Polisi Didorong Setop Usut Delpedro dkk yang Dituding Hasut Demo Ricuh
Sejumlah pihak mendesak kepolisian untuk menghentikan pengusutan kasus Direktur Lokataru Foundation, Delpedro Marhaen dan tersangka lainnya yang dijerat pakai pasal penghasutan terkait demo ricuh.
Anggota Tim Advokasi untuk Demokrasi (TAUD) Ma'ruf Bajammal menyampaikan itu sekaligus merespons ucapan Menteri HAM Natalius Pigai yang agar meminta kasus Delpedro Marhaen diselesaikan dengan pendekatan keadilan restoratif (restorative justice).
"Yang patut dilakukan dalam kasus Delpedro Marhaen dan kawan-kawan, bukan restorative justuce, tapi penghentian perkaranya," ucap Ma'ruf di Kantor YLBHI, Jakarta, Sabtu (6/9).
Ma'ruf mendesak pemerintah mengawal kasus ini, bukan hanya memberikan solusi yang terkesan bersimpati namun tidak memecahkan masalah.
Pihaknya pun mengkritik pernyataan Pigai tersebut. Ma'ruf menyampaikan bahwa kasus ini tidak tepat diselesaikan lewat restorative justice.
"Siapa korbannya? Negara korbannya? Tentunya negara tidak pernah akan menjadi korban. Negara itu selalu berpotensi menjadi pelaku pelanggar HAM," ucapnya.
Desakan menyetop kasus serta membebaskan Delpdro dkk juga datang dari Amnesty International Indonesia. Amnesty, dalam siaran pers Rabu (3/9), menyatakan negara dan alatnya seharusnya mengoptimalkan pendekatan pemolisian demokratis, persuasif dan dialog dengan pengunjuk rasa, sebagaimana saran Kantor HAM PBB.
Menurut Amnesty, ancaman hukuman hanya memicu eskalasi ketegangan antara kepolisian dan pengkritik. Pasalnya, mereka yang ditangkap aparat itu berhak berkumpul dan menyampaikan pendapat di depan umum, selain diakui dalam konstitusi sebagai hak asasi manusia.
Atas dasar itu, mereka pun menuntut Delpedro dan para pengunjuk rasa lain yang ditangkap aparat untuk dibebaskan.
"Sekali lagi, kami mendesak Polri membebaskan Delpedro, Syahdan dan ratusan pengunjuk rasa lainnya yang ditangkap hanya karena bersuara kritis sejak 25 Agustus," kata Amnesty International Indonesia dalam siaran pers tersebut.
Restorative Justice
Sementara itu Komnas HAM hingga Kementerian HAM sama-sama mengungkit mekanisme keadilan restoratif (restorative justice) dalam kasus yang menjerat Delpedro dan lainnya tersebut.
Ketua Komnas HAM Anis Hidayah mengatakan sudah berkomunikasi dengan Polda Metro Jaya agar Delpedro dan kawan-kawan dibebaskan.
"Tidak hanya kepada Direktur Lokataru, tetapi juga 6 aktivis HAM yang lain Komnas HAM sudah melakukan komunikasi dan koordinasi langsung dengan Kapolda Metro Jaya dan dalam kesempatan itu kami menyampaikan agar dilakukan upaya-upaya restorative justice agar tidak dilakukan penahanan, dan [melakukan] pembebasan [mereka]," kata Anis, Minggu (7/9).
Menurutnya, tindakan Delpedro dkk adalah bagian dari organisasi masyarakat sipil untuk mendorong agar demokrasi dan HAM berjalan kondusif.
Daripada menghukum Delpedro dkk, Anis mengatakan polisi semestinya mencari dan memproses hukum dalang di balik kerusuhan dalam peristiwa sepekan terakhir di bulan Agustus kemarin.
"Kami mendorong aparat kepolisian untuk bekerja menuntaskan siapa sesungguhnya, misalnya dalang di balik kerusuhan yang terjadi di berbagai wilayah di Indonesia," ujarnya.
Sebelumnya, merespons kasus Delpedro dkk, Menteri HAM Natalius Piga juga meminta perkara sangkaan penghasutan itu diselesaikan secara restorative justice.
Ia mengaku telah memberikan atensi khusus kepada masyarakat sipil yang terjerat kasus hukum usai gelombang unjuk rasa beberapa waktu lalu.
"Kalau itu melibatkan civil society, kami akan memberikan atensi. Karena kami ini berasal dari civil society. Kita akan berikan atensi. Paling tidak jalan keluar yang kita akan lakukan adalah restorative justice," kata Pigai di kantornya, Selasa (2/9) lalu.
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra mengatakan jika pihak kuasa hukum Delpedro menilai penangkapan tidak sesuai koridor hukum, maka yang harus dilakukan adalah perlawanan.
"Masalahnya, polisi menganggap penangkapan yang mereka lakukan sudah sesuai koridor hukum. Karena ada beda pendapat dengan polisi itulah, maka anda harus lakukan perlawanan," kata Yusril kemarin.
Dengan mengikuti proses hukum yang ada, kata Yusril, rakyat akan bisa menilai argumen pihak manakah yang lebih meyakinkan.
"Rakyat akan menilai, argumen skala yang lebih kokoh dan lebih meyakinkan; argumen Anda dan tersangka yang Anda bela atau argumen penegak hukum polisi, penyidik, dan jaksa?" ucapnya.
Polda Metro Jaya sebelumnya menetapkan enam orang sebagai tersangka kasus dugaan kasus penghasutan pada gelombang demonstrasi beberapa waktu lalu.
Polda menyebut keenam orang itu telah menyebarkan ajakan merusak lewat media sosial dan flyer dengan menargetkan pelajar dan anak-anak untuk turun ke jalan, serta memanfaatkan influencer memotivasi aksi tersebut.
Keenam orang itu yakni Direktur Lokataru Foundation, Delpedro Marhaen (DMR) sekaligus admin akun Instagram @lokataru_foundation, Muzaffar Salim (MS) selaku staf Lokataru dan admin akun Instagram @blokpolitikpelajar.
Kemudian, Syahdan Husein (SH) selaku admin akun Instagram @gejayanmemanggil, Khariq Anhar (KA) selaku admin akun instagram @AliansiMahasiswaPenggugat, RAP selaku admin akun IG @RAP dan berperan membuat tutorial pembuatan bom molotov serta sebagai koordinator kurir di lapangan, dan Figha Lesmana (FL) selaku admin akun TikTok @fighaaaaa.