Usman Hamid Ungkap Kekuasaan Sedang Resah, Buktinya Haris Hingga Butet

CNN Indonesia
Sabtu, 09 Des 2023 18:36 WIB
Direktur Amnesty International Indonesia berorasi di panggung rakyat dengan tajuk Bongkaaaar di Stadion Madya, GBK, Jakarta, Sabtu (9/12). (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia --

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid menilai kasus dugaan intimidasi terhadap Seniman Butet Kartaredjasa hingga kriminalisasi aktivis Haris Azhar-Fatia Maulidiyanti adalah tanda kekuasaan mulai resah terhadap kritik.

Hal ini ia sampaikan dalam orasinya di atas panggung 'Bongkar' yang digelar di Stadion Madya Gelora Bung Karno (GBK) Jakarta, Sabtu (9/12).

"Kasus Haris dan Fatia, Budi Pego, Mama Yosefa di Papua, Bung Retno Gunardi di Rembang, dan terakhir kasus Butet memperlihatkan kekuasaan sedang resah karena rakyatnya mulai bicara," cetus Usman.

Saat berorasi, Usman terlihat didampingi oleh anak Wiji Thukul, Fajar Merah, di atas panggung. Mantan Koordinator Komite untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) itu terlihat membawa bendera hitam bertuliskan 'Reformasi Dikorupsi'.

Usman menilai demokrasi di Indonesia saat ini alami regresi hingga represi. Ia mengatakan kini kebebasan berekspresi mulai di represi hingga pengawasan rakyat di legislatif mulai dilemahkan.

"Dan badan peradilan juga dikebiri. Seluruh kekayaan alam di Indonesia ini untuk kesejahteraan rakyat Indonesia, bukan investor asing. Jangan diam," kata dia.

Di sisi lain, Usman turut menyoroti langkah Presiden Joko Widodo melalui instrumen kekuasaan eksekutifnya berupaya melanggengkan kekuasaannya. Salah satunya dengan cara melemahkan kebebasan rakyat dan mengebiri Mahkamah Konstitusi (MK).

"Dia jadikan Ketua MK untuk utamakan kepentingan keluarga, anaknya jadi cawapres. Bukan untuk kepentingan negara," kata dia.

"Kalau saya bilang selamatkan demokrasi, bilang lawan dinasti, lawan dinasti," tambahnya.

Sebelumnya, Haris dan Fatia dituntut pidana dalam kasus pencemaran nama baik terhadap Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan terkait frasa 'Lord Luhut' dan dugaan bisnis tambang di Papua.

Fatia dituntut penjara tiga tahun dan enam bulan serta denda Rp500 ribu subsider tiga bulan kurungan Sementara Haris dituntut pidana penjara selama empat tahun serta denda Rp1 Juta subsider enam bulan penjara.

Sementara Butet Kartaredjasa mengaku dilarang polisi untuk memuat unsur politik dalam pergelaran pentas teater berjudul Musuh Bebuyutan di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Jumat (1/12) lalu.

Butet mengaku diperintah untuk menandatangani surat pernyataan tidak akan membahas unsur politik dalam pentas itu.

"Jadi itu persyaratan administrasi sebelumnya tidak pernah ada sejak reformasi 1998. Itu jaman orde baru saja seperti itu," kata Butet kepada CNNIndonesia.com, Selasa (5/12).

Respons Pemerintah

Terkait pelaporan terhadap pengkritik, Jokowi pernah mengaku lebih memilih kerja saja sebagai presiden.

"Itu hal-hal kecillah. Saya kerja saja," kata dia, soal dorongan pelaporan terhadap aktivis politik Rocky Gerung, di Senayan Park, Jakarta, Rabu (2/8).

Soal dugaan nepotisme di MK demi melanggengkan kekuasaan, Jokowi juga ogah berkomentar. 

"Saya tidak ingin memberikan pendapat atas putusan MK, nanti bisa disalah mengerti seolah-olah saya mencampuri kewenangan yudikatif," kata dia, kanal YouTube Sekretariat Presiden, Selasa (17/10).

Sementara itu, soal pelaporan terhadap Haris dan Fatia, Luhut Pandjaitan mengungkapkan itu terkait dengan kehormatan pribadinya.

"Saya terus terang kerugian materiil tidak perlu dihitung, tetapi secara moral, anak cucu saya, saya dibilang penjahat, saya dibilang lord, coba saya menuduh anda sebagai penjahat, sebagai pencuri, itu kan anda tidak bisa diterima juga," ujar Luhut, di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Kamis (8/6).

Menurutnya, tak ada kebebasan yang bersifat absolut. "Kita ini boleh berbuat apa saja tapi harus bertanggung jawab. Tidak ada kebebasan absolut," sambung Luhut.

(rzr/arh)
KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK