Masalah struktural agraria lain yang dicatat KPA adalah tidak ada retribusi tanah; petani makin miskin, gurem dan tidak bertanah; tidak ada pembatasan penguasaan tanah oleh konglomerat; penertiban tanah terlantar tidak untuk rakyat; proyek swasta berlabel PSN.
Kemudian tanah dimonopoli oleh BUMN kebun dan hutan; marak korupsi agraria dan sumber daya alam; banyak lembaga baru untuk mempermudah perampasan tanah; privatisasi pesisir dan pulau-pulau kecil; perluasan tambang yang dipermudah sehingga mengorbankan rakyat; serta sistem pangan militeristik dan liberal.
Masalah selanjutnya adalah ketiadaan jaminan hak atas tanah bagi perempuan, buruh dan pemuda; ancaman kebebasan berserikat dan berinovasi; bank tanah yang merampas tanah rakyat; konversi tanah pertanian tidak terkendali; penyelewengan hak menguasai negara dan hak pengelolaan; industrialisasi pertanian-perdesaan jalan di tempat; dan pemborosan APBN/D untuk pejabat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Terhadap 24 masalah struktural agraria tersebut, KPA memberikan 9 tuntutan kepada pemerintah dan DPR agar segera melakukan perbaikan menyeluruh di bidang agraria dan SDA, sebagai berikut:
1. Presiden dan DPR segera menjalankan Reforma Agraria dengan pekerjaan utama: Redistribusi tanah kepada rakyat, penyelesaian konflik agraria dan pengembangan ekonomi-sosial rakyat di kawasan produksi mereka sesuai dengan UUPA 1960, mengevaluasi kementerian dan lembaga yang tidak menjalankan, menyesatkan dan menghambat Reforma Agraria dan DPR segera membentuk Pansus untuk memonitor progress pelaksanaan Reforma Agraria
2. Presiden segera mempercepat penyelesaian konflik agraria dan redistribusi tanah, setidaknya pada 1,76 juta hektare Lokasi Prioritas Reforma Agraria (LPRA) Anggota KPA, menertibkan dan mendistribusikan 7,35 juta hektare tanah terlantar serta 26,8 juta hektare tanah yang dimonopoli konglomerat, termasuk tanah masyarakat yang diklaim PTPN, Perhutani/Inhutani, klaim hutan negara pada 25 ribu desa kepada Petani, Buruh Tani, Nelayan, Perempuan, serta pemulihan hak Masyarakat Adat. Selanjutnya, Pemerintah harus menetapkan batas maksimum penguasaan tanah oleh badan usaha swasta
3. Presiden segera membentuk Badan Pelaksana Reforma Agraria yang bertanggung-jawab langsung kepada Presiden demi mewujudkan mandat Pasal 33 UUD 1945, TAP MPR IX/2001 tentang PA-PSDA dan UUPA 1960
4. DPR dan Presiden bersama-sama gerakan masyarakat sipil segera menyusun dan mengesahkan RUU Reforma Agraria sebagai panduan nasional pelaksanaan Reforma Agraria, mencabut UU Cipta Kerja yang melegalkan perampasan tanah dan liberalisasi pangan dan mengembalikan arah ekonomi-politik-hukum agraria nasional kepada mandat Pasal 33 UUD 1945
5. Presiden segera memenuhi hak atas perumahan yang layak bagi Petani, Nelayan, Buruh dan Masyarakat Miskin Kota sekaligus menjamin pemenuhan hak atas tanah bagi Perempuan
6. Presiden segera memerintahkan Polri-TNI untuk menghentikan represifitas di wilayah konflik agraria, membebaskan Petani, Masyarakat Adat, Perempuan, Aktivis dan Mahasiswa yang dikriminalisasi, sekaligus menarik TNI-Polri dalam program pangan nasional, dan mengembalikan pembangunan pertanian-pangan-peternakan-pertambakan kepada Petani, Nelayan dan Masyarakat Adat
7. Presiden segera membekukan Bank Tanah, menghentikan penerbitan izin dan hak konsesi (moratorium) perkebunan, kehutanan, tambang (HGU, HPL, HGB, HTI, ijin lokasi, IUP), proses pengadaan tanah bagi PSN, KEK, Bank Tanah, Food Estate, KSPN dan IKN yang menyebabkan ribuan konflik agraria, penggusuran dan kerusakan alam. Selanjutnya, konsesi dan proyek pengadaan tanah yang tumpang tindih dengan tanah rakyat segera dikembalikan dalam kerangka Reforma Agraria
8. Presiden dan DPR RI memprioritaskan APBN/APBD untuk redistribusi tanah, penyelesaian konflik agraria, pembangunan infrastruktur, teknologi, permodalan pertanian, subsidi pupuk, subsidi solar, benih dan Badan Usaha Milik Petani-Nelayan-Masyarakat Adat dalam rangka Reforma Agraria dan pembangunan pedesaan
9. Presiden harus mendukung dan membangun industrialisasi pertanian-perkebunan-perikanan-peternakan- pertambakan yang dimiliki secara gotong-royong oleh Petani dan Nelayan dalam Model Ekonomi Kerakyatan Berbasis Reforma Agraria demi mempercepat pengentasan kemiskinan, kedaulatan pangan dan terjadinya transformasi sosial di pedesaan
(fra/ryn/fra)