Kasus gedung ambruk Pondok Pesantren (Ponpes) Al Khoziny, Sidoarjo, Jawa Timur sudah berlalu tiga pekan. Namun polisi belum menetapkan tersangka atau menunjuk hidung orang yang diduga bersalah dalam tragedi maut ini.
Kabid Humas Polda Jatim Kombes Jules Abraham Abast saat dikonfirmasi, tak mau banyak berkomentar, Ia hanya menyebut tragedi yang menghilangkan 63 nyawa santri ini masih dalam tahap penyidikan.
"Belum ada info tambahan. Masih proses sidik," kata Jules saat dikonfirmasi CNNIndonesia.com, Rabu (22/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jules juga tak menjawab saat ditanya berapa jumlah saksi yang sudah dimintai keterangan, termasuk apakah sudah ada pihak pengasuh Al Khoziny yang telah diperiksa penyidik.
Di kesempatan sebelumnya, Jules mengatakan Polda Jatim tidak akan tergesa-gesa dalam menangani kasus ambruknya gedung Pondok Pesantren Al Khoziny ini..
"Proses hukum tetap berjalan namun kami tentu tidak tergesa-gesa. Itu penekanan atau penegasan dari kami," kata Kabid Humas Polda Jatim Kombes Pol Jules Abraham Abast, Minggu (12/10).
Ia menjelaskan, Polda Jatim tidak ingin terburu-buru dalam memanggil dan memeriksa para saksi karena sebagian di antaranya merupakan keluarga korban dan wali santri yang masih dalam suasana berduka.
Jules juga sempat mengatakan pemeriksaan saksi dilakukan secara berjenjang. Namun ia tidak bisa menyebut secara spesifik siapa saja yang sudah dimintai keterangan dalam kasus ini.
"Terkait dengan pemeriksaan saksi tentu akan bertahap ya. Secara pastinya tidak bisa saya sebutkan pada kesempatan ini apakah sudah ada saksi dengan latar belakang keterkaitan dengan pondok atau dengan orang lain dari luar pondok barangkali yang ikut dalam proses pembangunan," kata Jules di RS Bhayangkara Polda Jatim, Selasa (14/10) malam.
Di sisi lain, Kapolda Jawa Timur Irjen Pol Nanang Avianto dengan tegas mengatakan, pihaknya telah menemukan unsur pidana dalam kasus tragedi ambruknya gedung tiga lantai ini.
Berdasarkan dugaan awal, Nanang menyebut, penyebab runtuhnya bagunan tiga lantai tersebut disebabkan oleh kegagalan konstruksi.
"Di situ terjadi objek runtuhan bangunan, musala asrama putra yang sedang dalam proses konstruksi dan pengecoran. Dugaan awal penyebabnya adalah kegagalan konstruksi. Failure of contraction," kata Nanang di RS Bhayangkara Polda Jatim, Surabaya, Rabu (8/10).
Nanang menyebut, langkah-langkah penegakkan hukum sebenarnya sudah dilakukan Polresta Sidoarjo sejak awal kejadian, dengan menerbitkan laporan polisi nomor LP/A/4/IX/2025/SPKT.UNITRESKRIM/POLSEK BUDURAN POLRESTA SIDOARJO/POLDA JAWA TIMUR.
Polda Jatim pun telah membentuk tim khusus untuk mengusut tragedi Al Khozini. Yang terdiri dari dua direktorat sekaligus, yakni Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) dan Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum).
Ia juga sudah mengungkapkan sebanyak empat pasal yang akan disangkakan terhadap orang yang bertanggung jawab pada peristiwa itu, meski belum menyebut nama. Yang pertama ialah Pasal 359 KUHP mengatur pidana bagi seseorang yang karena kelalaiannya menyebabkan orang lain meninggal dunia.
Kemudian Pasal 360 KUHP mengatur mengenai pidana karena kelalaian (kealpaan) yang menyebabkan orang lain luka-luka berat.
"Adapun pasal-pasal yang akan kami sangkakan di sini adalah Pasal 359 KUHP dan atau Pasal 360 KUHP kelalaian yang menyebabkan kematian dan atau luka berat," kata Nanang.
Lalu, Pasal 46 ayat 3 dan Pasal 47 ayat 2 dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung. Dua pasal itu membahas tentang sanksi administratif dan pidana bagi pelanggaran ketentuan bangunan gedung,
"Kemudian kita juga menerapkan Pasal 46 ayat 3 dan atau Pasal 47 ayat 2 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, terkait dalam pemenuhan persyaratan teknis bangunan," ujarnya.
Lihat Juga : |
Nanang mengatakan kepolisian akan objektif dan transparan dalam menangani kasus ini. Ia meminta orang yang bertanggung jawab tragedi maut ini haruslah melepaskan embel-embel status sosialnya. Siapapun dia, posisinya adalah sama di mata hukum. Termasuk kiai atau pengasuh pesantren.
"Jadi begini ya. Setiap orang itu sama haknya kedudukannya di dalam hukum. Jadi tentunya apapun [status sosial] yang akan melekat itu nanti kita lepaskan dulu," kata Nanang.
Ia pun mengingatkan semua pihak yang terlibat dalam perkara ini, bahwa Indonesia adalah negara hukum. Maka setiap pelanggaran tentu ada konsekuensi dan pertanggungjawabannya.
"Jadi supaya kita tahu bagaimana progres ini berlangsung dan kemudian mengenai pertanggungjawaban kepada hukum karena kita ingat kita ini kan negara hukum. Jadi semuanya saya ingin untuk patuh terhadap aturan yang ada dulu," ucap dia. (frd)
Sebelumnya, gedung tiga lantai termasuk musala di asrama putra Pondok Pesantren Al Khoziny di Buduran, Sidoarjo, ambruk, Senin (29/9) sore. Saat kejadian, diketahui ada ratusan santri sedang melaksanakan Salat Ashar berjemaah di gedung yang masih dalam tahap pembangunan tersebut.
Hingga akhir pencarian dan identifikasi, Selasa (7/10), korban tragedi Al Khoziny berjumlah total 171 orang. Terdiri dari 104 selamat, dan 63 meninggal dunia.