Jakarta, CNN Indonesia --
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menahan Direktur Utama PT Bank Perkreditan Rakyat Bank Jepara Artha (Perseroda) Jhendik Handoko dan empat tersangka lainnya selama 20 hari pertama terhitung mulai hari ini, Kamis (18/9).
Jhendik dan kawan-kawan diproses hukum atas kasus dugaan korupsi pencairan kredit usaha pada PT BPR Jepara Artha Tahun 2022-2024.
Empat tersangka lain ialah Direktur Bisnis dan Operasional BPR Jepara Artha Iwan Nursusetyo; Kepala Divisi Bisnis, Literasi dan Inklusi Keuangan BPR Jepara Artha Ahmad Nasir; Kepala Bagian Kredit BPR Jepara Artha Ariyanto Sulistiyono; dan Direktur PT Bumi Manfaat Gemilang (BMG) Mohammad Ibrahim Al'asyari.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Para tersangka selanjutnya dilakukan penahanan untuk jangka waktu 20 hari pertama, terhitung sejak tanggal 18 September 2025 sampai dengan 7 Oktober 2025. Penahanan dilakukan di Rutan Cabang KPK," ujar Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu dalam jumpa pers di Kantornya, Jakarta, Kamis (18/9) malam.
Konstruksi kasus
BPR Jepara Artha merupakan perusahaan daerah yang berstatus Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Pemerintah Kabupaten Jepara yang telah menerima penyertaan modal dari Pemerintah Kabupaten Jepara senilai Rp24 miliar, dan sampai tahun 2024 telah memberikan dividen kumulatif kepada Pemerintah Kabupaten Jepara sejumlah Rp46 miliar.
Pada tahun 2021, dari yang sebelumnya mengandalkan Kredit konsumtif pegawai di lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Jepara, Jhendik Handoko disebut mulai ekspansi pemberian kredit jenis kredit usaha dengan sistem sindikasi (pemberian kredit oleh beberapa bank kepada 1 debitur).
Selama 2 tahun berjalan, terang Asep, terdapat penambahan outstanding kredit usaha kepada 2 grup debitur secara siginifikan sebesar sekitar Rp130 miliar yang dicairkan melalui 26 debitur yang terafiliasi.
Performa atau kolektibilitas kredit tersebut memburuk sampai akhirnya gagal bayar atau macet, sehingga menurunkan kinerja BPR Jepara Artha karena pencadangan kerugian penurunan nilai sebesar 100 persen (kolektibilitas macet) yang mengakibatkan rugi pada laporan laba rugi.
Sebagai jalan keluar dari permasalahan tersebut, sekitar awal tahun 2022, Jhendik Handoko bersepakat dengan Mohammad Ibrahim Al'asyari untuk mencairkan kredit fiktif yang penggunaannya sebagian digunakan oleh manajemen BPR Jepara Artha untuk memperbaiki performa kredit macet dengan membayar angsuran. Sebagian digunakan untuk Mohammad Ibrahim Al'asyari.
"Sebagai pengganti jumlah nominal kredit yang digunakan BPR Jepara Artha, saudara Jhendik Handoko menjanjikan penggantian berupa penyerahan agunan kredit yang kreditnya dilunasi dengan menggunakan dana kredit fiktif kepada MIA [Mohammad Ibrahim Al'asyari]," ungkap Asep.
Baca selanjutanya..
Sebagai tindak lanjut dari kesepakatan tersebut, selama periode April 2022-Juli 2023, BPR Jepara Artha telah mencairkan 40 kredit fiktif senilai Rp263,6 miliar kepada pihak yang identitasnya digunakan oleh Mohammad Ibrahim Al'asyari.
Kredit dicairkan dengan tanpa dasar analisis yang sesuai dengan kondisi debitur yang sebenarnya.
"Debitur berprofesi sebagai pedagang kecil, tukang, buruh, karyawan, ojek online, pengangguran yang dibuat seolah-olah layak mendapatkan kredit sebesar rata-rata sekitar Rp7 miliar per debitur," kata Asep.
Mohammad Ibrahim Al'asyari dibantu beberapa rekannya yakni AM, JL, dan JT untuk mencari calon debitur yang mau dipinjam nama dengan dijanjikan fee rata-rata Rp100 juta per debitur dan juga untuk menyiapkan dokumen pendukung yang diperlukan BPR Jepara Artha berupa perizinan, rekening koran fiktif, foto usaha milik orang lain dan dokumen keuangan yang di-mark up agar mencukupi dan seolah-olah layak dalam analisa berkas kredit BPR Jepara Artha.
Dalam merealisasikan kredit tersebut, Jhendik Handoko meminta Iwan Nursusetyo, Ahmad Nasir dan Ariyanto Sulistiyono untuk berkordinasi langsung dengan Mohammad Ibrahim Al'asyari untuk pemenuhan data dan selanjutnya diminta memproses kredit dengan menyiapkan dan melakukan:
1. Dokumen Analisa Kredit Debitur di mana dokumen perizinan dibuat tidak sesuai sebenarnya, perhitungan penghasilan di-mark up, foto usaha milik orang lain, debitur tidak memiliki agunan disiapkan oleh Mohammad Ibrahim Al'asyari dengan penilaian agunan di-mark up 10 kali lipat oleh Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) agar mencukupi perhitungan kredit yang di-mark up (rata-rata per debitur dibuat perhitungan untuk cukup realisasi kredit Rp7 miliar).
