Indonesia Memanggil (IM57+) Institute membela Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang kalah melawan eks Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej alias Eddy Hiariej dkk dalam sidang Praperadilan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.
Ketua IM57+ Institute M. Praswad Nugraha mengatakan pertimbangan hakim tunggal Estiono bertentangan dengan Undang-undang (UU) KPK.
Praswad menjelaskan KPK dengan segala keistimewaannya mendorong kehati-hatian penyelidik dan penyidik dalam memproses seseorang menjadi tersangka dengan memberikan beban bukti permulaan yang cukup untuk menaikkan status hukum menjadi tersangka. Artinya, kata dia, berbagai bukti permulaan dikumpulkan pada proses penyelidikan sesuai ketentuan Pasal 44 UU KPK.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Menjadi persoalan ketika hakim dalam pertimbangannya mempersoalkan pengumpulan bukti permulaan pada tahap penyelidikan dan bukan penyidikan," ujar Praswad melalui keterangan tertulis, Rabu (31/1).
"Bagaimana mungkin KPK mengumpulkan bukti permulaan pada tahap penyidikan sedangkan standar KPK penetapan tersangka sudah harus menyebut nama tersangka pada saat naik pada tahap penyidikan?" imbuhnya.
Praswad khawatir logika hakim dalam pertimbangan putusan menutup jalan bagi KPK menetapkan seseorang menjadi tersangka. Lebih lanjut, ia memandang putusan hakim yang mengabulkan Praperadilan Eddy Hiariej dkk dapat menjadi preseden buruk untuk perkara lain.
"Perlu adanya upaya mendalam untuk memeriksa proses Praperadilan ini sehingga menjadi jelas bagaimana pertimbangan hakim bisa mengarah ke sana," kata Praswad.
Terakhir, mantan penyidik KPK ini meminta Komisi Yudisial (KY) dan Badan Pengawas Mahkamah Agung (Bawas MA) memeriksa latar belakang yang membuat hakim tunggal Estiono mengabulkan Praperadilan Eddy Hiariej dkk.
"Hal ini karena hakim seharusnya mengetahui secara baik tahap penyelidikan dan penyidikan berdasarkan UU KPK dengan segala kekhususannya," terang Praswad.
Sebelumnya, hakim tunggal Estiono menyatakan penetapan tersangka terhadap Eddy Hiariej dkk oleh KPK adalah tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat karena tidak memenuhi minimum dua alat bukti sebagaimana ketentuan Pasal 184 ayat 1 KUHAP.
Dengan demikian, status tersangka Eddy Hiariej beserta dua orang dekatnya yaitu Yogi Arie Rukmana dan Yosi Andika Mulyadi gugur.
Eddy Hiariej dkk mengajukan Praperadilan karena tidak terima ditetapkan KPK sebagai tersangka kasus dugaan suap Rp8 miliar. Mereka disebut menerima suap dari Direktur Utama PT Citra Lampia Mandiri (CLM) Helmut Hermawan. Helmut sudah ditahan KPK.