Direktur Utama PT Misi Mulia Metrical Hasnaeni alias 'wanita emas' dituntut hukuman 7 tahun penjara di kasus dugaan penyelewengan penggunaan dana PT Waskita Beton Precast (WBP) pada periode 2016-2020.
Dalam tuntutannya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) meminta Majelis Hakim menyatakan Hasnaeni terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan Tindak Pidana Korupsi secara bersama-sama di kasus yang merugikan negara senilai Rp 2,5 triliun.
"Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Hasnaeni dengan pidana penjara selama 7 (tujuh) tahun dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan, dengan perintah agar terdakwa tetap ditahan," ujar Jaksa dikutip melalui Kasi Intel Kejari Jaktim Yogi Sudharsono, Rabu (23/8).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain hukuman penjara, JPU juga meminta Majelis Hakim menjatuhkan denda sebesar Rp500 juta kepada Wanita Emas. Dengan ketentuan, apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 4 bulan.
Terakhir, Wanita Emas juga dituntut dengan pidana tambahan berupa uang pengganti sebesar Rp17,5 miliar. Hasnaeni juga diminta membayar uang pengganti tersebut dalam waktu paling lama 1 bulan setelah putusan memperoleh kekuatan hukum tetap.
"Dalam hal Terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka diganti dengan pidana penjara selama 3 tahun," jelasnya.
Dalam tuntutan tersebut Hasnaeni dinilai terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana diatur dan diancam pidana Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 UU Tipikor Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana.
Dalam tersebut, Hasnaeni didakwa melakukan tindak pidana korupsi bersama Jarot Subana, Dirut PT Waskita Beton Precast Tbk tahun 2016-2020; Agus Wantoro, mantan Direktur Operasi dan Direktur Pemasaran PT Waskita; Kristadi Juli Hardjanto, General Manager (GM) Penunjang Produksi Waskita Beton Precast Tbk tahun 2018-2020.
Wanita Emas dan ketiga terdakwa lainnya dinilai melakukan penyimpangan, penyelewengan dalam penggunaan dana PT Waskita Beton Precast Tbk pada 2016-2020 yang merugikan negara hingga Rp2,5 triliun.