Selain Fathia, peserta seleksi yang lain, Satrio juga menduga tes SKB non-CAT penuh manipulasi. Apalagi, tanggung jawab seleksi ini diserahkan ke masing masing perguruan tinggi.
Satrio mengikuti seleksi dosen CPNS untuk salah satu universitas negeri di Jakarta. Kejanggalan yang dia dapatkan yaitu adanya kesenjangan penilaian antar penguji.
"Total nilai microteaching saya 15,5. Saya diberitahu bahwa satu penguji memberikan nilai saya 19. Dan penguji lainnya memberikan nilai di bawah ambang batas atau kurang, karena beliau beranggapan saya tidak menjawab pertanyaannya dengan benar," kata Satrio.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya merasa ada kesenjangan penilaian. Salah satu penguji berpandangan bahwa penampilan dan jawaban saya baik-baik saja. Disparitas nilai antar penguji membuat saya bertanya-tanya apa motivasinya?" lanjutnya.
Satrio menyebut pemilihan materi atau mata kuliah dalam microteaching berdasarkan pada kompetensi yang dia miliki. Ia mengambil mata kuliah pengantar ilmu sejarah.
"Karena pada masa studi sarjana mendapatkan nilai sangat memuaskan di mata kuliah tersebut. Nilai yang sama juga didapatkan pada mata kuliah yang beririsan yaitu metodologi sejarah saat studi master," ucapnya.
Dia juga mengungkapkan kompetensinya telah ditunjukkan dalam berbagai pengalaman yang diakui melalui sertifikat dari berbagai instansi baik di dalam maupun di luar negeri.
Di tahun 2021, Satrio diakui sebagai Overseas Researcher untuk National University of Singapore (NUS) oleh Associate Professor Masuda Hajimu.
Di tahun yang sama, Lembaga Sertifikat Profesi Kebudayaan Kemendikbud mengakui bahwa Satrio berkompeten dalam bidang sejarah. Selain itu, dia juga dipercaya melakukan penelitian dan penulisan untuk berbagai instansi seperti Pusat Sejarah Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Kemendikbud.
Satrio melakukan sanggah atas perolehan nilai 15,5 pada saat microteaching. Sebelumnya, dari tiga peserta di formasinya, Satrio menduduki peringkat kedua dalam perolehan nilai SKD CAT.
Pada tes wawancara dan SKB CAT dirinya selalu menduduki peringkat kedua dari jumlah kebutuhan dua formasi pada perolehan seluruh tes, kecuali microteaching.
"Saya menjalani sanggah baik melalui akun SSCASN dan bersurat bukan ingin diluluskan. Tapi berharap transparansi, keadilan, dan objektivitas dalam pelaksanaan pengadaan PNS ini berjalan sebagaimana amanat undang-undang dan peraturan pemerintah yang saya tulis dalam surat sanggah," ujar Satrio yang melamar dosen di kampus almamaternya itu.
Saat ini juga ada petisi dengan judul 'Menuntut Keadilan dan Transparansi Sistem Seleksi Dosen CPNS Kemendikbud' di change.org. Petisi itu diinisiasi seseorang bernama Agista Merin.
Hingga Rabu pukul 17.50 WIB, petisi itu diteken 1.425 orang. Agista berpendapat penilaian dua tes non-CAT dalam SKB bersifat sangat subjektif dan merugikannya dan peserta lain karena menekankan unsur 'like and dislike', bukan pada kompetensi peserta.
Plt Kepala Biro Humas, Hukum, dan Kerja Sama BKN Nanang Subandi mengklaim tes CPNS dosen telah sesuai dengan aturan yang berlaku.
Dia menyebut pelaksanaan SKB bagi formasi CPNS sesuai Peraturan Menteri PANRB 27/2021 Pasal 43 dan 44. Dalam ketentuan itu, selain melaksanakan SKB dengan sistem CAT, instansi pusat dapat melaksanakan SKB tambahan paling sedikit satu jenis/bentuk tes lain setelah mendapat persetujuan menteri.
SKB tambahan yang dimaksud bisa berupa psikotes, wawancara, tes kemampuan akademik, bahasa asing, jiwa, atau tes lainnya yang sesuai persyaratan jabatan.
Dia berkata SKB dengan sistem CAT memiliki bobot minimal 50 persen dari nilai SKB keseluruhan. Sementara SKB tambahan (non-CAT) diberikan bobot paling tinggi 30 persen.
Jika ada jenis/bentuk tes berupa uji penambahan nilai dari sertifikat kompetensi diberikan bobot paling tinggi 20 persen dari nilai SKB keseluruhan.
Sementara itu, kata dia pengolahan hasil SKB tambahan menjadi tanggung jawab panitia seleksi instansi yang hasilnya disampaikan kepada panitia seleksi nasional (panselnas). Pengolahan hasil integrasi nilai SKD dan SKB juga dilakukan oleh Panselnas.
Nanang tidak berkomentar banyak terkait adanya dugaan kecurangan pada seleksi SKB non CAT. Dia mengatakan hal tersebut menjadi kewenangan Panselnas.
"Silakan dilaporkan ke Panselnas," kata Nanang saat dihubungi.
Kepala Biro Humas dan KIP Universitas Indonesia (UI) Amelita Lusia mengaku sudah mengecek dugaan kecurangan tersebut di internal kampus. Amelita mengklaim UI telah menjalankan seleksi sangat ketat.
"Karena kami ingin mendapatkan SDM yang terbaik dan menguasai keilmuannya," kata Amelita kepada CNNIndonesia.com, Kamis (25/1).
UI juga mengklaim mengembangkan mekanisme seleksi sedemikian rupa, sehingga melibatkan banyak pihak, baik di tingkat fakultas maupun universitas. Menurut Amelita, peserta yang lulus seleksi SKD, pasti ada yang tidak lulus di SKB. Ia mengatakan itu hal biasa.
Dia menjelaskan SKB di UI terdiri dari SKB CAT dan SKB tambahan yakni berupa wawancara oleh user dan microteaching. Pada tahap ini, kata dia, kompetensi bidang si pelamar dinilai untuk melihat apakah sesuai dengan jabatan yang sedang dibutuhkan dan dipersiapkan.
"Peserta yang lulus SKB CAT bisa saja tidak lulus SKB Tambahan. Pada suatu proses seleksi, pasti ada yang gagal, namun bukan berarti yang gagal itu jelek atau tidak berkompeten," ujarnya.
"Hal itu semata-mata karena yang diterima lebih cocok dengan yang dibutuhkan oleh UI," lanjutnya.
CNNIndonesia.com juga telah menghubungi pihak-pihak terkait lainnya, tetapi mereka belum juga merespons. Pihak yang dimaksud yaitu Inspektur Jenderal (Irjen) Kemendikbudristek, Chatarina Muliana Girsang, Plt Kepala Biro Kerjasama dan Humas Kemendikbud Ristek Anang Ristanto, dan Rektor UNJ Komarudin.
(yla/tsa)