Eks Mendag Lutfi Ungkap Hilirisasi Indonesia Bikin China-Eropa Waswas

Advertorial | CNN Indonesia
Kamis, 01 Feb 2024 00:00 WIB
Mantan Menteri Perdagangan, Muhammad Lutfi, menyatakan bahwa hilirisasi mampu meningkatkan nilai tambah ekspor nonmigas Indonesia
(Foto: CNNIndonesia/Tunggul)
Jakarta, CNN Indonesia --

Mantan Menteri Perdagangan, Muhammad Lutfi, menyatakan bahwa hilirisasi mampu meningkatkan nilai tambah ekspor nonmigas Indonesia, di mana Indonesia sempat dicekal oleh Eropa dan China karena perkembangan ekspor yang begitu pesat.

Pada kegiatan Relawan Pengusaha Muda Nasional (Repnas) Talkshow: Blak-blakan soal Mobil Nasional dan Polemik LFP vs Nikel, Lutfi mengungkapkan kisah sukses hilirisasi yang dilakukan pemerintah Indonesia, yang membuat negara-negara maju ketar-ketir.

Sebelum Desember 2019, kata Lutfi, Indonesia hanya mengekspor bijih atau ore nikel. Bahan mentah itu dijual ke China dengan harga US$20/ton atau setara dengan Rp316.460 dengan kurs Rp15.823 per dolar AS. Barang mentah itu lalu kembali dibeli Indonesia menjadi barang jadi.

"Ini sudah menjadi cerita dari zaman penjajahan Belanda, tidak pernah berakhir sampai Indonesia merdeka," ujar Lutfi pada Senin (29/1).

Bukan hanya nikel, bauksit Indonesia di Pulau Kijang, Kepulauan Riau yang memiliki konsesi sejak 1980 juga digali oleh Jepang, sampai hampir tenggelam.

Nikel dan bauksit diolah oleh negara-negara yang memiliki teknologi untuk bahan baku produk jadi, salah satunya kendaraan. Nantinya, produk-produk tersebut bakal masuk ke Indonesia melalui impor secara lengkap dan dirakit di Indonesia atau completely knocked down (CKD).

Pada Desember 2019, lanjut Lutfi, Presiden Joko Widodo mulai melarang ekspor ore nikel. Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia pun memberhentikan ekspor tersebut.

Pasca larangan itu, nilai ekspor Indonesia pun meroket. China lantas menerapkan kebijakan bea masuk tindak pengamanan (BMTP) atau safeguard dengan penalti 20 persen sejak akhir 2020.

Menurut Lutfi, hal itu dilakukan agar industri baja nirkarat China tidak hancur karena Indonesia.

"Neraca perdagangan Desember 2019 ekspor ore kita yang berbasis nikel US$1,1 miliar atau setara Rp17,4 triliun. Ini belum bicara baterai. Januari 2020, kita lihat berapa ekspor kita yang berbasis berdasarkan nikel yang sudah diolah menjadi stainless steel,"

"Angka loncat jadi US$10,86 miliar (setara Rp 171,8 triliun). Ada 11 kali nilai tambah, ekspor lagi ke China 69 persen. Kemudian, industri China yang paling kompetitif di dunia kalah sama Indonesia, dikasih barrier atau hambatan tarif 20% persen," papar Lutfi.

Lutfi, yang saat itu menjabat Menteri Perdagangan, mengaku khawatir bahwa kebijakan itu bakal menurunkan ekspor Indonesia. Namun, neraca perdagangan Indonesia dengan China ternyata tetap mencatatkan hasil positif bagi ekspor Indonesia, dengan pertumbuhan pengiriman baja nirkarat hampir dua kali lipat.

Selain China, Eropa juga berupaya mencekal pertumbuhan ekspor Indonesia, dengan menyebut program hilirisasi Indonesia tidak ramah lingkungan. Indonesia pun lalu memerangi kebijakan tersebut melalui World Trade Organization (WTO).

Untuk itu, Lutfi menyatakan mendukung hilirisasi yang ingin digenjot oleh pemerintah. Menurutnya, Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk menjadi negara dengan perekonomian kuat.

Lutfi sendiri berharap, Indonesia bisa menjadi negara industrialisasi, yang diyakini menjadi kunci untuk keluar dari jebakan negara berpendapatan menengah atau middle income trap.

"Kita ada deadline, kalau tidak industrialisasi, telat dan tidak melaksanakan pada hari ini juga, maka kita tidak bisa keluar middle income trap 2038-2040 kita selesai," tuturnya.

Pada kesempatan yang sama, Ketua Umum Repnas Anggawira menyatakan, hilirisasi merupakan cara Indonesia untuk naik kelas menjadi negara maju. Terlepas dari siapa yang nantinya memenangkan Pilpres 2024, dirinya meminta agar presiden terpilih mendatang tetap meneruskan kebijakan hilirisasi.

Anggawira yang juga Sekjen Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) mengatakan, hilirisasi berhasil menaikkan daya tawar Indonesia di kancah global. Alhasil, Indonesia jadi semakin tidak mudah ditekan oleh negara lain.

"Hilirisasi nikel memberikan dampak bagi pertumbuhan ekonomi kita. Jadi program hilirisasi Presiden Jokowi harus dilanjutkan," kata Anggawira.

Terlebih, Indonesia yang merupakan negara penghasil nikel terbesar di dunia, berpeluang menjadi pemain penting dalam rantai pasok global.

"Ini potensi besar untuk pembuatan mobil listrik besutan Indonesia sendiri. Jika tidak diolah, maka akan menjadi negara yang begini-begini saja, tidak naik kelas dan tidak maju-maju," katanya.

(adv/adv)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER