Kemendikbud Sebut Opsi Tak Skripsi Bukan Ditentukan Mahasiswa
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan teknologi (KemendikbudRistek) mengungkapkan ketentuan memilih skripsi atau tidak bukan ditentukan mahasiswa.
Sesdirjen KemendikbudRistek Tjitjik Srie Tjahjandarie mengatakan ketentuan tersebut diserahkan kepada setiap perguruan tinggi (PT), bukan pada kehendak mahasiswa.
"Apakah kemudian nanti mahasiswa boleh milih semaunya, ya tidak bisa seperti itu karena PT yang nanti menyusun standarnya, yang ada di PT tersebut," kata Tjitjik di Kantor Kemendikbudristek, Jakarta, Jumat (1/9).
Tjitjik mengatakan dalam Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) No 53 Tahun 2023 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi, perguruan tinggi diberikan kemerdekaan untuk menentukan bentuk tugas akhir yang harus dibuat mahasiswa.
Pada Pasal 18 dijelaskan tugas akhir bisa berbentuk macam-macam, seperti prototipe, proyek, dan lainnya. Dalam beleid itu dijelaskan tugas atau proyek akhir itu juga bisa dilakukan berkelompok.
Tjitjik mengatakan ketentuan itu untuk mengubah persepsi yang kaku bahwa syarat kelulusan selama ini hanya skripsi. Padahal, dalam mengukur kompetensi mahasiswa bisa bermacam-macam.
"Tentunya ini yang diberikan pilihan, PT itu dapat menerapkan berbagai, kalau contohnya tadi skripsi dan berbagai bentuk tugas akhir. Karena kan selama ini kan one fit for all gitu kan. nah selanjutnya tidak harus seperti itu," jelasnya.
Lebih lanjut, Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Diktiristek Kemendikbudristek Nizam mengatakan penilaian ketercapaian kompetensi mahasiswa juga ditentukan setiap perguruan tinggi.
"Untuk menunjukkan kompetensinya tadi, ukuran ketercapaian pembelajaran, ketercapaian lulusan tadi seperti apa, itu mestinya bukan pemerintah. Tapi perguruan tinggi sendiri," jelas Nizam.
Sebelumnya, Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim membuat aturan terkait syarat lulus kuliah pada jenjang S1 dan D4 tidak wajib membuat skripsi.
Namun, tugas akhir nantinya bisa dibentuk bermacam-macam sesuai keputusan masing-masing perguruan tinggi. Nadiem menyatakan aturan baru ini bagian dari program Merdeka Belajar yang ia gagas.
Menurutnya, mengukur kompetensi seseorang tidak hanya lewat satu cara. Khusus mahasiswa vokasi, ia menilai kompetensi justru bisa diukur dari proyek dan implementasi yang dilakukan oleh mahasiswa.
(yla/chri)