Terpisah, Direktur Eksekutif Center for Indonesian Governance and Development Policy (CIGDEP) Cusdiawan mengatakan soal sound horeg bak pisau bermata dua.
Ia berpandangan isu ini harus dilihat secara proporsional, baik dari segi positif dan negatifnya.
Cus mengatakan pada satu sisi sound horeg merupakan tradisi dalam masyarakat yang memiliki nilai sosial-kultural sekaligus ekonomis.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dari segi sosial-kultural, Cus menyebut sound horeg berpotensi merekatkan modal sosial di antara masyarakat.
Sementara dari sisi ekonomis, sound horeg juga tak hanya menguntungkan pelaku usaha belaka melainkan juga memberikan efek berlapis (multiplier effect) bagi pelaku usaha lainnya.
"Karena adanya pusat keramaian atau 'pesta' yang berlangsung bisa mendatangkan keuntungan bagi pelaku usaha lainnya terutama para pedagang, penjaja makanan dan sebagainya," kata Cus lewat aplikasi pesan kepada CNNIndonesia.com.
Namun dari segi negatifnya, sound horeg juga bisa mengundang keresahan masyarakat karena dianggap membuat kebisingan.
"Terlebih lagi ketika ada kondisi-kondisi tertentu seperti warga yang sakit dan sebagainya, maka hak-hak warga untuk mendapat ketentraman pun tidak bisa diabaikan," ujarnya.
Cus menyebut dalam ilmu kebijakan publik: Ketika isu dan keresahan terjadi dalam masyarakat, maka pemerintah perlu merespons dengan mengeluarkan kebijakan yang relevan dengan mendaasarkan pada kajian yang memadai dan kontekstual.
Ia mengatakan kebijakan itu dituangkan melalui beberapa aturan dari mulai edaran, pergub, atau perda untuk mengatur tata kelola sound horeg.
Cus menyebut jika melihat perdebatan yang berkembang, pemerintah perlu menghadirkan kebijakan yang lebih moderat dalam arti proporsional.
Ia mengatakan pemerintah harus bisa melihat potensi positif dari sound horeg ini, tetapi pada sisi lain juga harus bisa mitigasi potensi dampak negatifnya.
"Misalnya, perlu ada aturan-aturan teknis seperti 'membatasi' volume agar tidak terlalu bising, mengatur soal waktu pelaksanaannya baik soal bisa berlangsung pada pukul berapa saja dan durasinya diperkenankan hanya berapa lama," ucap dia.
"Bisa juga membuat aturan yang jelas mengenai lokasi yang diperkenankan dalam pelaksanaan sound horeg ini semisal terpusat di lapangan tertentu atau menghindari pemukiman yang padat dan seterusnya. Adanya kebijakan dan tata aturan yang jelas dan lebih moderat," imbuh Cus.
Lulusan Pascasarjana Ilmu Politik Universitas Padjadjaran itu menyebut dengan langkah itu pun dampak positif dari sound horeg pun tetap dirasakan oleh masyarakat.
Serta secara bersamaan dampak negatif dari sound horeg ini juga tetap bisa diminimalisir, sehingga tidak mengganggu ketentraman warga.
Sementara di saat aturan itu masih belum ada, Cus pun meminta pemerintah melakukan imbauan atau sosialisasi kepada pihak terkait untuk menahan diri.
"Terutama ditujukan bagi pelaku sound horeg agar lebih membatasi aktivitas dan memahami bahwa ada masyarakat lain yang juga memiliki hak untuk tenang, sehingga keberlangsungan intensitas acara maupun volume bisa dibatasi," ujar dia.
Sementara itu untuk menangkal citra negatif, paguyuban pengusaha sound system di Jatim menelurkan sikap antisipatif. Para pengusaha persewaan sound yang tergabung dalam Paguyuban Sound Malang Bersatu mendeklarasikan pencoretan istilah 'horeg' yang dianggap negatif.
Mereka mendeklarasikan istilah baru sebagai ganti sound horeg, yakni Sound Karnaval Indonesia. Deklarasi itu terjadi di tengah perayaan ulang tahun ke-6 Team Sotok di lapangan Desa Gedog Kulon, Kecamatan Turen, Malang, Jatim pada awal pekan ini.
Dalam video yang viral tampak hadir di acara itu Mas Bre, pemilik Brewog Audio Blitar, bos dari Memed Potensio alias Thomas Alva EdiSound Horeg. Memed adalah salah satu tokoh dalam komunitas sound horeg yang sosoknya belakangan viral di media sosial.
Ketua Paguyuban Sound Malang Bersatu David Stevan mengatakan perubahan istilah dilakukan demi menghindari kesalahpahaman masyarakat.
"Tidak lagi menggunakan nama sound horeg. Sudah ikrar agar namanya Sound Karnaval Indonesia. Kita ganti yang horeg itu menjadi Sound Karnaval Indonesia," ujar David, Rabu (30/7).
Dia akui komunitas pengusaha sound system juga tengah menunggu peraturan yang digodok pemerintah mengenai batasan desibel suara. Mereka juga terbuka untuk menyesuaikan dengan aturan yang akan diterapkan
"Kemudian untuk suaranya nanti tergantung peraturan nanti bagaimana," kata pengusaha sound system pemilik Blizzard Audio, salah satu pelopor karnaval dengan sound menggelegar itu.
David yang merupakan warga Turen, Malang mengungkapkan para pengusaha sound tidak pernah memberikan label 'sound horeg' selama menggelar parade atau karnaval sound system. Itu semua, katanya, berasal dari masyarakat berdasarkan getaran suara yang keluar.
David pun berharap seiring pergantian nama ini kegaduhan di masyarakat bisa mereda. Sebab, dia mengaku pihaknya sadar nama sound horeg saat ini sudah berkonotasi negatif.
"Harapan kami ke depannya tidak lagi ada kegaduhan terkait sound ini. Kita juga akan selalu patuh terhadap peraturan pemerintah," katanya.
Pada Rabu kemarin di Surabaya, Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Elestianto Dardak menyatakan aturan tentang sound horeg akan segera diumumkan oleh Pemprov Jatim. Landasan dari aturan itu pun telah ditentukan.
"Landasan acuannya untuk memberi sanksi sudah ada, akan diumumkan saat semuanya sudah selesai (soal aturannya)," kata Emil.
(mnf/kid)