ANALISIS

UU Ciptaker, Jejak Aswanto, dan Independensi Hakim MK Jelang 2024

CNN Indonesia
Rabu, 04 Okt 2023 12:27 WIB
Posisi Mahkamah Konsitusi sebagai penjaga dan pengawal konstitusi kini menjadi pertanyaan besar setelah putusan UU Ciptaker belum lama ini.
Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) di Jakarta, (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)

Polemik terkait bagaimana independensi MK ke depan pun bertambah setelah DPR menyetujui Wakil Ketua PPP Arsul Sani sebagai hakim MK menggantikan Wahiduddin Adams yang akan memasuki masa pensiun. Nama Arsul telah disetujui DPR dalam Rapat Paripurna yang digelar Selasa (3/10) lalu.

Ketua Umum YLBHI M Isnur mengaku makin khawatir dengan penunjukan Arsul sebagai hakim MK.

Dia tak merasa aneh apabila ada dugaan bahwa penunjukan Arsul sarat dengan campur tangan DPR dalam mempengaruhi independensi MK. Hal ini tak bisa dilepaskan dari kasus pencopotan hakim MK Aswanto yang digantikan Guntur Hamzah oleh DPR yang dianggap menjadi preseden buruk lantaran bernuansa intervensi terhadap yudikatif.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Ini hal yang sama kita khawatirkan. karena ini meneruskan hal yang sama terkait Akil Muchtar, Patrialis Akbar yang jadi lebih kepada teman sekolega, lebih favoritisme jadi hakim MK," kata dia.

Oleh karena itu, dia berharap masyarakat dapat terus mengawasi dengan ketat agar seluruh hakim MK ke depannya dapat memenuhi kode etik.

"Jangan sampai seperti kasus Arief Hidayat, dan terakhir Guntur Hamzah, sama-sama terlibat dalam pelanggaran kode etik. Dan terbukti mereka sampai hari ini dalam putusan UU Ciptaker sebagai aktor yang menolak pengujian UU Cipta Kerja," kata Isnur.

Senada dengan Isnur, Peneliti Pusat Studi Anti-Korupsi (Saksi) Fakultas Hukum Universitas Mulawarman (Unmul) Herdiansyah Hamzah menganggap penunjukan Arsul oleh DPR akan mengancam independensi MK lantaran ada label sebagai 'pesuruh DPR'.

"Hakim-hakim MK usulan DPR itu dianalogikan seolah seperti pesuruh DPR. Suasana batin DPR ini yang tentu akan dibawa Arsul. Dan itu bahaya laten yg mengancam independensi MK," kata Hamzah, Selasa.

Hamzah mengatakan memang hakim MK dari parpol sebetulnya bukan hanya bakal Arsul. Sebelumnya ada Mahfud MD dari PKB, Akil Mochtar dari Golkar, dan Patrialis Akbar dari PAN.

Namun, khusus untuk kasus Asrul, ia melihat proses keterpilihannya tidak berdiri sendiri dan harus dilihat dari rangkaian sikap DPR terhadap MK. Arsul yang kini di Komisi II DPR sebelumnya adalah anggota Komisi III DPR yang ikut menelurkan pengesahan revisi UU MK hingga recall hakim konstitusi Aswanto untuk digantikan Guntur Hamzah. 

"Salah satunya pergantian Aswanto yang dianggap gagal mengawal produk hukum DPR. Sulit untuk tidak mengatakan kalau tawar-menawar Guntur menggantikan Aswanto itu soal jaminan agar produk DPR diamankan di MK," kata dia.

Hamzah mengatakan kepentingan DPR dalam mengganti hakim Aswanto dengan Guntur bisa dikatakan terbukti benar, karena gugatan UU Cipta Kerja ditolak MK awal pekan ini.

Ia pun memprediksi pengujian UU Pemilu soal batas usia calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) yang kini bergulir akan dikabulkan oleh MK. Padahal, ia menilai seharusnya gugatan soal batas usia capres-cawapres ditolak MK lantaran bukan kewenangan MK

"Dan posisinya diprediksi serupa, [hakim MK] tidak akan bulat [memutus gugatan batas usia capres], tapi dissenting juga. Satu-satunya alasan diputus sebaliknya, adalah kesepakatan politik di luar peradilan (beyond the law). Misalnya ada kompromi diantara elit politik dalam soal pencapresan," kata dia.

Terpisah, Arsul Sani menegaskan bakal tetap independen ketika menjabat sebagai hakim MK meski diusulkan oleh DPR.

"Ketika ada yg mempertanyakan apakah saya bisa independen apa tidak, karena itu buat saya tantangan sekaligus harapan bahwa saya meski jadi hakim MK yg berasal dari DPR dan juga artinya 2 periode jadi anggota DPR itu harus tetap independen," kata Arsul di Kompleks Parlemen, Selasa.

Arsul menegaskan sikap independen tak harus melulu harus pro atau kontra. Namun, hakim MK harus bersikap proporsional dan keadilan konstitusional terus diperjuangkan.

"Jangan juga independen dimaknai harus sekali berbeda apa yg jadi posisi DPR dan pemerintah. Kita liat case by case seperti apa," kata pria yang dalam laman profilnya di situs  DPR menyatakan pernah bekerja di LBH Jakarta pada pertengahan 1980an.

(rzr/kid)


[Gambas:Video CNN]

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER