Masjid Sultan Riau yang Ditempel dengan Putih Telur di Pulau Penyengat

CNN Indonesia
Sabtu, 16 Mar 2024 06:00 WIB
Masjid Raya Sultan Riau Pulau Penyengat menjadi salah satu ikon Kepulauan Riau, baik dari sisi perkembangan agama Islam maupun objek wisata.
Masjir Raya Sultan Riau Pulau Penyengat di Provinsi Kepulauan Riau. (CNN Indonesia/Arpandi)
Tanjungpinang, CNN Indonesia --

Masjid Raya Sultan Riau Pulau Penyengat yang ada di Kampung Jambat. Kelurahan Penyengat, Kota Tanjungpinang, Provinsi Kepulauan Riau masih kokoh berdiri setelah lebih dari dua abad.

Bangunan itu kokoh dengan arsitektur hingga warna kuningnya yang mencolok.

Ketua Masjid Raya Sultan Riau Pulau Penyengat, Raja Alhafiz bercerita di masa lampau---saat era Kesultanan Riau, Lingga, Johor, dan Pahang---pulau itu kosong dan hanya jadi tempat singgah nelayan atau pelaut untuk mengambil bekal air minum. Pulau itu memiliki telaga air tawar untuk di minum dan airnya tidak pernah kering meski kondisi cuaca panas.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kemudian, pulau itu dijadikan mahar atau mas kawin saat Sultan Mahmud Riayat Syah menikahi anak dari Raja Haji Fisabilillah, Raja Hamidah Engku Putri.

"Jadi banyak mengatakan, bahwa Pulau Penyengat Pulau Mas Kawin, dari Sultan Mahmud Riayat Syah ke Raja Hamidah Engku Putri," kata Alhafiz kepada CNNIndonesia.com, Senin (4/3).

Masjid yang dibangun pada 1803 itu mulanya kecil menggunakan bahan kayu di pinggir pantai Pulau Penyengat. Namun, dengan berkembangnya peradaban, masjid tersebut kemudian dijadikan tempat pusat pemerintahan kerajaan.

Seiring dengan pesat berkembangnya masa itu, masjid tersebut tidak bisa menampung jumlah masyarakat yang ada sehingga Sultan memerintahkan untuk membangun masjid yang lebih baik, lebih bagus dan lebih besar.

"Maka dijadikan lah masjid di tempat ini, masjid ini didirikan pada tahun 1832 cuman itu tidak ada di jelaskan berapa lama pekerjaannya," kata Ketua Masjid Raya Sultan Riau Pulau Penyengat, Raja Alhafiz.

Sif pria dan perempuan hingga putih telur

Dalam pembangunannya menjadi masjid yang tak lagi berdinding kayu, Alhafiz menerangkan dilakukan secara bergotong-royong siang malam oleh warga baik laki-laki maupun perempuan.

Dia mengatakan ketika siang dikerjakan kaum perempuan dan malam hari dikerjakan laki-laki.

Kemudian di samping itu juga, masjid ini dibangun tidak menggunakan besi beton dan susunan batu hingga bata tak disemen.

Alhafiz mengatakan pada zaman tersebut tak ada semen, sehingga masjid itu dibangun menggunakan susunan bata yang pelekatnya adalah pasir, tanah liat, kapur, dan putih telur. Dia bercerita, kala itu warga-warga di pulau sekitar diminta kerajaan untuk mengirim bantuan makanan buat para pekerja dari mulai ikan asin hingga telur.

Khusus telur itu, kuningnya menjadi santapan para pekerja, sementara putihnya dikumpulkan menjadi pelekat campuran membangun masjid.

"Jadi, arsitek yang membangun masjid ini adalah orang India asal Singapura mengatakan bahwa, putih telur itu merupakan perekat sangat bagus, untuk bangunan," ujar Alhafiz.

Masjid Raya Sultan Riau Pulau Penyengat di Kampung Jambat Kelurahan Penyengat Kota Tanjungpinang Kepri.Seorang pengunjung mengabadikan benda-benda peninggalan sejarah di Masjid Raya Sultan Riau Pulau Penyengat, Kepulauan Riau. (CNN Indonesia/Arpandi)

Filosofi Islam

Dia mengatakan masjid tertua di Kepulauan Riau itu arsitekturnya dibangun dengan filosofi Islam. Contohnya, kata dia, 13 anak tangga untuk naik ke atas masjid yang melambangkan 13 rukun salat, lalu 5 buah pintu yang melambangkan rukun Islam, dan 6 buah jendela yang juga melambangkan rukun iman.

Tidak hanya itu kubah masjid sebanyak 13 buah dan 4 menara yang totalnya 17 itu menandai jumlah rakaat salat fardu dalam sehari.

Salah satu ciri lain dari rumah ibadah itu adalah terdapatnya rumah sotoh dan balai tempat musyawarah di bagian kanan dan kiri halaman masjid.

Balai-balai yang bentuknya menyerupai rumah panggung tak berdinding ini dulu digunakan sebagai tempat untuk menunggu waktu salat dan berbuka puasa pada bulan Ramadhan. Adapun rumah sotoh adalah sebuah bangunan dengan arsitektur Arab yang menjadi tempat mempelajari ilmu agama.

Salah satu pengunjung, Rusdi, mengaku takjub dengan masjid tersebut serta masih terpeliharanya peninggalan sejarah dan bangunannya. Menurut nya Masjid Raya Sultan Riau Pulau Penyengat ada kesamaan dengan Masjid Raja Ahmed di Istanbul Turki, karena menaranya masjid berbentuk kerucut yang lebih tinggi.

Selain itu, kata dia, ornamennya pun mirip dengan masjid yang ada di Turki. Begitupun dengan lampu hias yang ada di dalam Masjid seperti Masjid Hagia Shopia.

 Ada keunikan tersendiri ya, menurut saya Masjid Raya Sultan Riau Pulau Penyengat, seperti Masjid Hagia Shopia di Turki kalau dilihat ornamen nya," kata Rusdi.

Baca halaman selanjutnya

Tulisan ini adalah rangkaian dari kisah masjid-masjid kuno di Indonesia yang diterbitkan CNNIndonesia.com pada Ramadan 1445 Hijriah

Tradisi Jejak Tanah hingga Tahlil Jamak Kenduri Arwah

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER