ANALISIS

Menggugat Dalil Klasik Efisiensi di Balik Usul Pilkada Tak Langsung

CNN Indonesia
Selasa, 29 Jul 2025 12:05 WIB
Wacana pilkada tak langsung alias ditunjuk atau lewat DPRD kembali muncul setelah disinggung Cak Imin saat harlah PKB. Bagaimana pemerhati p emiliu melihatnya?
Warga menggunakan hak pilihnya pada Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2024 di Jakarta. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)

Direktur Trias Politika Strategis Agung Baskoro menilai usulan pilkada lewat DPRD mengecewakan. Menurut Agung, semua pemilu mestinya menjadi kemewahan terakhir masyarakat dalam berdemokrasi, tak terkecuali pilkada.

Namun, dia menilai elite politik justru masih ingin merenggut kemewahan berdemokrasi masyarakat itu. Oleh karenanya, Agung berpandangan usul pilkada lewat DPRD boleh jadi akan semakin menjauhkan partai dengan masyarakat.

Menurut Agung, pemerintah maupun DPR mestinya bisa belajar dari kasus usulan untuk mengembalikan pilkada lewat DPRD di masa pemerintahan SBY. Dia menyebut alasan efisiensi juga tak relevan di balik usulan itu saat ini.

Sebab, alasan efisiensi di balik usulan pilkada lewat DPRD sama dengan membakar tikus dalam lumbung. Mestinya, kata dia, pemerintah dan DPR cukup mencari tikusnya, alih-alih membakar semua lumbung.

"Sehingga saya lebih meng-endorse arahan untuk merevisi UU Paket Politik kita diarahkan bagaimana negara bisa mengawasi dan menghukum tindak tanduk para pelaku money politics dengan seberat mungkin," kata Agung saat dihubungi, Selasa (29/7).

Meski begitu, Agung menilai usulan tersebut bukan tidak mungkin lolos di DPR. Terlebih, partai menurut dia lebih banyak memiliki kepentingan di dalamnya karena mereka akan lebih mudah mengkonsolidasikan dukungan dibanding lewat masyarakat.

Apalagi, koalisi pemerintah saat ini cukup gemuk di parlemen. Namun, dia mengingatkan dengan suara publik. Sebab, lanjutnya, taruhannya akan lebih besar bagi pemerintah maupun DPR.

"Kalau saya melihat usulan ini bisa saja diakomodir atau diputuskan oleh elite karena KIM [Koalisi Indonesia Maju] Plus cukup hegemonik di parlemen. Tapi hati-hati dengan suara publik," kata Agung.

Wacana pemilihan kepala daerah kembali dilakukan di DPRD seperti era Orde Baru (Orba) bukanlah barang baru. Pilkada langsung pertama kali di Indonesia digelar pada 2005 dengan dasar hukum UU 32/2004.

Sepuluh tahun kemudian, DPR menggolkan perubahan undang-undang yang membuat pilkada tak lagi langsung. Saat itu suara fraksi tak bulat untuk menggolkan perubahan undang-undang tersebut, namun fraksi yang menolaknya kalah suara.

UU tersebut kemudian dibatalkan Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) lewat Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu). Setelahnya, DPR RI pun menyetujui Perppu yang diterbitkan SBY selaku presiden saat itu sehingga Pilkada kembali digelar langsung hingga saat ini.

Terkini, Presiden Prabowo dalam beberapa kesempatan pun sempat mengutarakan ingin mengevaluasi sistem pilkada. Salah satunya disampaikan Prabowo dalam acara HUT ke-60 Golkar di Bogor, Kamis (12/12/2024).

"Saya lihat negara-negara tetangga kita efisien. Malaysia, Singapura, India, sekali milih anggota DPRD, sekali milih, ya sudah DPRD itu lah yang milih gubernur, yang milih bupati," kata Prabowo kala itu di hadapan para kader Golkar dan undangan.

(thr/kid)


[Gambas:Video CNN]

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER