Jakarta, CNN Indonesia --
Dewan Pengawas (Dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan Komisioner nonaktif KPK Firli Bahuri terbukti telah melanggar kode etik dan pedoman perilaku terkait tiga perkara. Firli diberi sanksi berat dan diminta untuk mengajukan pengunduran diri sebagai pimpinan KPK.
Putusan etik Firli dibacakan oleh pimpinan Dewas KPK dalam sidang pembacaan putusan yang digelar secara terbuka untuk umum di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi, Jakarta, Rabu (27/12). Berikut sejumlah poin dari putusan tersebut:
Tersandung tiga perkara
Dewas menilai terdapat tiga perkara etik yang Firli langgar. Pertama, terkait pertemuan dengan pihak berperkara yang saat itu menjabat Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Firli terbukti melakukan pertemuan beberapa kali dengan SYL tanpa memberitahu sesama pimpinan dan Dewas KPK. Tindakan itu dinilai berpotensi menimbulkan benturan kepentingan dan tidak menunjukkan sikap keteladanan dari seorang pemimpin.
Bahkan, Firli melakukan komunikasi via WhatsApp setelah SYL ditetapkan KPK sebagai tersangka kasus dugaan pemerasan, penerimaan gratifikasi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
"Bahwa setelah Surat Perintah Penyidikan atas nama saksi Syahrul Yasin Limpo ditandatangani dan ditetapkan sebagai tersangka, terperiksa [Firli Bahuri] kembali melakukan komunikasi dengan saksi Syahrul Yasin Limpo melalui pesan Whatsapp pada bulan September 2023 pada saat saksi Syahrul Yasin Limpo berada di Roma dan Penyidik KPK melakukan penggeledahan di rumah saksi Kasdi Subagyono [Sekretaris Jenderal Kementan]," ujar Anggota Dewas KPK Syamsuddin Haris.
Kedua, Firli dinilai tidak jujur dan benar saat melaporkan harta kekayaan ke dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).
Dewas KPK turut menyinggung Firli yang tidak melaporkan pembayaran sewa rumah di Jalan Kertanegara. Rumah itu telah disewa selama tiga tahun terhitung mulai 1 Februari 2021 dengan biaya Rp645 juta per tahunnya. Firli dan keluarganya disebut sudah menggunakan rumah itu sebelum resmi menjadi penyewa.
"Terperiksa dan/atau keluarganya beberapa kali telah menggunakan rumah di Jl. Kertanegara nomor 46 yang masih disewa oleh saksi Tirta Juwana Darmaji (Alex Tirta) dan mengajukan permintaan pamasangan internet kepada saksi Tirta Juwana Darmaji untuk rumah tersebut, yang menurut majelis tidak sepantasnya dilakukan oleh terperiksa sebagai Ketua KPK," kata Anggota Dewas KPK Indriyanto Seno Adji.
Menurut Indriyanto, Firli mestinya melaporkan pengeluaran untuk pembayaran rumah itu ke dalam LHKPN.
Ketiga, Firli disebut tidak melaporkan tujuh aset atas nama istrinya, Ardina Safitri, dalam LHKPN. Aset yang dimaksud terdiri dari satu apartemen dan enam bidang tanah.
Dewas KPK juga menyebut Firli tidak melaporkan kepemilikan uang asing dalam bentuk tunai. Uang itu berjumlah Rp7,8 miliar setelah ditukarkan ke rupiah.
"Terperiksa telah terbukti secara sah dan meyakinkan tidak menunjukkan keteladanan dalam tindakan dan perilaku sehari-hari yang dapat dipertanggungjawabkan sebagaimana diatur dalam Pasal 8 huruf e Peraturan Dewan Pengawas Nomor 3 Tahun 2021," kata Indriyanto.
Dijatuhi sanksi berat
Ketua Majelis Etik Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean menjelaskan apabila ada beberapa sanksi pada pelanggaran berbeda terhadap satu terperiksa, maka sanksi yang dijatuhkan adalah sanksi terberat. Karenanya, Firli dijatuhkan sanksi etik berat.
"Mengadili, Menyatakan Terperiksa saudara Firli Bahuri telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran kode etik dan kode perilaku yaitu melakukan hubungan langsung maupun tidak langsung dengan Syahrul Yasin Limpo yang perkaranya sedang ditangani oleh KPK dan tidak memberitahukan kepada sesama Pimpinan mengenai pertemuan dan komunikasi dengan Syahrul Yasin Limpo yang telah dilaksanakannya yang diduga menimbulkan benturan kepentingan, serta tidak menunjukkan keteladanan dalam tindakan dan perilaku sehari-hari yang dapat dipertanggungjawabkan sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a, Pasal 4 ayat (1) huruf j yang dan Pasal 8 huruf e Peraturan Dewan Pengawas Nomor 3 Tahun 2021 tentang Penegakan Kode Etik dan Kode Perilaku KPK," terang Tumpak saat membacakan amar putusan.
"Menjatuhkan sanksi berat kepada Terperiksa berupa diminta untuk mengajukan pengunduran diri sebagai pimpinan KPK," sambung Tumpak.
Tak ada hal meringankan
Dalam mengambil keputusan, Dewas KPK menegaskan tak ada hal meringankan bagi Firli dalam keputusan Dewas KPK itu.
"Hal meringankan: Tidak ada," kata Tumpak.
Sementara itu, hal-hal yang memberatkan bagi Firli adalah: Terperiksa tidak mengakui perbuatannya; Terperiksa tidak hadir dalam persidangan kode etik dan kode perilaku tanpa alasan yang sah meskipun telah dipanggil secara sah dan patut serta terdapat kesan berusaha memperlambat jalannya persidangan.
Lalu, Terperiksa sebagai Ketua KPK merangkap anggota seharusnya menjadi contoh dan teladan dalam mengimplementasi Kode etik dan Kode Perilaku di KPK, tetapi malah Terperiksa melakukan sebaliknya; Selain itu, Terperiksa sudah pernah dijatuhkan sanksi etik.
Putusan Dewas KPK dikirim ke Jokowi
Dewas KPK juga mengirimkan petikan putusan kode etik dan pedoman perilaku Firli ke Presiden Joko Widodo (Jokowi). Adapun Jokowi diharapkan dapat mempertimbangkan putusan etik tersebut kala merespons surat pengunduran diri yang telah diajukan Firli beberapa waktu lalu.
"Dikirim juga petikannya (ke presiden)," jelas Anggota Dewas KPK Albertina Ho saat dikonfirmasi melalui pesan tertulis, Rabu (27/12).
Putusan yang telah dijatuhkan Dewas KPK terhadap Firli bersifat final. Sebab, tidak ada mekanisme banding yang dapat ditempuh.
Aset Firli terungkap
Salah satu hal yang terungkap dalam putusan etik Firli bertalian dengan sejumlah aset beserta istri yang tak dilaporkan ke LHKPN.
"Bahwa dalam LHKPN Tahun 2020, 2021 dan 2022, terperiksa [Firli Bahuri] juga tidak melaporkan pembelian aset atas nama istri terperiksa, Sdri. Ardina Safitri," ungkap Syamsuddin.
Berikut daftar aset yang dimaksud.
1. Essence Dharmawangsa Apartement Unit ET2-2503 pada bulan April 2020.
2. Sebidang tanah yang terletak di Kelurahan Jakasetia, Kecamatan Bekasi Selatan, Kota Bekasi, dengan luas 306 meter persegi berdasarkan Akta Jual Beli Nomor: 437/2021 tanggal 20 Juni 2021.
3. Sebidang tanah di Desa Cikaret, Kecamatan Kebonpedes, Kabupaten Sukabumi, dengan luas 2.727 meter persegi melalui Akta Jual Beli Nomor: 359/2021 tanggal 01 Desember 2021.
4. Sebidang tanah di Desa Bojongkoneng, Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Bogor, dengan luas 2.052 meter persegi berdasarkan Akta Jual Beli Nomor: 192/2022 tanggal 17 Oktober 2022.
5. Sebidang tanah Sertifikat Hak Milik Nomor: 2198 di Sukabangun-Palembang dengan luas 520 meter persegi tahun 2021.
6. Sebidang tanah dengan Sertifikat Hak Milik Nomor: 2186 di Sukabangun-Palembang dengan luas 1477 meter persegi tahun 2021.
7. Sebidang tanah Sertifikat Hak Milik Nomor: 2366 di Desa Sinduharjo-Sleman dengan luas 532 meter persegi berdasarkan Akta Jual Beli Nomor: 03/2022 tanggal 24 Februari 2022.
Hapus isi chat SYL
Lebih lanjut, Dewas KPK menilai Komisioner nonaktif KPK Firli Bahuri terbukti melakukan pertemuan dan komunikasi dengan pihak berperkara yaitu mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL).
Menurut Dewas KPK, Firli bahkan tetap melakukan komunikasi dengan SYL setelah yang bersangkutan ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan pemerasan, penerimaan gratifikasi dan TPPU.
"Bahwa setelah Surat Perintah Penyidikan atas nama saksi Syahrul Yasin Limpo ditandatangani dan ditetapkan sebagai tersangka, terperiksa [Firli Bahuri] kembali melakukan komunikasi dengan saksi Syahrul Yasin Limpo melalui pesan Whatsapp pada bulan September 2023 pada saat saksi Syahrul Yasin Limpo berada di Roma dan Penyidik KPK melakukan penggeledahan di rumah saksi Kasdi Subagyono [Sekretaris Jenderal Kementan]," ungkap Syamsuddin.
"Dalam komunikasi tersebut saksi Syahrul Yasin Limpo mengatakan 'Mohon izin jenderal, baru dapat infonya. Kami mohon petunjuk dan bantuan karena masih di LN. Tabe.' Dan dijawab oleh terperiksa yang kemudian dihapus. Komunikasi ini pun tidak disampaikan oleh terperiksa kepada pimpinan yang lain," tambah Syamsuddin.
Pertemuan Firli dengan SYL terjadi di rumah Kertanegara, rumah kediaman di Villa Galaxy di Bekasi dan GOR bulu tangkis di Mangga Besar. Selain itu, Majelis Etik Dewas KPK menyampaikan bahwa SYL membawa tangkapan layar pesan yang dihapus Firli tersebut.
"Menimbang, bahwa pada saat pemeriksaan saksi Syahrul Yasin Limpo telah memberikan persetujuan kepada Dewan Pengawas untuk dapat mengakses dan menggunakan bukti screenshot komunikasinya dengan terperiksa yang telah disita oleh Penyidik KPK sebagai bukti dalam menindaklanjuti dugaan pelanggaran kode etik dan kode perilaku yang dilakukan oleh terperiksa," jelas Syamsuddin.
"Menimbang, bahwa terperiksa dalam Berita Acara Klarifikasi menyatakan meragukan keabsahan percakapan antara terperiksa dengan saksi Syahrul Yasin Limpo dalam bentuk screenshot, namun keraguan terperiksa tersebut tidak beralasan karena selain tidak didukung oleh alat bukti lain juga berdasarkan keterangan ahli digital forensik Saji Purwanto, screenshot tentang komunikasi terperiksa dengan saksi Syahrul Yasin Limpo melalui aplikasi Whatsapp yang bersumber dari HP milik saksi Syahrul Yasin Limpo yang disita oleh Penyidik KPK dan dijadikan sebagai bukti di persidangan adalah benar dan bukan hasil editing," imbuh dia.
Anak SYL terlibat di kasus Kementan
Putusan Majelis Etik Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) terhadap Komisioner nonaktif KPK Firli Bahuri mengungkapkan dugaan keterlibatan anak dari mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) terkait proyek di Kementerian Pertanian (Kementan) RI.
"Bahwa pada angka 1 dan 3 Nota Dinas Nomor: 117/PM.01.00/30-35/04/2021 tanggal 27 April 2021 telah mencantumkan dugaan keterlibatan anak dari saksi Syahrul Yasin Limpo dan mantan suaminya serta saksi Muhammad Hatta [Direktur Alat dan Mesin Pertanian] dalam pengaturan proyek di Kementan," terang Syamsuddin.
Selain itu, ada pula barang bukti dokumen berupa lembar informasi bagi Pimpinan KPK, Agenda Nomor: LD-1231/02 Intern/04/2021 tanggal 28 April 2021 terkait dengan Nota Dinas Deputi INDA [Informasi dan Data] Nomor: 117/PM.01.00/30-35/04/2021 tanggal 27 April 2021 perihal Pelimpahan Hasil Penanganan Pengaduan Masyarakat sebagai bahan penyelidikan atas dugaan penyimpangan proyek pengadaan sapi yang melibatkan oknum anggota DPR RI di lingkungan Kementerian Pertanian TA 2019-2020.
Berdasarkan fakta tersebut, Syamsuddin menilai seharusnya Firli menghindari komunikasi langsung atau tidak langsung dengan SYL. Kendati demikian, Firli justru menunjukkan contoh tidak baik sebagai pimpinan KPK.
"Menimbang, bahwa pertemuan-pertemuan dan komunikasi yang dilakukan oleh terperiksa [Firli Bahuri] dengan saksi Syahrul Yasin Limpo seharusnya diberitahukan kepada pimpinan yang lain karena pertemuan-pertemuan dan komunikasi-komunikasi yang dilakukan terperiksa tersebut diduga dapat menimbulkan benturan kepentingan dengan pelaksanaan tugas terperiksa sebagai Ketua KPK, mengingat seperti telah diuraikan di atas ada telaahan yang dibuat oleh Direktorat PLPM yang kemudian pimpinan termasuk terperiksa memberikan disposisi agar dilakukan penyelidikan terbuka sesuai Nota Dinas Nomor: 117/PM.01.00/30-35/04/2021 tanggal 27 April 2021 tentang dugaan TPK di Kementan yang juga telah mencantumkan dugaan keterlibatan anak dari saksi Syahrul Yasin Limpo dan saksi Syahrul Yasin Limpo saat itu menjabat sebagai Menteri Pertanian," kata Syamsuddin.
Tuding Kapolda Metro Karyoto
Firli turut menuding mantan Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK yang saat ini menjabat Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Karyoto membocorkan penggeledahan rumah dinas mantan Menteri Pertanian SYL. Tudingan itu ditertera dalam klarifikasi Firli yang dibacakan Majelis Etik Dewas KPK.
Mulanya, Anggota Dewas KPK Harjono mengatakan Firli mengetahui dan pernah memberikan disposisi Nota Dinas Deputi Informasi dan Data (INDA) Nomor: 117/PM.01.00/30-35/04/2021 tanggal 27 April 2021 perihal Pelimpahan Hasil Penanganan Pengaduan Masyarakat sebagai bahan penyelidikan atas dugaan penyimpangan proyek pengadaan sapi yang melibatkan oknum anggota DPR RI di Lingkungan Kementerian Pertanian TA 2019-2020.
Adapun Firli adalah pimpinan KPK terakhir yang memberikan disposisi agar Deputi Penindakan melakukan lidik terbuka.
Lalu, Karyoto, yang saat itu menjabat sebagai Deputi Penindakan dan Eksekusi, disebut mengabaikan disposisi tersebut dengan tidak menerbitkan Surat Perintah Penyelidikan (Sprinlidik).
"Bahwa terkait dengan ditemukannya lembar informasi bagi Pimpinan KPK, Agenda Nomor: LD-1231/02.Intern/04/2021 tanggal 28 April 2021 terkait dengan Nota Dinas Deputi INDA Nomor: 117/PM.01.00/30-35/04/2021 tanggal 27 April 2021 pada saat penggeledahan di rumah dinas saksi Syahrul Yasin Limpo, menurut terperiksa ada yang membocorkan kepada saksi Syahrul Yasin Limpo yaitu dari Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi saat itu yaitu Sdr. Karyoto," kata Harjono membacakan klarifikasi Firli.
Selama proses berjalan, Firli sering menuding Karyoto. Menurut dia, proses yang sedang berjalan di Polda Metro Jaya tidak murni sebagai penegakan hukum. Firli menilai ada kepentingan Karyoto.
Tudingan itu termuat dalam permohonan Praperadilan yang diajukan Firli ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan. Namun, hakim tunggal PN Jakarta Selatan Imelda Herawati menyatakan tidak dapat menerima permohonan tersebut.