Ikravany menilai makanan pencegah stunting yang diberikan Pemkot Depok kepada ibu hamil dan balita tidak layak. Menurutnya, menu tersebut belum mencukupi nutrisi yang diperlukan.
"Enggak layak, karena persoalannya bukan makanan, tapi nutrisi," kata Ikra.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ikra mengatakan Dinas Kesehatan Kota Depok mestinya mampu menganalisis menu makanan yang dibutuhkan warga untuk mencegah stunting. Dia menilai pemberian nasi tidak tepat karena warga Depok tak kekurangan beras.
Pendapat serupa juga diutarakan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy. Dia menilai makanan tambahan pencegah stunting di Depok sangat tidak layak.
Menurutnya, syarat makanan tambahan untuk mencegah stunting harus memenuhi syarat gizi dan protein untuk pertumbuhan anak.
"Itu sangat tidak layak untuk makanan tambahan, karena makanan tambahan harus memenuhi syarat karbohidrat, protein hewani, vitamin, mineral. Harus betul-betul syarat cukup, terutama dari sisi penyediaan protein hewani yang kurang," kata Muhadjir di Kantor Kemenko PMK, Jakarta, Senin (20/11).
Di tengah kritik itu, Mary mengklaim selama sepekan pemberian makanan tambahan, sebanyak 45 persen balita mengalami kenaikan berat badan setelah mengonsumsi menu pencegah stunting.
Dia mengatakan kenaikan berat badan itu berdasarkan data yang masuk ke Dinkes Kota Depok sekitar 80 persen.
Namun warga tidak setuju dengan klaim tersebut. Menurut Maimunah tidak sepantasnya jika berat badan anaknya bertambah pada 8 Desember mendatang, lalu itu diklaim sebagai hasil pemberian makanan tambahan dari pemerintah.
"Lah, ibunya masak dan memberikan makan 5 kali sehari. Makan pagi, snack pagi, makan siang, buah/snack siang, makan malam, susu. Jikapun naik berat badan, bukan dari makanan yang jumlahnya 3 biji aja," katanya.
![]() |
Hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2022 mencatat prevalensi stunting di Kota Depok sebesar 12,6 persen. Angka ini lebih rendah dari target nasional yaitu 14 persen pada 2024.
Sementara angka stunting di tingkat nasional pada tahun yang sama yaitu 21,6 persen. Turun 2,8 persen dari tahun 2021 yaitu 24,4 persen.
Pemerintah perlu menekan angka stunting hingga 3,8 persen pada 2023 dan tahun berikutnya untuk mencapai target 14 persen ketika masa jabatan Presiden Joko Widodo berakhir.
Jokowi sempat geram ketika mengetahui anggaran penanganan stunting di suatu daerah tidak tepat sasaran. Dia menyebut dari jumlah alokasi dana Rp10 miliar untuk mengatasi stunting, sebesar Rp6 miliar malah digunakan untuk rapat dan perjalanan dinas.
Sisanya, kata Jokowi, hanya Rp2 miliar yang digunakan untuk makanan pencegah stunting.
"Rp10 miliar untuk stunting, dicek, perjalanan dinas Rp3 miliar, rapat-rapat Rp3 miliar, pengembangan bla bla bla Rp2 miliar. Yang benar-benar beli telur hanya Rp2 miliar. Kapan stunting akan selesai kalau caranya seperti ini?" ujar Jokowi di Rakornas Pengawasan Intern Pemerintah Tahun 2023 di Jakarta, Rabu (14/6).
Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa telah memprediksi target penanganan stunting termasuk salah satu dari 10 indikator Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) yang berisiko tidak tercapai pada 2024.
Dia menilai tidak sinkronnya rencana pembangunan nasional dengan daerah menjadi salah satu penyebab target penanganan stunting sulit tercapai. Suharso menilai seharusnya ada keselarasan antara RPJMN dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).
"Program stunting mestinya juga menjadi perhatian daerah. Sekarang kita sama-sama targetnya harus 14 persen, ya ayo," kata Suharso.
Menteri Keuangan Sri Mulyani pun kerap dibuat heran dengan tingkah pemerintah daerah soal penanganan stunting. Dia menceritakan kejanggalan penggunaan anggaran.
Saat rapat terkait stunting dengan Dirjen Perimbangan Keuangan Kemenkeu Luky Alfirman, Sri Mulyani mendapat laporan bahwa ada 283 subkegiatan stunting di pemerintah daerah dengan total anggaran Rp77 triliun. Ada pula biaya ganti pagar puskesmas masuk kategori stunting.
Ia menyebut subkegiatan nomor dua paling menyedot anggaran pemberantasan stunting adalah koordinasi. Anggarannya Rp240 miliar. Sementara itu, anggaran untuk makanan bayi dinilai sangat kecil, hanya Rp34 triliun.
"Bayangkan, yang betul-betul sampai ke mulutnya bayi atau ibu hamil untuk bisa mencegah stunting itu hanya porsi yang sangat kecil, karena ada 283 kegiatan," kata Sri di Aula Gedung Dhanapala, Kemenkeu, Jakarta Pusat, Selasa (14/3).
Alokasi anggaran penurunan stunting 2023 di kementerian/lembaga sebesar Rp30 triliun. Selain itu, pemerintah pusat juga memberikan anggaran penurunan stunting melalui alokasi dana transfer keuangan kepada pemerintah daerah sebesar Rp16,56 triliun.
Aksi main-main anggaran ini makin menggambarkan betapa banyaknya pekerjaan rumah untuk mencegah stunting yang harus diselesaikan oleh pemerintah. Anggaran besar yang digelontorkan tak sebanding dengan makanan yang menetes ke mulut anak.
(pmg/wis)