Menteri Haji dan Umrah M Irfan Yusuf menilai pelaksanaan umrah mandiri oleh jemaah asal Indonesia dalam praktiknya masih belum dapat diterapkan.
Hal itu disampaikan setelah Kementerian Haji dan Umrah (Kemenhaj) mengizinkan masyarakat umrah mandiri, sesuai Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Umrah mandiri secara teknis dan teori bisa, tapi praktiknya di Indonesia masih belum bisa, karena masih harus melalui beberapa tahapan dan hati-hati," kata Irfan di Surabaya pada Selasa (18/11).
Irfan menceritakan pengalamannya saat berkunjung ke Arab Saudi baru-baru ini. Ia mengungkapkan seorang jemaah umrah yang meninggal dunia di Tanah Suci.
Namun, jenazah jemaah tersebut selama 15 hari tidak ditangani karena diketahui yang bersangkutan tidak menggunakan biro perjalanan atau agen travel umrah.
"Dia dengan temannya, temannya juga enggak tahu ke mana-mana. Akhirnya kami [Kementerian Haji dan Umrah] cari upaya bantunya, tetapi itu lah salah satu risiko umrah mandiri," tegasnya.
Karena itu, Irfan pun menyatakan pelaksanaan umrah secara mandiri sebenarnya memungkinkan secara teori.
Namun pada penerapannya, banyak hal yang hingga kini belum dapat dipenuhi langsung oleh jemaah asal tanah air hingga masih butuh bantuan biro perjalanan.
"Pemerintah Saudi memang sudah membuka, tapi praktiknya, di sini kita belum bisa apply langsung ke platform yang ada. Sehingga harus tetap melalui [agen] travel-travel yang sudah memiliki itu," papar Irfan.
Pemerintah dan DPR RI telah resmi melegalkan umrah mandiri. Aturan ini tercantum dalam Undang-undang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah (UU PIHU) nomor 14 tahun 2025.
Dalam salinan UU No 14 tahun 2025 tentang perubahan ketiga atas UU No. 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, pasal 86 ayat 1 huruf b menyatakan perjalanan ibadah umrah bisa dilakukan secara mandiri.
Sebelumnya, umrah hanya bisa dilakukan melalui Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU).
"Perjalanan Ibadah Umrah dilakukan: a. melalui PPIU; b. secara mandiri; atau c. melalui Menteri," bunyi pasal 86.
(frd/chri)