Jakarta, CNN Indonesia --
Milenial dan Generasi Z Indonesia berada di posisi penting di Pemilu 2024 mendatang. Jumlahnya mendominasi di kalangan yang memiliki hak untuk mencoblos.
Secara umum, partisipasi mereka sangat berpengaruh terhadap demokrasi di Indonesia. Secara khusus, jumlah anak muda yang begitu besar mempengaruhi para calon presiden dalam menjual diri.
Merujuk Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang dirilis Komisi Pemilihan Umum (KPU), ada 113 juta pemilih atau 56,45 persen dari kelompok milenial dan Gen Z. Jika dirinci, milenial sebanyak 66,8 juta sementara Gen Z sebesar 46,8 juta.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Generasi muda sekarang juga tentu berbeda dibanding 10-20 tahun lalu dalam menyaring pilihan calon presiden serta isu yang mereka anggap patut diseriusi.
Berdasarkan hasil survei, kaum milenial dan gen Z saat ini sangat peduli dengan isu korupsi, lingkungan dan kesejahteraan. Pengalaman memimpin kandidat presiden jadi indikator penting bagi mereka, sementara kemampuan retorika calon pemimpin berada di nomor sekian.
 Jumlah Pemilih Muda Pemilu 2024. Foto: Basith Subastian/CNNIndonesia |
Karakter calon presiden
Centre for Strategic and International Studies (CSIS) melakukan survei pada Agustus 2022 lalu. Melibatkan 1.200 responden berusia 15-39 tahun di 34 provinsi.
Ada beberapa variabel yang menjadi fokus survei. Di antaranya karakter capres, kompetensi capres, isu strategis dan sumber informasi.
Hasil survei CSIS itu menyatakan karakter calon pemimpin di 2024 di mata anak muda mengalami perubahan dibanding 2019 lalu. Hanya dalam lima tahun, sudah tampak perbedaan yang signifikan mengenai hal ini.
 Foto: CNN Indonesia/ Agder Maulana |
Pada 2022, anak muda cenderung menyukai calon presiden dengan karakter jujur dan antikorupsi. Presentasenya mencapai 34,8 persen. Padahal di 2019 lalu, karakter ini hanya 11,1 persen.
"Pemimpin yang jujur/tidak korupsi diminati dan dibutuhkan pemilih muda dalam pemilu 2024 nanti," mengutip hasil riset CSIS 2022.
Fenomena itu sejalan dengan penurunan tingkat kepercayaan publik terhadap KPK.
Anak-anak muda sangat percaya bahwa demokrasi adalah sistem terbaik. Atas dasar itu, mereka peduli dengan pemberantasan korupsi demi keoptimalan demokrasi di tanah air.
Dibanding lima tahun yang lalu, saat Joko Widodo memenangkan kontestasi, anak-anak muda memang cenderung menyukai calon presiden dengan karakter merakyat dan sederhana. Presentasenya mencapai 39,2 persen. Lebih tinggi dari karakter jujur antikorupsi di 2022.
"Pergeseran tersebut diasumsikan terjadi karena meningkatnya ketertarikan anak muda terhadap isu-isu korupsi dan kebutuhan untuk mengedepankan agenda-agenda pencegahan dan pemberantasan korupsi ke depan," mengutip hasil riset CSIS.
 Foto: CNN Indonesia/ Agder Maulana |
Kompetensi calon presiden
Masuk ke variabel kompetensi calon presiden di 2024, hasil survei CSIS menyatakan ada tiga yang menjadi perhatian generasi muda.
Di antaranya mampu membuat perubahan (28,7 persen), bisa memimpin saat krisis (21 persen) dan inovatif dalam menerbitkan kebijakan (14,8 persen).
Generasi muda mengikuti perkembangan di dalam dan luar negeri. Mereka tahu bahwa krisis bisa saja terjadi di masa depan, sehingga menganggap presiden berikutnya harus punya tiga kompetensi tadi.
"Faktor inovasi dan kepemimpinan di saat krisis dipandang perlu dalam kepemimpinan ke depan. Apalagi tantangan di tingkat domestik dan global ke depan diperkirakan akan menantang dan membutuhkan pemimpin yang cepat mengambil keputusan," mengutip hasil riset CSIS.
Kompetensi retorika atau komunikasi publik menjadi tidak penting. Hanya 0,3 persen dalam survei yang dilakukan CSIS. Kemampuan membuat kebijakan populis pun tidak diminati generasi muda dalam mencari calon presiden.
Isu strategis anak muda
Kesejahteraan masyarakat menjadi isu strategis yang paling diminati dan diikuti oleh generasi muda. Jumlahnya mencapai 44,4 persen.
Diikuti dengan isu lapangan pekerjaan yang mencapai 21,3 persen. Wajar. Pasalnya, generasi muda tentu sangat membutuhkan pekerjaan di usia produktif mereka.
"Pemimpin ke depan tetap perlu memberi perhatian yang besar pada isu ekonomi, apalagi pada tahun ini dunia akan menghadapi situasi resesi global," mengutip riset CSIS 2022.
Tingkat ketertarikan generasi muda untuk mencoblos di pemilu pun cenderung tinggi. Mereka ingin menggunakan hak suaranya.
Akan tetapi, tak sedikit juga yang masih minim informasi mengenai pelaksanaan Pemilu 2024. Bahkan, menurut survei Indopol, generasi muda sebenarnya tidak terlalu antusias inisiatif mencari informasi politik terbaru.
Jika menerima link berita, hanya 10,63 persen yang membaca hingga tuntas. Kemudian ada 13,78 persen yang sekadar membaca judul dan cuma 3,94 persen yang mencari sumber pembanding.
Survei Indopol ini dilakukan dengan melibatkan 1.230 responden berusia 17 tahun ke atas di 34 provinsi. Hasil survei dirilis pada Desember 2021 lalu.
 Foto: CNN Indonesia/ Agder Maulana |
Pelajar asal Jakarta Timur Darma Andika (16) tak berbeda jauh. Cenderung sangat jarang inisiatif mencari berita politik setiap hari.
Informasi tentang politik hanya ia peroleh secara tidak sengaja dari media sosial. Pengetahuan tentang pemilu 2024 yang digelar serentak belum ia ketahui.
Meski demikian, sudah ada calon presiden yang ditentukan untuk dipilih di 2024 nanti.
"Pertama sih karena tahu. Kedua karena janji-janjinya dia sudah ditepati ke warga-warga masyarakat miskin," ucapnya.
Vania Dwi Thalita Arizon (20) mahasiswa asal Riau yang kuliah di Yogyakarta pun sama. Inisiatifnya minim untuk mencari tahu kebaruan informasi tentang politik.
"Sebagian besar pendorong saya untuk membaca politik adalah untuk kepentingan organisasi, dan sebagian lainnya karena kebetulan muncul di beranda sosial media saya dan sedang viral," ucap Vania.
Dia mengaku sering mengakses informasi politik dari Quora. Soal jumlah peserta pemilu, tanggal pencoblosan dan surat suara, Vania sudah mengetahui.
Kandidat calon presiden pun sudah ia kenali. Akan tetapi belum ada pilihan yang ditentukan karena setiap kandidat belum memiliki calon wakil presiden.
"Untuk saat ini saya masih ragu untuk memilih, karena cawapres belum pasti," kata Vania.
Sinta (29), dokter gigi domisili Kota Bekasi dari kalangan milenial lebih paham dari tiga narasumber sebelumnya yang lebih muda. Tak lepas dari pengalamannya melalui beberapa kali pemilu.
Dia mengetahui tiga bakal calon presiden yang sejauh ini menjadi pembicaraan. Pula, sudah memiliki pilihan capres untuk dicoblos.
"Tegas berwibawa dan merakyat sederhana. Isu kesejahteraan masyarakat dan pemberantasan korupsi," ucap Sinta menjelaskan karakter capres dan isu strategis yang ia soroti.
 Foto: CNN Indonesia/ Agder Maulana |
Sumber informasi politik anak muda
Tak seperti dulu, pencarian dan penggalian informasi kini dipermudah berkat teknologi.
Internet menjadi pembuka cakrawala kawula muda untuk mengulik, mencari tahu, kritis dan memahami isu-isu penting nasional maupun internasional.
Menurut Asosiasi Penyedia Jasa Internet Indonesia (APJII), 215.626.156 orang terkoneksi internet pada 2022 hingga 2023.
Untuk mengetahui jumlah pengguna media sosial dan media chat, lembaga tersebut menggunakan metode pengumpulan data dengan multiple answers.
Hasilnya, pengguna Youtube di Indonesia mencapai 65.41 persen, YouTube, Facebook 60,24 persen, Instragram 30,51 persen, TikTok 26,80 persen, dan Twitter 0,91 persen.
APJII juga memisahkan penggunaan media chat dengan media sosial. Dalam surveinya, tercatat pengguna WhatsApp mencapai 98,63 persen dan Facebook Messenger 46 persen.
Selain itu, ada pula pengguna Telegram sebanyak 12,91 persen, Instagram Direct Message 10,72 persen, Line 2,07 persen, dan TikTok 0,10 persen.
Survei Center for Strategic and International Studies (CSIS) Indonesia mencatat 59 persen kawula muda memanfaatkan media sosial sebagai media untuk mendapat dan mencari informasi baru.
CSIS mencatat sebanyak 32 persen kawula muda pun masih menonton televisi untuk mendapat informasi.
CSIS yakin kepemilikan akun media sosial yang meningkat signifikan juga seirama dengan peningkatan perspektif serta cara pikir.
WhatsApp menjadi media sosial penyedia informasi paling sering digunakan kawula muda sebanyak 98,3 persen pada 2022 dibandingkan 2017 sebanyak 70,3 persen.
Media sosial seperti YouTube, Instagram, dan TikTok juga kerap digunakan sebagai sumber informasi terbaru. Hanya saja, popularitas Twitter tak seperti empat media sosial lainnya.
Namun keberlimpahan teknologi komunikasi dan informasi tak serta merta membuat para pemilih muda antusias mencari informasi seputar politik dan Pemilu 2024.
Masih ada sebagian kalangan yang selektif. Mereka butuh pemantik untuk inisiatif menggali isu atau informasi politik di media sosial. Salah satu pemantiknya adalah: viral.
Pelajar asal Surabaya, Annisa Amalia (19), mengaku sudah tahu 3 orang kandidat calon presiden yang beredar sejauh ini. Tetapi dia belum menentukan pilihan. Mengenai cara mencoblos pun dia juga belum mengetahui.
Anissa mengaku sangat jarang mencari informasi tentang politik. Tetapi apabila sudah viral, dia akan inisiatif mencari dan mendalaminya.
"Tanggal 14 Februari 2024, saya ingat karena sama dengan hari valentine dan pasti akan mencoblos karena itu jadi pengalaman pertama," ucap Anissa.