak korban dan mengedepankan perlindungan korban kekerasan seksual.
"Ini malah sebaliknya. Proses persidangan ini gelap dan tidak transparan. Menurut kami hakim harusnya lebih aktif menilai bukti-bukti, in criminalibus probationes bedent esse luce clariores, dalam perkara pidana bukti itu harus lebih terang dari cahaya," kata Rizki.
"Saat pemeriksaan saksi korban, video yang menjadi alat bukti utama tidak bisa ditayangkan dengan alasan laptop tidak support. Bayangkan, bagaimana majelis hakim bisa menilai bukti-bukti persidangan?" tambahnya.
Pengacara korban juga mengaku melihat ada keanehan dalam proses hukum sebenarnya sudah dirasakan sejak awal. Dia mengungkit saat kuasa hukum meminta agar nama korban tidak ditampilkan dalam situs SIPP, yang terjadi justru sebaliknya.
"Sidang kedua, rencananya tanggal 30 Mei 2023, namun diundur menjadi 6 Juni 2023. Setelah melihat nama korban muncul dalam aplikasi, Kami juga bersurat kepada pengadilan agar nama korban tidak dimunculkan. Namun, yang terjadi nama terdakwa yang hilang, nama korban masih muncul. Kok seolah-olah yang dilindungi privasinya adalah terdakwa, bukan korban yang jelas-jelas dirugikan jika data pribadinya tersebar," tambahnya.
Kejari Pandeglang buka suara
Kejari Pandeglang membantah adanya larangan keluarga korban IK membawa pengacara. Helena Octavianne, Kepala Kejari Pandeglang mengklaim mereka hanya memberi masukan bahwa korban sudah didampingi oleh jaksa yang akan menuntut terdakwa AHM di kasus UU ITE.
"Kami juga diberi tahu kalau korban ada pengacara, maka saya bilang kok pake pengacara? Kan korban? Kami sudah mewakili korban loh dan biasanya yang pake pengacara itu terdakwa. Ya sudah saya bilang gimana baiknya aja," ucap Helena kepada wartawan.
Terkait adanya layangan masuk ke ruang sidang, Helena mengklaim telah diputuskan oleh majelis hakim bahwa persidangan dilakukan secara tertutup lantaran mengandung tindakan asusila.
"Salah persidangan, karena ini kasusnya masalah pencabulan maka persidangan itu tertutup. Dan yang mengatur itu hakim dan jaksa, dari pengadilan. Kita tidak pernah sama sekali mengusir atau bahkan tidak boleh masuk. Karena yang punya penetapan itu adalah hakim di pengadilan," terangnya.
Usai persidangan Senin (19/6) lalu, Helena mengklaim korban dan keluarga ingin bertemu dengan Kejari Pandeglang untuk melaporkan pemerkosaan yang dilakukan AHM kepada IK. Namun, pihak kejaksaan menyarankan korban membuat laporan baru ke polisi.
"Kami juga sempat bilang, ya sudah nanti laporkan aja ke polisi dengan data yang ada. Kami juga sempat bilang, lalu visumnya ini nanti bagaimana ya? Karena perkara ini sudah tiga tahun yang lalu. Itu yang kami katakan," jelasnya.
Helena juga membantah thread akun twitter @zanatul_91 menyatakan bahwa Kejari Pandeglang mengajak bertemu korban revenge porn, IK di sebuah kafe yang menyediakan live musik. Ia mengklaim kala itu pejabat Kejari Pandeglang tengah berkumpul di kafe tersebut.
Helena mengatakan, korban IK melalui aplikasi WhatsApp menghubungi dirinya untuk mengkonfirmasi ajakan Jaksa Deddy bertemu.
Helena bingung, karena Jaksa Dessy yang ada satu meja dengannya, tidak pernah memberitahu apapun itu. Kemudian IK mengirim nomor yang menghubunginya, saat diperiksa melalui aplikasi, nomer tersebut milik oleh orang lain.
Ia juga menrespons akun @zanatul_91 yang memprotes unggahan Kejari Pandeglang yang menampilkan foto IK di medsos karena dianggap merusak privasi adiknya.
"Kami juga mengetahui kode etik dalam mengeluarkan statemen maupun foto di medsos, pada saat itu pun kami menuliskan pelayanan hukum dan foto korban pun pakai masker. Apakah itu melanggar? Saat diminta takedown itu kami takedown, kami menghargai kalau memang keluarganya tidak nyaman ya enggak masalah," tuturnya.
Kronologi versi Jaksa
Nia Yuniawati, Jaksa Kejari Pandeglang mengatakan polisi menerapkan Pasal 45 ayat 1 juncto Pasal 27 ayat 1 dan Pasal 45B juncto Pasal 29 UU ITE, dengan ancaman maksimal 6 tahun kurungan penjara terhadap pelaku AHM.
Pelaku AHM dan IK berpacaran sejak SMP dan berlanjut hingga ke bangku kuliah. Hingga pada 2021, korban diklaim disuruh menenggak miras, saat mabuk, keduanya melakukan hubungan layaknya suami istri. Saat itulah, pelaku AHM merekam dan menjadikan senjata agar IK tidak memutuskannya.
"Pada 2021 saksi IK melakukan persetubuhan dengan terdakwa di rumah terdakwa di Komplek Bumi Cipacung Indah (Pandeglang) dan video tersebut disimpan dalam bentuk video di hp milik terdakwa," ujar Nia di Pengadilan Negeri (PN) Pandeglang.
Perekaman dilakukan terdakwa AHM agar kekasihnya, IK, tidak meminta putus darinya. Hingga akhirnya mereka ribut besar dan korban memutuskan tali asmara yang telah di jalan bertahun lamanya.
Kemudian pada 27 Desember 2022, pelaku AHM yang kesal diputuskan oleh IK, menyebar video porno ke teman dekat IK melalui akun Instagram. Kebenaran rekaman video itu dikonfirmasi ke IK.
"Bertempat di kediaman terdakwa di Kabupaten Pandeglang, terdakwa mendistribusikan atau mengirimkan video persetubuhan yang memiliki muatan melanggar kesusilaan antara terdakwa dengan saksi IK melalui apliaksi DM IG, dari akun IG terdakwa kepada saksi SM yang merupakan teman dekat saksi IK," terangnya.
Tak berhenti di situ, pada Rabu, 14 Desember 2022, terdakwa AHM menghubungi mantan kekasihnya dengan nada ancaman, sembari mengirim bukti dia telah menyebar rekaman porno ke teman dekat IK.
"Terdakwa juga mengirimkan pesan WhatsApp kepada saksi IK dengan kata ancaman, sambil mengirimkan bukti bahwa terdakwa telah mengirimkan video tersebut kepada saksi SM," jelasnya.
Baca berita lengkapnya di sini.