14 Anak Diduga Korban Salah Tangkap, Dipaksa Ngaku Ikut Demo Magelang

CNN Indonesia
Jumat, 10 Okt 2025 06:40 WIB
Belasan anak di bawah umur diduga jadi korban salah tangkap dan dipaksa mengaku ikut demo. (CNN Indonesia/Tunggul)
Yogyakarta, CNN Indonesia --

Belasan anak di bawah umur diduga jadi korban salah tangkap dan dipaksa mengaku ikut serta dalam aksi demonstrasi berujung ricuh di Polres Magelang Kota, Jawa Tengah pada 29 Agustus 2025 lalu.

Mereka mengaku mendapat kekerasan fisik sepanjang proses interogasi oleh petugas. Para orang tua dari sebagian anak-anak tersebut kini meminta pendampingan ke Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta.

Hana Edi Pambudi menyebut pada 29 Agustus lalu, putranya berinisial ND pamit pergi bermain ke Kota Magelang sekitar pukul 19.00 WIB. Mereka sekeluarga adalah warga Kabupaten Magelang.

Sesampainya di Kota Magelang, ND lalu memarkirkan sepeda motornya di sebuah mini market dan membeli jajanan. Hanya saja, saat keluar dari mini market, kendaraan ND sudah tidak ada dan dia berkeliling mencarinya.

"Kebetulan di sana pas ada demo," kata Hana di Kantor LBH Yogyakarta, Kotagede, Kota Yogyakarta, DIY, Kamis (10/10).

Menurut Hana, ND lalu menerima informasi sepeda motornya telah diangkut oleh petugas kepolisian.

Putra Hana memilih untuk mengecek kendaraannya di Polres Magelang Kota keesokan harinya, lantaran khawatir dengan situasi kericuhan di sana. ND pun memutuskan untuk tak pulang ke rumah dan bermalam di kediaman salah seorang rekannya, daerah Muntilan, Kabupaten Magelang.

Siang keesokan harinya atau pada 30 Agustus 2025, ND pulang ke rumah untuk mengambil STNK serta BPKB motor dan pergi menuju Polres Magelang Kota untuk mengambil kendaraannya.

"Di depan Polres, anak saya ketemu polisi. Ditanya mau apa, mau ambil motor lalu disuruh masuk. Katanya 'nggak apa-apa, masuk aja'. Sampai di dalam langsung ditangkap polisi, dibawa ke sebuah ruangan lalu istilahnya diinterogasi," ungkap Hana.

Selama pemeriksaan itu, kata Hana, ND ditanya hingga dipaksa mengaku ikut demo di Polres Magelang Kota. Karena merasa memang tak ikut demo, ND yang terus bersikukuh akhirnya mendapat tindak kekerasan dari petugas. Dia dipukuli, dihajar menggunakan helm juga sandal bersol keras.

"Selagi belum mengaku, terus dipukul, dihajar sama polisi yang menginterogasi tersebut," kata Hana membeberkan pengakuan putranya.

Mental ND bagaimanapun goyah. Kata Hana, putranya itu akhirnya mengakui perbuatan yang tak ia lakukan karena merasa takut terus mendapatkan tindak kekerasan. Selanjutnya, ND dibawa ke ruangan lain dan masih dicambuk memakai gesper anggota.

Masih di hari yang sama, sekitar pukul 17.00 WIB, Hana menjemput ND setelah menerima kabar perihal putranya itu dari sang istri. Di Polres Magelang Kota, Hana mengaku melihat banyak anak bawah umur serta orang dewasa terlihat babak belur.

"Bonyok-bonyok istilahnya. Mungkin mereka yang tertangkap (29 Agustus) malam hari. Ada yang bibirnya nyonyor, diperban kepalanya," ujarnya.

Kata Hana, putranya bersama sejumlah anak-anak lain bisa pulang setelah Bupati Magelang, Zaenal Arifin melakukan mediasi ke kepolisian. Semua cerita di atas diperoleh dari ND sendiri yang sampai kini bersikeras mengaku tak ikut demo pada 29 Agustus.

"Walapun mereka demo, seharusnya diperlakukan sebagaimana mestinya (peraturan hukum)," ujarnya.

Ari Widodo dan Mala sementara menyebut anak mereka masing-masing mengaku tidak ikut demo tapi mendapat perlakuan tak manusiawi usai dibawa ke Polres Magelang Kota. Putra Ari berinisial P kena tampar banyak petugas.

Sedangkan putra Mala, SP mengaku kepalanya diinjak-injak menggunakan sepatu lars, hidung dan mulutnya berdarah karena ditonjok, pelipisnya lebam, punggungnya dicambuk memakai selang dan dipaksa melakukan push up 50 kali.

Adapun putra Sumiyati berinisial DP yang ditangkap petugas saat hendak menutup usaha angkringan yang dijaganya. Lokasinya di depan Polres Magelang Kota. DP saat itu menutup warungnya lantaran melihat situasi demo berubah tak kondusif.

Namun DP justru dibawa ke Polres Magelang Kota dan oleh petugas ditendang pinggang serta tubuh agar mau mengakui dirinya ikut aksi demo.

"Anaknya Ibu Sum (Sumiyati) ini kerja di angkringan tepat depan Polres Magelang Kota, bahkan dua jam sebelum kejadian dia sempat menyuguhkan teh buat polisi di situ. Tapi setelah itu ada kerusuhan, dia takut, dia tutup angkringannya, ditangkap.

Sejak saat itu dia tidak berani kerja di situ. Jadi anak-anak ini banyak yang mengalami trauma," ungkap Staff Divisi Advokasi LBH Yogyakarta, Royan Juliazka Chandrajaya.

Kesaksian 14 anak hingga Polisi Buka Suara


BACA HALAMAN BERIKUTNYA
HALAMAN :