Guru Besar Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Burhanudin Muhtadi mengaku sudah mengendus ketidakharmonisan antara pengurus PBNU beberapa waktu terakhir.
Ia menyampaikan rasa prihatin atas yang terjadi pada internal PBNU yang kini tengah berkecamuk.
"Sebenarnya kalau kita lihat, ada semacam perang dingin antar elite itu sudah kita bisa cium baunya beberapa bulan terakhir. Jadi terlihat antar elite PBNU baik di Tanfidziyah maupun antara Tanfidziyah dan Syuriyah itu seperti tidak saling menyapa," kata Burhan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Burhanudin mengatakan hal itu tidak baik bagi keberlangsungan organisasi, khususnya bagi organisasi besar seperti NU.
Ia mengatakan apa yang terjadi di pucuk pimpinan PBNU itu menimbulkan kegelisahan bagi nahdliyin di akar rumput.
Burhanudin menyatakan sudah sepatutnya elite PBNU itu menjadi suri tauladan bagi seluruh warga nahdliyin.
Ia pun berpendapat bahwa intrik yang terjadi di PBNU belakangan ini turut mengonfirmasi adanya tarik-menarik kepentingan di antara elite PBNU.
"Dan undangan beliau ke Peter Berkowitz itu akhir Agustus 2025, tetapi baru muncul risalah yang mencopot, mereshuffle posisi Ketua Tanfidziyah akhir November 2025. Jadi ada jeda. Jadi kalau kemudian ada pihak yang berspekulasi bahwa ini juga berkaitan dengan masalah politik, saya tidak bisa menyalahkan, tidak bisa mengingkari," ucap dia.
Burhanudin pun menyatakan jika elite PBNU baik di Syuriyah atau Tanfidziyah tidak menempuh islah, maka konflik ini akan jadi masalah serius.
Jika langkah itu yang diambil, Burhanudin mengatakan setiap pihak tetap berpegang pada kepentingannya masing-masing.
"Misalnya Tanfidziyah yang dipimpin oleh Gus Yahya mengatakan risalah yang ditulis atau ditandatangani oleh Kiai Miftachul Akhyar sebagai Rais Aam itu tidak diikuti atau tidak dilengkapi dengan tanda tangan dari Katib Aam. Yang memang kalau kita lihat ada masih ada hubungan keluarga dengan Ketum Tanfidziyah," ucapnya.
Burhanuddin pun berharap agar para elite PBNU ini segera mengambil jalan islah. Ia berharap seluruhnya mencari jalan tengah yang terbaik bagi keberlangsungan NU.
"Karena terus terang kalau terjadi pertengkaran antar elite itu tidak elok ya. Jadi kita betul-betul berharap kebijakan dan keikhlasan dari para kiai untuk menyelamatkan NU dari perpecahan dan berpikir buat kepentingan NU dan bangsa yang lebih besar," ucap dia.
Terpisah, Dosen Ilmu Pemerintahan Universitas Pamulang, Cusdiawan berpendapat konflik di lingkaran elite PBNU belakangan menunjukkan kegagalan struktural dalam melakukan konsolidasi internal pasca Muktamar di 2022 lalu.
Ia berpendapat setelah Muktamar itu, faksi-faksi dan kepentingan di antara elite PBNU tidak betul-betul menemukan bentuk kompromi yang maksimal di antara satu sama lain.
"Artinya, faksi-faksi dan kepentingan di antara elitee PBNU tidak betul-betul menemukan bentuk kompromi yang maksimal," ucap Cus.
Ia pun mengatakan desakan mundur bagi Gus Yahya dari kursi Ketum PBNU hanyalah fenomena gunung es.
Banyak pihak yang menganggap hal itu berkaitan dengan tarik menarik kepentingan di isu pemberian izin pengelolaan tambang kepada ormas oleh pemerintah beberapa waktu lalu.
Selain itu, ada juga pihak yang mengaitkan permasalahan ini dengan persoalan politik lain yang turut muncul ke permukaan.
"Desakan bagi ketum PBNU mundur hanyalah puncak dari gunung es, yang akar masalahnya sebetulnya bisa kita baca sejak awal yang gagal diselesaikan dengan baik," ucap dia.
(mnf/isn)