CNN INDEPTH

Apa yang Bisa Dilakukan RI untuk Kurangi Kematian Jemaah Haji Lansia?

Dewi Safitri | CNN Indonesia
Selasa, 26 Agu 2025 13:40 WIB
Angka kematian jemaah haji Indonesia yang tinggi membuat pemerintah Arab Saudi gusar. Apa strategi yang bisa diambil pemerintah?
(REUTERS/Maxar Technologies)

Pada kenyataannya proses pemeriksaan ini tidak berjalan rinci dan maksimal. Misalnya dalam berbagai kasus jamaah hilang dan tersasar di Tana Suci. Penyebabnya seringkali karena jamaah tersebut linglung dan kehilangan orientasi lokasi akibat faktor usia.

Padahal seharusnya karena alasan kesehatan ini, jamaah tersebut tak diloloskan.

Ada juga jamaah yang semestinya didampingi secara khusus tapi ternyata berangkat sendiri sebagai individu yang dianggap mampu. Atau, ada jamaah yang di atas kertas dinyatakan memiliki pendamping, sementara pada praktiknya tidak.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Inisiatif Kementerian Kesehatan meluncurkan Program Haji Ramah lansia sejak tahun lalu belum berhasil menghentikan laju kematian dan sakit jamaah lansia secara signifikan.

Di sisi lain, penerapan aturan skrining kesehatan secara ketat juga tidak mudah. Bayangkan antrian panjang puluhan tahun yang sudah dijalani gagal dipenuhi karena satu-dua hal yang dianggap masih bisa dimaklumi demi keberangkatan ibadah haji.

Petugas istitha'ah dan otoritas haji Indonesia berada dalam posisi dilematis: mengedepankan pertimbangan aturan secara ketat atau prioritas kemanusiaan bagi jamaah/keluarganya yang memaksa berangkat karena sudah menunggu terlalu lama.

Formulasi strategi haji 2026

Apapun alasannya, pengetatan istitha'ah adalah mekanisme yang sudah tidak bisa ditawar. Kementerian Kesehatan dan Kementerian Haji dan Umrah (sebagai pelaksana Haji sesuai revisi UU haji yang disahkan hari ini) perlu melihat kembali apakah metode skrining yang berlaku sudah memenuhi ketentuan yang ketat sekaligus adil bagi jamaah.

Pengetatan ini mungkin harus disertai dengan training ulang petugas kesehatan untuk memenuhi standar baru yang disepakati.

Pengetatan istitha'ah perlu diikuti pengetatan skema pendampingan wajib, dengan lansia usia tertentu (misalnya ≥70 tahun dengan kondisi tertentu atau kelompok risiko tinggi (risti) karena penyakit penyerta) harus didampingi keluarga/pengasuh muda dalam ibadah haji.

Ketentuan ini sudah berlaku, tetapi banyak kasus menunjukkan praktik berbeda di lapangan.

Pendampingan bisa dilakukan dengan mempercepat antrean kerabat yang memang sudah mendaftar, atau pihak lain yang menandatangani kesepakatan tanggungjawab sebagai pendamping.

Strategi lain yang bisa diperkuat adalah sosialisasi masif untuk skema murur dan tanazul pada calon jemaah. Murur berarti 'melintas' adalah upaya pengembalian jamaah dari Arafah ke Mekah tanpa menginap di Muzdalifah dan bahkan di Mina.

Tujuannya mengurangi kepadatan jamaah di dua titik tersebut, sekaligus mengurangi risiko keselamatan bagi jamaah lansia dan berisiko tinggi yang dapat istirahat dengan leluasa di pemondokan asalnya.

Dalam pelaksanaan haji 2025, skema ini sudah diberlakukan, tapi tidak hanya terhadap lansia dan risti tapi juga terhadap sebagian jamaah reguler lainnya. Akibatnya muncul reaksi penolakan karena sejak awal sosialisasi haji yang menyebut skema berlaku untuk jamaah yang berhalangan.

Sementara tanazul dapat menjadi solusi bagi jamaah lansia atau risti yang perlu pulang lebih awal tanpa menunggu jadwal penerbangan pulang sesuai kloternya, sepanjang wajib hajinya telah dipenuhi.

Di luar isu spesifik kelompok lansia dan risti, peningkatan kualitas layanan ibadah haji dapat dilakukan dengan memperbaiki dua hal: transportasi dan kesediaan kemah.

Sampai pelaksanaan ibadah haji 2025, dua isu ini masih jadi persoalan serius di mana ribuan jamaah terlambat atau tak terangkut pada puncak haji dari Mekah-Arafah-Muzdalifah-Mina.

Di tiga lokasi terakhir ini juga masih terjadi kelangkaan kemah sehingga ribuan jamaah bertahan di luar ruang, menyebabkan naiknya risiko sakit.

Seluruh strategi ini membutuhkan koordinasi erat antara aparatus haji Indonesia dan Arab Saudi. Langkah ini telah dimulai dengan kunjungan khusus Presiden Prabowo Juli lalu, sebagai upaya melicinkan jalan negosiasi kuota baru serta upaya perbaikan layanan.

Sebaliknya, peningkatan kapasitas petugas haji baik yang bertugas di Indonesia maupun di Arab Saudi turut menjadi isu strategis.

Perbaikan kemampuan negosiasi di lapangan, kemampuan bahasa Arab dan koordinasi dengan sejawat dari Kementerian Haji dan Umrah Arab Saudi menjadi keharusan untuk menjamin perbaikan kualitas ibadah haji 2026.

(vws)

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER