Kasus Basarnas, Imparsial Sebut Peradilan Militer Banyak Masalah
Direktur Imparsial Gufron Mabruri pesimistis peradilan militer akan memberikan keadilan dalam menangani kasus suap di Basarnas yang melibatkan dua prajurit TNI.
Ia mengatakan selama ini peradilan militer cenderung dimanfaatkan sebagai sarana impunitas bagi anggota TNI saat melakukan tindak pidana.
"Saya kira peradilan militer bukan sebuah opsi yang akan memberikan ruang keadilan, karena di situ ada banyak permasalahan, apalagi praktik-praktik sebelumnya, peradilan militer memberi ruang untuk terjadinya impunitas terkait dengan tindak pidana yang dilakukan anggota militer," kata Gufron saat dihubungi, Selasa (1/8).
Ia menyinggung penanganan kasus korupsi pengadaan Helikopter AW-101, di mana Puspom TNI menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) pada lima tersangka dari unsur militer yang diduga terlibat.
"Sipil divonis, tetapi yang militer karena diproses sendiri, mereka di-SP3. Saya kira ini salah satu contoh konkret bagaimana peradilan militer tidak memberi ruang keadilan," kata dia.
Lebih lanjut, Gufron menilai seharusnya penyelesaian kasus korupsi di Basarnas yang melibatkan prajurit TNI itu tetap dilakukan oleh KPK dan kasusnya dibawa ke peradilan umum.
"Secara prinsip, karena tindak pidana yang dilakukan oleh perwira TNI di Basarnas berkaitan tindak pidana khusus, seharusnya itu diserahkan ke KPK untuk menangani. Tapi kan tahu sendiri realitasnya. Tapi tidak menutup ruang kasus itu dibawa ke peradilan umum dengan asas koneksitas," ujar dia
Sementara itu, Komandan Puspom TNI Marsekal Muda Agung Handoko meminta publik tidak khawatir penanganan kasus itu sama dengan kasus Helikopter AW.
"Ah, enggak (penyidikan dihentikan), bisa diikuti, bisa diikuti nanti," kata Agung di Mabes TNI, Senin (31/7) malam.
Ia juga menjelaskan alasan kasus itu tetap diproses Polisi Militer meski Kabasarnas Marsdya Henri Alfiandi akan pensium dalam waktu dekat.
Hal itu, kata Agung, lantaran peristiwa dugaan pidana korupsi terjadi saat Henri masih menjabat sebagai prajurit aktif.
"Kita melaksanakan proses pemeriksaan ini menganut asas tempus delicti, jadi waktu kejadian atau pada saat yang dilakukan oleh HA ini saat beliau masih aktif sebagai prajurit TNI. Jadi proses hukumnya masuk dalam kompetensi pengadilan militer," kata Agung.
Sebelumnya, Puspom TNI menetapkan dua anggota TNI sebagai tersangka dalam kasus suap proyek pengadaan peralatan pendeteksi korban reruntuhan di Basarnas.
Dua anggota TNI yang terseret kasus itu adalah Kabasarnas RI periode 2021-2023 Marsdya Henri Alfiandi dan Koordinator Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas, Letkol Adm Afri Budi Cahyanto.
(yoa/pmg)