DPR Bantah RKUHAP Hapus Lex Specialis UU Tipikor

CNN Indonesia
Rabu, 23 Jul 2025 17:04 WIB
Ketua Komisi III DPR Habiburokhman menegaskan RKUHAP tidak menghapus asas lex specialis tindak pidana korupsi, malah memperkuat pemberantasan korupsi.
Ketua Komisi III DPR Habiburokhman. (Foto: CNN Indonesia/Arief Bimaputra)
Jakarta, CNN Indonesia --

Ketua Komisi III DPR Habiburokhman membantah revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) akan menghapus sifat lex specialis tindak pidana korupsi.

Asas Lex Specialis Derogat Legi Generali merupakan asas hukum yang mengandung arti 'aturan yang sifatnya khusus mengesampingkan aturan yang bersifat umum.'

Dalam konteks ini, UU Tipikor dianggap sebagai aturan khusus yang bisa mengesampingkan aturan hukum lain yang bersifat umum, salah satunya KUHAP.

Menurut Habib, RKUHAP justru akan memperkuat kerja-kerja pemberantasan korupsi. Menurut dia, ketentuan itu tertuang dalam Pasal 3 ayat 2 yang menyebutkan KUHAP dimaksudkan untuk melaksanakan tata cara peradilan seluruh tindak pidana, kecuali diatur dalam undang-undang lain.

"Tidak benar bahwa KUHAP menghilangkan sifat lex specialis UU Tipikor dan UU KPK," kata Habib dalam keterangannya, Rabu (23/7).

Pernyataan itu dia sampaikan sekaligus merespons kekhawatiran KPK yang menyebut lex spesialis tipikor akan dihapus dari naskah KUHAP baru.

Sementara, Habib mengatakan selain diatur dalam Pasal 3 ayat 2, penguatan kerja-kerja pemberantasan korupsi juga diatur dalam Pasal 7 ayat (5).

Kata Habib, Bunyi pasal tersebut secara eksplisit menyebutkan bahwa penyidik KPK dikecualikan dari koordinasi dan pengawasan oleh penyidik Polri.

Habib mengatakan Komisi III akan mengundang KPK dan aktivis antikorupsi dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) RKUHAP usai masa reses anggota dewan Agustus mendatang. DPR akan memulai pada Kamis (24/7) hingga sebulan ke depan.

"Kami akan mengalokasikan waktu raker atau RDPU dengan KPK dan aktivis anti korupsi untuk membahas masukan terkait RUU KUHAP," katanya.

Selain itu, Habib dalam keterangannya juga membantah penyelidik dan penyidik KPK tidak diakomodir dalam KUHAP baru.

Dia menjelaskan bahwa berdasarkan hasil rapat Panitia Kerja (Panja), Pasal 1 angka 7 RKUHAP mengatur penyelidik adalah pejabat Polri atau pejabat lain yang diberi kewenangan untuk melakukan penyelidikan.

"Jadi tidak benar kalau penyidik hanya dari Polri," katanya.

KPK sebelumnya mencatat setidaknya ada 17 permasalahan dalam RKUHAP. Salah satu poin yang dikhawatirkan adalah RKUHAP mengeliminasi asas lex specialis sebagaimana yang berlaku hingga kini.

"Kemudian Pasal 327 itu punya potensi dimaknai penyelesaian penanganan perkara itu hanya bisa dengan hukum acara pidana biasa, sedangkan yang ditangani oleh KPK kan merujuk pada Undang-undang KPK," kata Kepala Bagian Perancangan Peraturan Biro Hukum KPK Imam Akbar Wahyu Nuryamto.

Kekhawatiran lain mengenai penyelidikan yang berpotensi menjadi tidak independen.

"Contoh misalkan rumusan Pasal 20, dalam melaksanakan penyelidikan harus dikoordinasikan, diawasi dan diberi petunjuk oleh Polri. Nah, tentu ini menjadi pertanyaan dan tantangan, apakah memang ini yang diharapkan oleh perumus undang-undang?" kata Imam.

KPK mengaku telah menyurati Presiden RI dan Pimpinan DPR terkait hal itu. Dalam suratnyanya, mereka memberi catatan atau masukan terhadap sejumlah pasal yang berpotensi melemahkan kerja-kerja pemberantasan korupsi.

(thr/wis)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER