Kejaksaan Agung membeberkan delapan tersangka baru dalam kasus korupsi pemberian fasilitas kredit dari perbankan kepada PT Sritex.
Tersangka Allan Moran Severino (AMS) selaku Direktur Keuangan PT Sritex Periode 2006-2023 berperan sebagai penanggung jawab keuangan perusahaan, termasuk untuk urusan kredit ke pihak perbankan.
Allan juga berperan menandatangani permohonan kredit pada Bank DKI dan memproses permohonan pencairan kredit dengan underlying berupa invoice fiktif.
"Menggunakan uang pencairan kredit dari Bank DKI tidak sesuai dengan peruntukannya (modal kerja), melainkan menggunakan uang pencairan kredit tersebut untuk melunasi hutang MTN (medium term note)," kata Direktur Penyidikan Jampidsus Kejaksaan Agung, Nurcahyo Jungkung Madyo. dalam konferensi pers, Selasa (22/7) dini hari.
Lalu, tersangka Babay Farid Wazadi (BFW) selaku Direktur Kredit UMKM merangkap Direktur Keuangan PT Bank DKI tahun 2019-2022 berperan sebagai pejabat pemegang kewenangan memutus kredit bertanggung jawab atas keputusan yang diambil terhadap suatu MAK (memorandum analisa kredit).
Babay selaku Direksi Komite A2 tidak mempertimbangkan kewajiban MTN PT. Sritex pada BRI yang akan jatuh tempo. Ia juga tidak meneliti pemberian kredit PT. Sritex sesuai norma umum perbankan dan ketentuan bank.
Cahyo menyebut Babay juga memutus pemberian kredit PT. Sritex dengan fasilitas jaminan umum tanpa kebendaan walaupun PT Sritex tidak termasuk kategori debitur prima.
Selanjutnya, tersangka Pramono Sigit (PS) selaku Direktur Teknologi dan Operasional PT Bank DKI tahun 2015-2021 berperan sebagai pejabat pemegang kewenangan memutus kredit bertanggung jawab atas keputusan yang diambil terhadap suatu MAK.
Kata Cahyo, Pramono selaku Direksi Komite A2 tidak mempertimbangkan adanya kewajiban Medium Term Note PT. Sritex yang akan jatuh tempo.
Ia juga tidak meneliti pemberian kredit PT. Sritex sesuai norma umum perbankan dan ketentuan bank serta memutus Kredit PT. Sritex dengan fasilitas jaminan umum tanpa kebendaan walaupun PT Sritex tidak termasuk kategori debitur prima.
Kemudian, Yuddy Renaldi (YR) selaku Direktur Utama PT Bank BJB tahun 2019-Maret 2025 berperan sebagai Komite Kredit Komite Pemutus soal pemberian penambahan plafon kredit kepada PT. Sritex sebesar Rp350 miliar.
"Walaupun ia mengetahui dalam rapat komite kredit pengusul MAK menyampaikan bahwa PT. Sritex dalam laporan keuangannya tidak mencantumkan credit existing sebesar Rp200 miliar dan pada saat itu MIN PT. Sritex akan jatuh tempo sehingga diusulkan pemberian kredit baru akan disetujui setelah PT. Sritex membayar MTN yang jatuh tempo," tutur Cahyo.
Kelima, tersangka Benny Riswandi (BR) selaku Senior Executive Vice Presiden (SEVP) Bisnis Bank BJB tahun 2019 -2023 tidak melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya sebagai komite kredit sesuai dengan Prinsip 5 C (Character, Capacity, Capital, Collateral, Condition).
Dalam melakukan evaluasi atas permohonan kredit PT. Sritex, Bennny tidak pernah melakukan evaluasi terkait keakuratan laporan keuangan yang disajikan oleh analisis kredit, divisi bisnis dan divisi credit risk maupun pimpinan Divisi Korporasi dan komersial.
"Namun Benny Riswandi hanya percaya terkait pemaparan yang disampaikan pimpinan Divisi Korporasi dan Komersial. Sedangkan untuk pemberlakuan jaminan dengan Clean Basis atau tanpa jaminan fisik yang semata-mata hanya didasarkan pada keyakinan yaitu PT Sritex telah go public selama tiga tahun dan laporan keuangan selalu baik," tutur Cahyo.
"Sedangkan tersangka mengetahui bahwa PT Sritex mengalami penurunan produksi dan penurunan ekspor serta peningkatan kewajiban karena memiliki kredit di beberapa bank sesuai yang tertera pada SLIK OJK," lanjutnya.
Lalu, tersangka Supriyatno (SP) selaku selaku Direktur Utama Bank Jateng tahun 2014-2023 berperan sebagai pejabat pemegang kewenangan memutus kredit bertanggung jawab atas keputusan yang diambil terhadap suatu MAK.
Cahyo menyebut Supriyatno tidak membentuk Komite Kebijakan Perkreditan atau Komite Kebijakan Pembiayaan (KKP) dan Komite Pembiayaan (KK) pada Pemberian fasilitas kredit modal kerja rantai pasok (SCF) kepada PT. Sritex.
Supriyatno juga menyetujui pemberian kredit kepada PT. Sritex walaupun mereka mengetahui kewajiban PT. Sritex lebih besar dari aset yang dimiliki sehingga kredit tersebut berisiko.
"Menyetujui dan menandatangani usulan Memorandum Analisa Kredit yang diajukan oleh PT Sritex tanpa dilakukan verifikasi secara langsung terhadap kebenaran Laporan Keuangan Audited PT Sritex 2016-2018, melainkan hanya melakukan analisa terhadap data-data yang disajikan dalam laporan keuangan tersebut. Tidak melakukan evaluasi terkait keakuratan laporan keuangan yang disajikan oleh analisis kredit," tutur Cahyo.
Selanjutnya, Pujiono (PJ) selaku Direktur Bisnis Korporasi dan Komersial Bank Jateng tahun 2017-2020 berperan sebagai pejabat pemegang kewenangan memutus kredit bertanggung jawab atas keputusan yang diambil terhadap suatu MAK.
Pujiono tidak membentuk Komite Kebijakan Perkreditan atau Komite Kebijakan Pembiayaan (KKP) dan Komite Pembiayaan (KK) pada Pemberian fasilitas kredit modal kerja rantai pasok (SCF) kepada PT. Sritex.
Ia juga menyetujui pemberian kredit kepada PT. Sritex walaupun mereka mengetahui kewajiban PT. Sritex lebih besar dari aset yang dimiliki sehingga kredit tersebut berisiko.
Kata Cahyo, Pujiono turut menyetujui dan menandatangani usulan Memorandum Analisa Kredit yang diajukan oleh PT Sritex tanpa dilakukan verifikasi secara langsung terhadap kebenaran Laporan Keuangan Audited PT Sritex 2016-2018. Ia juga dak melakukan evaluasi terkait keakuratan laporan keuangan yang disajikan oleh analisis kredit.
Terakhir, Suldiarta (SD) selaku Kepala Divisi Bisnis Korporasi dan Komersial Bank Jateng tahun 2018-2020 tidak memastikan terselenggaranya kegiatan operasional bank yang sesuai dengan manajemen risiko dan melaksanakan kegiatan pengelolaan manajemen risiko oleh seluruh unit kerja Bank Jateng.
"Kajian risiko tidak ditindak lanjuti oleh analis kredit melalui mekanisme Trade Checking dan dalam menyusun analisa kredit dibuat dengan data yang tidak diverifikasi dan diyakini kebenarannya terkait data buyer dan supplier data keuangan, sehingga analis belum melakukan perhitungan repayment capacity," kata Cahyo.
Suldiarta juga menandatangani usulan MAK yang diajukan oleh PT Sritex tanpa dilakukan verifikasi secara langsung terhadap kebenaran Laporan Keuangan Audited PT Sritex 2016-2018. Melainkan hanya melakukan analisa terhadap data-data yang disajikan dalam laporan keuangan tersebut.
"Tidak melakukan evaluasi terkait keakuratan laporan keuangan yang disajikan oleh analisis kredit. Tidak menyusun analisa kredit/ penyediaan dana lainnya atas dasar data yang diterima dan diverifikasi serta diyakini kebenarannya dan menandatangani surat pemberitahuan persetujuan limit supply chain financing PT Sritex," pungkas Cahyo.
(dis/rds)