Jakarta, CNN Indonesia --
Hakim Konstitusi Suhartoyo terpilih menjadi Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) menggantikan posisi Anwar Usman. Perombakan ini buntut pelanggaran etik berat Anwar terkait konflik kepentingan dalam putusan perkara nomor 90 soal syarat usia capres-cawapres.
Sementara itu, posisi wakil ketua masih diduduki oleh Saldi Isra. Pemilihan itu disepakati oleh seluruh hakim konstitusi melalui Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (9/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Suhartoyo mengklaim tak bisa menolak penunjukannya sebagai ketua lantaran ada beberapa hal yang harus diperbaiki. Salah satunya, mengembalikan kepercayaan publik terhadap MK.
"Ada di hadapan mata kita, Mahkamah Konstitusi ini ada sesuatu yang harus kita bangkitkan kembali, (yaitu) kepercayaan publik," kata Suhartoyo.
"Berdasarkan pertimbangan itu tentunya kepada siapa lagi kalau kemudian permintaan itu tidak kami sanggupi," imbuhnya.
Anggota Constitutional and Administrative Law Society (CALS) Herdiansyah Hamzah 'Castro' menilai memang tugas terberat MK adalah memulihkan kepercayaan publik.
Dia menyebut kepercayaan yang retak harus direkatkan kembali. Sebab, tanpa kepercayaan dan sokongan publik, MK tidak akan bisa berdiri tegak menjaga konstitusi.
Menurutnya, tugas pertama ketua MK baru yaitu memimpin proses koreksi terhadap putusan 90. MK harus meletakkan kembali pondasi putusan putusannya secara konsisten.
"Misalnya soal makna 'open legal policy' yang harus dikembalikan on the track. Kan, itu salah satu problematik dalam putusan MK 90 yang harus dikoreksi," ujar dia.
Kedua, kata Herdiansyah, Suhartoyo juga memiliki PR untuk mendorong budaya dan dinamika dalam tubuh MK yang tak anti otokritik.
"Sehingga ruang terjadinya tafsir dan penyimpangan semacam potensi konflik kepentingan, bisa diminimalisir," tutur dia.
Ketua Pusat Kajian Demokrasi, Konstitusi dan HAM (Pandekha) Fakultas Hukum UGM, Yance Arizona juga menyebut memang banyak pekerjaan rumah yang harus diperbaiki Suhartoyo dan para hakim konstitusi. Dia sepakat dengan Herdiansyah, salah satunya mengembalikan kepercayaan publik.
Pasca putusan perkara nomor 90, MK dijuluki sebagai Mahkamah Keluarga. Sebab, putusan itu dianggap melancarkan anak sulung Presiden Jokowi sekaligus keponakan Anwar, Gibran Rakabuming Raka untuk maju sebagai cawapres bersama Prabowo Subianto.
Putusan itu menambah ketentuan capres-cawapres boleh berusia di bawah 40 tahun asalkan pernah atau sedang menjabat sebagai kepala daerah. Gibran yang masih berusia 36 tahun pun bisa mendaftar di KPU sebagai cawapres berkat putusan itu.
Menurut Yance, putusan itu bagian dari skandal MK. Salah satu cara mengembalikan kepercayaan terhadap MK, kata dia, ketua harus berintegritas.
Paling tidak, ketua MK adalah hakim yang tidak terlibat skandal putusan perkara nomor 90. Putusan itu disetujui oleh tiga hakim Anwar Usman, Guntur Hamzah, dan Manahan Sitompul. Yance menyebut tiga orang itu dikategorikan terlibat skandal.
Ditambah, dua hakim lain yang mengabulkan sebagian putusan itu dan menyampaikan alasan berbeda (concurring opinion), yakni Enny Nurbaningsih dan Daniel Yusmic.
Dalam konteks itu, Yance menilai hakim yang tidak terlibat skandal putusan perkara no 90 adalah Arief Hidayat, Saldi Isra, Wahiduddin Adams, dan Suhartoyo. Keempatnya menolak dan menyampaikan dissenting opinion.
Namun, Arief punya jejak pelanggaran kode etik. Sementara, Wahiduddin Adams akan segera pensiun. "Sehingga pilihannya memang tinggal dua, Saldi atau Suhartoyo," kata Yance kepada CNNIndonesia.com, Kamis (9/11) malam.
Yance menilai penunjukan Suhartoyo sebagai ketua MK itu merupakan pilihan yang paling tepat dari semua opsi yang ada saat ini.
Saldi mempunyai rekam jejak yang tak buruk, tetapi merupakan sosok yang dianggap keras. Sementara, MK juga membutuhkan sosok yang bisa menjembatani semua hakim.
Baca halaman berikutnya: Tantangan usir konflik kepentingan
Meski dinilai sebagai opsi terbaik saat ini, Yance menyebut Suhartoyo harus bisa membuktikan dirinya mampu mengajak para hakim lain untuk membenahi MK.
Untuk mengembalikan kepercayaan publik, Suhartoyo dituntut bisa melepaskan potensi konflik kepentingan para hakim dalam memproses suatu perkara di MK.
Yance menilai tantangan ini cukup sulit, sebab Anwar Usman yang terbukti melanggar kode etik berat masih berada dalam jajaran hakim konstitusi.
Yance pun menganggap Suhartoyo harus bisa mengubah kultur dan pola pengambilan keputusan perkara di MK untuk menghindari gesekan konflik kepentingan. Salah satunya, para hakim harus mempunyai argumen sendiri yang kuat.
"Akhir-akhir ini yang terdengar adalah hakim datang dengan tangan kosong. Dan setelah itu nanti baru dicapai kesepakatannya putusan seperti apa, baru dia di-drafting putusan," ujar Yance.
"Jadi, itu juga tantangan supaya pola pengambilan putusan tersebut juga diubah, gitu, ya, untuk membuat putusannya lebih argumentatif. Itu sih yang substansial," imbuhnya.
Yance menyebut putusan dengan argumentasi kuat juga terutama harus dipegang oleh Suhartoyo sebagai ketua MK. Terlebih, dalam memproses perkara yang menyangkut kepemiluan.
Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) melarang Anwar Usman menangani gugatan sengketa Pemilu untuk menghindari adanya konflik kepentingan lagi. Dengan demikian komposisi hakim akan menjadi delapan.
[Gambas:Photo CNN]
Hal itu, kata Yance, akan menjadi kebingungan sendiri di publik jika dalam putusan suatu perkara, terdapat empat hakim setuju dan empat hakim tidak. Oleh sebab itu, Suhartoyo harus punya argumentasi kuat karena posisinya sebagai ketua dimungkinkan bisa menjawab permasalahan kecil itu.
"Orang melihat ini kan 4-4, gimana? Ini kan enggak ada mayoritas, gitu ya. Meskipun secara formal dalam Undang-Undang MK disebutkan yang di mana ketua berpihak itu akan menentukan, gitu," imbuhnya.
Namun, Yance agak optimistis Suhartoyo bisa mengatasi permasalahan itu, jika dilihat dari rekam jejaknya ikut memutus perkara di MK. Yance menyebut dalam beberapa perkara, Suhartoyo berani mengungkapkan dissenting opinion dan mempunyai pendirian.
Hal itu terlihat dalam putusan gugatan UU Cipta Kerja, Revisi UU KPK hingga penghapusan presidential threshold 20 persen. Dengan catatan, kata Yance, Suhartoyo ke depannya konsisten dan tetap berpendirian.
 Infografis Respons Pakar soal Uji Materi UU Pemilu di MK soal Usia Peserta Pilpres. (CNN Indonesia/Fajrian) |
Benahi dapur MK
Yance mengatakan permasalahan kepercayaan publik terhadap MK bukan hanya disebabkan oleh adanya konflik kepentingan saja, melainkan kondisi di internal institusi tersebut.
MKMK menyatakan adanya pelanggaran etik terhadap beberapa hakim konstitusi lantaran tak bisa mencegah informasi yang seharusnya tak dibeberkan ke publik. MKMK juga menilai terdapat hakim yang merendahkan martabat MK.
Dia pun menilai Suhartoyo harus berani membuat MKMK permanen, bukan ad hoc atau dibuat jika ada kasus tertentu saja. Menurutnya, hal itu penting sebagai alat pengawasan terhadap etik hakim MK.
"Itu lebih ke persoalan pengawasan hakim konstitusi. Jadi memang ke depan kita butuh perubahan-perubahan yang sifatnya institusional di MK," ucapnya.
"Salah satunya itu adalah bagaimana mendorong supaya ada MKMK yang permanen, dan diisi oleh orang-orang yang memang berintegritas, yang jauh lebih tinggi lagi integritasnya, gitu ya," imbuhnya.
Sementara itu, Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Fajri Nursyamsi menilai pasca-putusan MKMK sudah lebih jelas apa yang boleh dan apa yang tidak boleh. Setiap hakim MK punya kewajiban untuk bisa mengembalikan muruah institusinya.
"Dengan tidak lagi memunculkan konflik internal, bersikap independen, dan memutuskan perkara dengan sebaik-baiknya. Kalaulah MK berhasil mengembalikan kepercayaan publik, saya pikir bukan hanya kerja Ketua MK saja, tapi kontribusi setiap hakim MK," kata Fajri.
Anggota Komisi III DPR RI Achmad Baidowi mengaku menaruh harapan besar kepada Suhartoyo.
"Kami menaruh harapan besar kepada Suhartoyo, karena Suhartoyo lah salah satu hakim yang berani dissenting opinion (pendapat berbeda) terhadap gugatan Nomor 90 (Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023)," kata Awiek, sapaan karibnya, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, dikutip dari Antara, Kamis.
Awiek pun mengingatkan dengan jabatannya sebagai Ketua MK maka integritas Suhartoyo akan diuji dari berbagai godaan ataupun kepentingan.
"Uji integritas dari Suhartoyo lah sekarang ini ketika beliau menjadi ketua, kalau kemarin hanya menjadi anggota mungkin dia bisa lebih independen, sekarang jadi ketua itu akan lebih banyak godaan, akan lebih banyak kepentingan kepentingan yang masuk, dan bagaimana Suhartoyo menjaga itu," tuturnya.
Sementara itu, Menko Polhukam Mahfud MD mengaku mengenal Suhartoyo sejak lama. Dia berharap rekan kuliahnya itu mampu memimpin dan menjaga muruah Mahkamah Konstitusi.
"Saya berharap dia tetap baik-baik seperti yang dululah ketika bermain-main dengan saya ketika di kampus," ucapnya.
Mahfud menilai Suhartoyo belum berubah. Dia berharap Suhartoyo benar-benar amanah dalam memimpin MK.
"Sampai saat ini sih rasanya teman saya ini masih bisa diharapkan. Mudah-mudahan tidak terkontaminasi dan tidak membiarkan MK rusak," tegasnya.