2. Menandatangani Persetujuan Komite Kredit secara formalitas tanpa review.
3. Penilaian risiko kredit oleh manajemen risiko hanya formalitas.
4. Kredit diputus dan direalisasikan sebelum pengikatan agunan dilakukan.
Pada saat penandatangan perjanjian kredit 40 debitur yang sebagian besar dilakukan di Semarang dan Klaten yaitu lokasi domisili debitur fiktif, Jhendik Handoko meminta Ahmad Nasir untuk langsung memproses pencairan kredit ke bagian pencairan kredit dan teller BPR Jepara Artha tanpa ada proses review kelengkapan kredit terutama dalam hal pengikatan agunan/hak tanggunan.
Pada saat akad kredit dilakukan, objek tanah yang dijadikan agunan (yang di-mark up KJPP 10 kali lipat) belum lunas dibeli Mohammad Ibrahim Al'asyari dan baru dilunasi setelahnya dengan menggunakan dana pencairan kredit.
"Bahwa proses balik nama debitur fiktif dan pengikatan agunan/hak tanggunan baru dimulai PPAT pada saat sudah lunas yaitu setelah kredit berjalan," tutur Asep.
[Gambas:Infografis CNN]
Dia bilang pencairan dana kredit dari debitur fiktif dibagi kedua pihak, yaitu sebagian dicairkan atau ditransfer ke rekening bank umum debitur, selanjutnya debitur akan melakukan transfer ke rekening Mohammad Ibrahim Al'asyari dengan menyisakan saldo Rp100 juta untuk fee debitur fiktif.
Sebagian lain mengendap pada rekening simpanan debitur pada Bank Jepara, dikelola oleh Ahmad Nasir. Dana tersebut ditarik Ahmad Nasir dan dipindahkan ke rekening penampungan.
Selama periode April 2022 sampai dengan Juli 2023, terang Asep, telah direalisasikan 40 debitur fiktif dengan jumlah Plafond Kredit Rp263,5 miliar.
Dari jumlah tersebut digunakan untuk biaya provisi sejumlah Rp2,7 miliar, biaya premi asuransi ke Jamkrida sejumlah Rp2,06 miliar, di mana terdapat kickback ke Jhendik Handoko sebesar Rp206 juta; dan biaya notaris sebesar Rp10 miliar di mana terdapat kickback ke Iwan Nursusetyo sejumlah Rp275 juta dan Ahmad Nasir Rp93 juta.
Kemudian digunakan sebagai fee 40 debitur fiktif sebesar Rp4,85 miliar; sejumlah Rp95,2 miliar digunakan untuk Jhendik Handoko atau manajemen BPR Jepara Artha untuk memperbaiki performa kredit macet dengan membayar angsuran, pelunasan beberapa kredit bermasalah BPR Jepara, serta digunakan Jhendik Handoko untuk membeli mobil Honda Civic Turbo dan mengambil Rp1 miliar.
Ahmad Nasir diminta Jhendik Handoko untuk melakukan pencatatan dan pengelolaan seluruh penggunaan dana tersebut.
Lalu uang sebesar Rp150,4 miliar digunakan Mohammad Ibrahim Al'asyari untuk membeli tanah yang digunakan sebagai agunan 40 debitur fiktif sekitar Rp60 miliar, angsuran kredit Rp70 miliar, membeli aset kepentingan pribadi dan memutarkan dana agar seolah-olah untuk usaha beras.
"Bahwa dana kredit hanya diputarkan MIA (Mohammad Ibrahim Al'asyari) ke rekening-rekening pribadi, PT BMG dan perusahaan lain agar tampak seperti transaksi trading beras," ucap Asep.
Terhadap realisasi kredit fiktif tersebut, Mohammad Ibrahim Al'asyari memberikan sejumlah uang kepada para tersangka. Diberikan ke Jhendik Handoko sejumlah Rp2,6 miliar; Iwan Nursusetyo Rp793 juta; Ahmad Nasir Rp637 Juta; Ariyanto Sulistiyono Rp282 juta; dan uang umrah untuk Jhendik Handoko, Iwan Nursusetyo dan Ahmad Nasir sejumlah Rp300 juta.
"Proses perhitungan kerugian keuangan negara sedang dilakukan oleh BPK RI diketahui nilai kerugian negara yang terjadi dalam perkara ini sekurang-kurangnya Rp254 miliar (baki debet + tunggakan bunga)," pungkas Asep.
Dalam proses berjalan, penyidik telah menyita banyak barang bukti diduga terkait perkara. Seperti aset yang digunakan sebagai agunan 40 debitur fiktif sebanyak 136 bidang tanah atau bangunan, setara sekitar Rp60 miliar.
Kemudian aset milik Jhendik Handoko berupa uang sejumlah Rp1,3 miliar, 4 Mobil SUV (Toyota Fortuner dan Honda CRV) dan 2 bidang tanah.
Selanjutnya aset Mohammad Ibrahim Al'asyari berupa uang sebesar Rp11,5 miliar, 1 bidang tanah rumah, 1 unit mobil SUV (Toyota Fortuner), serta aset Ahmad Nasir berupa 1 bidang tanah rumah dan 1 unit sepeda motor.
Atas perbuatannya, para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.