Serangan Balik Anwar, Deret Perkara MK Bernuansa Konflik Kepentingan

CNN Indonesia
Sabtu, 11 Nov 2023 13:05 WIB
Mantan Ketua MK Anwar Usman melancarkan 'serangan balik' dengan menungkit sejumlah perkara yang dulu diduga mengandung konflik kepentingan.
Hakim Konstitusi Anwar Usman memberikan keterangan pers di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Rabu (8/11/2023). (ANTARA FOTO/M RISYAL HIDAYAT)

Era Arief Hidayat

- Putusan MK Nomor 53/PUU-XIV/2016

Perkara ini merupakan permohonan uji materiil Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK. Pemohonan ini terkait syarat menjadi Hakim Agung, masa jabatan Ketua dan Wakil Ketua MK, hingga masa jabatan Hakim Konstitusi.

MK mengabulkan permohonan untuk sebagian, yakni permohonan yang terkait dengan UU MA.

Selain itu, MK menyatakan tidak dapat menerima permohonan terkait UU MK karena pemohon dinilai tidak memiliki kedudukan hukum atau legal standing untuk mengajukan permohonan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Era Anwar Usman

- Putusan Nomor 96/PUU-XVIII/2020

Perkara ini adalah permohonan uji materiil Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK. Pemohonan ini terkait jabatan Ketua dan Wakil Ketua MK dan masa tugas Hakim MK.

MK menyatakan mengabulkan permohonan untuk sebagian, yakni dengan menyatakan Pasal 87 huruf a Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

Terhadap putusan tersebut, Hakim Konstitusi Arief Hidayat dan Manahan MP Sitompul menyatakan alasan berbeda (concurring opinion) dan pendapat berbeda (dissenting opinion), Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams menyatakan dissenting opinion, Hakim Konstitusi Saldi Isra menyatakan concurring opinion, Hakim Konstitusi Suhartoyo menyatakan concurring opinion dan dissenting opinion, Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P Foekh menyatakan concurring opinion, dan Hakim Konstitusi Anwar Usman menyatakan dissenting opinion.

"Selanjutnya Putusan Perkara Nomor 96/PUU-XVIII/2020. Dalam putusan tersebut, terhadap pengujian Pasal 87 a karena norma tersebut menyangkut jabatan Ketua dan Wakil Ketua, dan ketika itu saya adalah Ketua MK, meskipun menyangkut persoalan diri saya langsung, namun saya tetap melakukan dissenting opinion, termasuk kepentingan langsung Prof Saldi Isra dalam Pasal 87 b terkait dengan usia yang belum memenuhi syarat," kata Anwar saat konferensi pers pada Rabu (8/11) lalu.

- Putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023

Putusan ini menjadi kontroversial jelang Pilpres 2024. Permohonan uji materi UU Pemilu terkait syarat minimal usia capres-cawapres ini diajukan seorang mahasiswa di Solo, Almas Tsaqibirru.

MK mengabulkan sebagian putusan itu dengan menyatakan syarat capres-cawapres minimal berusia 40 tahun atau sedang/sudah menjabat kepala daerah hasil pemilu.

Putusan itu kemudian menjadi pemulus jalan bagi putra sulung Presiden RI Joko Widodo, Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka untuk menjadi peserta Pilpres 2024. Gibran yang masih berusia 36 itu menjadi bakal cawapres mendampingi bakal capres Prabowo Subianto.

Putusan itu kemudian dianggap kontroversial dan penuh konflik kepentingan, karena Gibran adalah keponakan dari Anwar setelah menikahi adik dari Presiden Jokowi.

Atas hal tersebut setidaknya ada 21 laporan etik dilayangkan ke MK yang kemudian putusannya dibacakan MKMK pada 7 November lalu.

Meskipun Anwar dinyatakan langgar etik berat, MKMK tak dapat mengubah putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023 tersebut. Sejumlah pihak pun, termasuk dua pakar hukum tata negara yakni Denny Indrayana dan Zainal Arifin Mochtar, melayangkan gugatan untuk mengoreksi putusan tersebut ke MK.

(pop/kid)


[Gambas:Video CNN]

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER