Sejumlah aktivis harus berurusan dengan polisi hingga terjerat hukum buntut melayangkan kritik terhadap pemerintah. Terbaru, akademisi Rocky Gerung dilaporkan ke polisi terkait pernyataan 'bajingan tolol' yang ditujukan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi)
Rocky Gerung kini dikepung oleh sejumlah laporan kepolisian lantaran pernyataannya dinilai sebagai bentuk penghinaan terhadap Jokowi.
Ditreskrimsus Polda Metro Jaya diketahui menerima total tiga laporan terhadap Rocky Gerung. Laporan pertama dilayangkan Relawan Indonesia Bersatu dan teregister dengan nomor LP/B/4459/VII/2023/SPKT POLDA METRO JAYA tanggal 31 Juli 2023.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kemudian laporan kedua dibuat oleh politikus PDIP Ferdinand Hutahaean dan terdaftar dengan LP/B/4465/VIII/2023/SPKT/Polda Metro Jaya tanggal 1 Agustus 2023.
Laporan terakhir dilayangkan oleh DPN Repdem PDI Perjuangan yang terdaftar dengan nomor LP/B/4505/VIII/SPKT POLDA METRO JAYA tanggal 2 Agustus 2023.
Selain itu, Bareskrim Polri juga menerima satu laporan polisi yang dilayangkan Badan Bantuan Hukum dan Advokasi Rakyat (BBHAR) DPP PDI Perjuangan. Laporan terdaftar dengan nomor LP/B/217/VIII/2023/SPKT/ Bareskrim Polri tertanggal 2 Agustus 2023.
Gelombang massa yang mengatas namakan sebagai relawan Jokowi pun sempat melakukan aksi demonstrasi di Polres Metro Bekasi dan Polda Metro Jaya. Mereka menuntut kepolisian untuk segera menangkap Rocky Gerung.
Berikut daftar aktivis yang berurusan dengan polisi hingga diproses hukum buntut kritik pemerintah:
Aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti dilaporkan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan terkait pencemaran nama baik pada September 2021.
Aduan tersebut mengarah pada pernyataan yang dibuat Fatia dalam sebuah video yang diunggah melalui kanal YouTube Haris pada 20 Agustus 2022. Laporan itu menuliskan keduanya menuding Luhut memiliki konflik kepentingan ekonomi dalam polemik bisnis tambang di Papua.
Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya kemudian menetapkan Haris dan Fatia sebagai tersangka kasus pencemaran nama baik. Kini kasus tersebut tengah bergulir di Pengadilan Negeri Jakarta Timur.
Ketua Forum Masyarakat Penyelamat Pariwisata Manggarai Barat (FORMAPP) Rafael Todowera ditangkap polisi saat melakukan aksi mogok massal menolak kenaikan harga tiket wisata di Pulau Komodo dan Pulau Pendar Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur (NTT) pada 1 Agustus 2022.
Rafael ditangkap bersama dua orang lainnya. Mereka adalah Louis dan Afandi Wijaya.
Kapolres Manggarai Barat, AKBP Felli Hermanto mengatakan penangkapan itu dilakukan lantaran mereka menggelar aksi di objek vital yakni Bandara Komodo, sehingga menggaggu aktivitas.
Rafael ditetapkan sebagai tersangka dan dijerat dengan pasal 14 Undang-udang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan hukum pidana dengan ancaman hukuman 10 tahun penjara.
Selain itu, ia juga dijerat Pasal 336 ayat (1) dan ayat (2) KUHP tentang kejahatan yang menimbulkan bahaya umum bagi keamanan orang atau barang dengan ancaman hukuman lima tahun penjara.
Peneliti kebijakan publik dan pegiat advokasi legislasi Ravio Patra ditangkap aparat kepolisian pada 22 April 2020. Penangkapan itu disinyalir terkait pengiriman pesan berantai dari nomor Whatsapp milik Ravio.
Sebelumnya, Ravio sendiri sempat mengabarkan koleganya--termasuk lewat akun Twitter--bahwa whatsapp pada ponselnya dicurigai telah diretas sehingga tak bisa ia akses.
Salah satu anggota Koalisi Tolak Kriminalisasi dan Rekayasa Kasus, Direktur Eksekutif SAFEnet Damar Juniarto mengatakan Ravio sebelum ditangkap kerap melontarkan kritik kepada pemerintah. Oleh sebab itu, muncul dugaan telah terjadi upaya kriminalisasi terhadap Ravio.
Ravio pun mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan atas penangkapannya oleh Polda Metro Jaya. Namun, majelis hakim PN Jakarta Selatan menolak praperadilan tersebut.
Aktivis Kesatuan Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Jumhur Hidayat ditangkap usai gelombang aksi menolak Omnibus Law pada Oktober 2020.
Ia ditetapkan tersangka dalam kasus dugaan penyebaran berita bohong dan penghasutan unjuk rasa penolakan UU Cipta Kerja Omnibus Law yang berakhir ricuh.
Majelis Hakim PN Jaksel menjatuhkan vonis pidana 10 bulan penjara terhadap Jumhur. Hakim menilai Jumhur terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana karena menyiarkan kabar tidak lengkap mengenai UU Cipta Kerja.
Sementara itu dengan kasus yang sama, aktivis KAMI lainnya adalah Syahganda Nainggolan yang bebas dari Rumah Tahanan Bareskrim Polri pada Jumat 13 Agustus 2021 usai jalani 10 bulan hukuman penjara.
Total delapan orang aktivis KAMI ditangkap pada 12-13 Oktober 2020. Mereka dituduh melakukan penghasutan sehingga menyebabkan unjuk rasa berakhir ricuh.
Aktivis Papua Surya Anta ditetapkan sebagai tersangka bersama lima orang lainnya dengan tuduhan makar pada Agustus 2019. Lima tersangka itu adalah Charles Kossay, Ambrosius Mulait, Isay Wenda, Anes Tabuni, dan Arina Elopere.
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menjatuhkan vonis pidana sembilan bulan penjara Surya Anta. Menurut majelis hakim, ia tebukti melanggar Pasal 106 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau mengenai makar.
Surya Anta bersama lima orang lainnya dianggap telah melakukan perbuatan makar setelah melakukan aksi demonstrasi di depan Istana Negara dan Mabes TNI AD pada 2019 lalu.
Aksi makar yang dituduhkan terhadap keenamnya dilatarbelakangi oleh aksi pengibaran Bendera Bintang Kejora yang memang menjadi simbol kemerdekaan Papua.