MK: Pimpinan-Anggota AKD DPR Harus Penuhi Kuota 30 Persen Perempuan

CNN Indonesia
Kamis, 30 Okt 2025 17:23 WIB
Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan pimpinan dan anggota Alat Kelengkapan Dewan (AKD) di DPR harus memenuhi kuota paling sedikit 30 persen perempuan.
MK putuskan AKD DPR harus penuhi kuota 30 persen perempuan. (Foto: CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)

Pertimbangan MK

Dalam pertimbangannya, Hakim Konstitusi Saldi Isra mengatakan diperlukan praktik agar keterwakilan perempuan tidak terpusat di fraksi tertentu guna memastikan keterwakilan perempuan dalam AKD.

Bahkan, fakta menunjukkan ada komisi yang minim perempuan karena anggota perempuan justru lebih banyak ditempatkan di komisi bidang sosial, perlindungan anak dan pemberdayaan perempuan.

Oleh karena itu, agar posisi AKD memuat keterwakilan perempuan secara berimbang, kata Saldi, perlu dibuat mekanisme dan langkah konkret baik secara kelembagaan maupun politik.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Berkenaan dengan hal tersebut, terdapat 2 hal yang dapat dipraktikkan.

Pertama, DPR dapat menerapkan aturan internal yang tegas (seperti Tata Tertib DPR) agar setiap fraksi menugaskan anggota perempuan dalam setiap AKD sesuai dengan kapasitasnya.

Apabila suatu fraksi memiliki lebih dari satu perwakilan di suatu AKD, maka minimal 30 persen di antaranya adalah perempuan.

Selain itu, fraksi di DPR memegang peranan penting karena anggota AKD ditentukan oleh masing-masing fraksi. Langkah ini dapat diambil dengan cara fraksi menetapkan kebijakan internal afirmatif gender.

Dalam konteks ini, untuk menempatkan anggota di AKD, fraksi harus memperhatikan keseimbangan dan pemerataan jumlah anggota perempuan di tiap komisi.

Kedua, fraksi juga mengatur rotasi dan distribusi yang adil sehingga anggota perempuan tidak hanya ditempatkan di komisi sosial [vide perbaikan permohonan hlm. 60], perlindungan anak dan pemberdayaan perempuan, tetapi juga bidang ekonomi, hukum, energi, pertahanan, dan bidang-bidang lainnya.

Badan Musyawarah (Bamus) DPR juga memiliki peranan penting untuk melakukan evaluasi secara berkala terhadap komposisi AKD, serta memberikan rekomendasi penyesuaian jika terdapat ketimpangan gender antar-fraksi atau antar-komisi.

Berdasarkan seluruh pertimbangan hukum di atas, terang Saldi, pengaturan mengenai AKD yang meliputi anggota Badan Musyawarah, anggota Komisi, anggota Badan Legislasi, anggota Badan Anggaran, anggota BKSAP, anggota MKD, anggota BURT, dan anggota panitia khusus harus memuat keterwakilan perempuan berdasarkan perimbangan dan pemerataan jumlah anggota perempuan pada tiap-tiap fraksi.

"Oleh karena itu, menurut Mahkamah, dalil para Pemohon mengenai inkonstitusionalitas Pasal 90 ayat (2), Pasal 96 ayat (2), Pasal 103 ayat (2), Pasal 108 ayat (3), Pasal 114 ayat (3), Pasal 120 ayat (1), dan Pasal 151 ayat (2) UU I 17/2014 adalah beralasan menurut hukum," ucap Saldi.

Saldi menuturkan eksistensi keterwakilan perempuan secara proporsional dalam pimpinan AKD justru membawa perspektif kesetaraan dan keadilan gender dalam proses pembuatan kebijakan oleh pembentuk Undang-undang.

Namun demikian, pengisian pimpinan AKD yang dilakukan dengan cara pemilihan dari anggota AKD dalam satu paket berdasarkan usulan fraksi dengan musyawarah mufakat, tanpa mengindahkan keterwakilan perempuan paling sedikit 30 persen, maka implementasi keterwakilan perempuan justru semakin terabaikan.

Dengan konstruksi sebagaimana rezim UU MD3 yang berlaku saat ini, lanjut Saldi, siapa pun dari anggota AKD dapat mengajukan diri sebagai pimpinan AKD yang terpilih dengan prinsip musyawarah mufakat.

Apabila hasil musyawarah mufakat justru tidak memilih perempuan, maka dapat menimbulkan peluang dominasi laki-laki.

Hal ini mengakibatkan implementasi keterwakilan perempuan untuk mengisi pimpinan AKD sulit diwujudkan.

Oleh karena itu, ketiadaan ketentuan kuota paling sedikit 30 persen perempuan untuk mengisi posisi pimpinan AKD adalah inkonstitusional.

Sebaliknya, adanya pengaturan dimaksud memberikan kepastian hukum yang adil karena ukuran penetapan formula 30 persen perempuan dapat diukur dan lebih jelas implementasinya.

"Dengan demikian, menurut Mahkamah, dalil para Pemohon mengenai inkonstitusionalitas norma Pasal 427E ayat (1) huruf b UU2/2018 adalah beralasan menurut hukum," kata Saldi.

(ryn/dal)


[Gambas:Video CNN]

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER