Surat Anak Riza Chalid dari Bui Dinilai Upaya Buat Narasi Jadi Korban

CNN Indonesia
Kamis, 27 Nov 2025 09:58 WIB
Pakar respons surat anak Riza Chalid yang dinilai ingin memposisikan sebagai korban. (ANTARA FOTO/Sulthony Hasanuddin)
Jakarta, CNN Indonesia --

Terdakwa Kerry Andrianto Riza dinilai sedang membangun citra sebagai korban di kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina periode 2018-2023.

Pakar Hukum Tata Negara Universitas Tarumanagara (Untar) Hery Firmansyah menyebut upaya membangun citra itu dilakukan salah satunya lewat surat yang ditulis Kerry dari dalam penjara.

Menurutnya, anak dari bos minyak mentah Riza Chalid itu ingin meniru pola eks Menteri Perdagangan Tom Lembong dan eks Dirut PT ASDP Ira Puspadewi saat berhadapan dengan proses hukum.

"Bisa saja ingin membangun opini seperti itu. Hal tersebut biasa terjadi untuk berharap pengampunan karena menjadi korban. Tapi biar masyarakat yang menilai," ujarnya kepada CNNIndonesia.com, Kamis (27/11).

Ia lantas menyoroti sejumlah narasi yang dibuat seakan Kerry diperlakukan sebagai musuh negara dengan ditahan tanpa prosedur, diframing sebagai penjahat besar dan keluarganya ikut distigmatisasi.

Hery mengatakan isu bahwa negara diuntungkan lewat bisnis yang dilakukan Kerry juga sengaja dibangun untuk memindahkan sorotan dari pokok perkara sehingga terkesan sedang dizalimi.

Menurutnya penyampaian pola 'playing victim' semacam itu sangat lazim dilakukan untuk membangun simpati publik dengan menonjolkan klaim kriminalisasi.

Ia menyebut strategi ini juga kerap dilakukan dengan maksud menekan penegak hukum dan menggeser opini publik agar proses hukum tampak seolah tidak adil.

"Silakan bangun opini, itu hak setiap orang. Tapi dalam persidangan, kalau tidak konsisten, tidak kooperatif, atau berbelit-belit, itu justru bisa memberatkan," ujarnya.

Hery berharap proses penegakan hukum dapat dilakukan dengan serius di kasus Kerry. Ia juga berharap Presiden Prabowo Subianto dapat membuktikan komitmennya dalam pemberantasan korupsi.

Ia menegaskan negara sudah seharusnya tidak boleh tunduk pada narasi 'korban' yang dibangun oleh pihak yang sedang berperkara.

"Presiden Prabowo sebagai panglima harus memberi arahan tegas. Kapolri, TNI, dan aparat harus satu komando karena ini sektor strategis negara," tuturnya

"Penegakan hukum harus lurus. Fakta itu yang menentukan, bukan drama atau opini. Yang dijaga adalah kepentingan negara," imbuhnya.

Berikut isi surat yang ditulis Kerry dari tahanan seperti dikutip detikcom:

Dengan kerendahan hati, izinkan saya menulis surat ini sebagai warga negara, pengusaha, suami, anak dan ayah, yang kini diperlakukan seolah musuh negara.

Saya bukan pejabat publik, dan tidak pernah mengambil uang negara. Nama saya dicitrakan sebagai penjahat besar, seakan saya adalah sumber masalah negeri. Di mana keadilan? Rumah saya digeledah. Saya dibawa dan diperiksa tanpa didahului panggilan atau prosedur yang benar. Lalu, tiba-tiba ditahan sejak 25 Februari 2025. Hampir delapan bulan saya mendekam, menunggu kepastian hukum.

Selama penahanan, nama baik saya dihancurkan dan keluarga saya yamg menanggung stigma. Mirisnya, tuduhan liar terus bergulir di ruang publik. Bukan hanya saya yang menjadi korban, ayah saya juga dituduh sebagai dalang dan mendanai demonstrasi 'Bubarkan DPR' Agustus lalu tanpa ada satupun bukti.

Ayah saya tidak mungkin melakukan hal tersebut, ayah saya bahkan dijadikan tersangka, dituduh sebagai beneficial owner OTM, padahal namanya tidak tercatat dan tidak pernah terlibat di perusahaan.

Perlu saya tegaskan, fakta inti yang sering dipelintir. Saya tidak merugikan negara, tidak menjual beli minyak, apalagi mengoplos BBM secara ilegal. Bisnis saya hanyalah menyewakan tangki penyimpanan BBM kepada Pertamina. Tuduhan kerugian negara Rp 285 triliun adalah fitnah keji. Angka ini tanpa dasar audit resmi dan tidak logis, sebab aktivitas saya justru membantu negara mengamankan cadangan energi.

Faktanya, kegiatan saya membantu negara menghemat dan memperkuat distribusi energi, dengan manfaat hingga Rp 145 miliar per bulan, terbukti di persidangan. Terminal tangki BBM ini saya beli dengan menggunakan pinjaman bank, bukan warisan, dan sampai kini setelah lebih dari 10 tahun pinjaman bank OTM pun belum lunas. Jika tangki BBM saya bermasalah, mengapa masih digunakan oleh Pertamina? Mengapa saya dikorbankan?

Saya juga difitnah bermain golf di Thailand dengan uang korupsi Rp 170 miliar. Padahal, saya tidak pernah bermain golf. Ini adalah pembunuhan karakter.

Saya masih dituduh merugikan negara Rp 285 triliun, padahal di dalam dakwaan saya dituduh merugikan negara atas penyewaan OTM senilai Rp 2,4 triliun dan ini adalah total nilai kontrak sewa nilai selama 10 tahun.

Selama 10 tahun periode kontrak ini, tangki BBM OTM dipakai secara maksimal dan memberikan manfaat kepada negara. Bagaimana bisa saya didakwa merugikan negara senilai kontrak sewa sedangkan tangki BBM saya dipakai dengan maksimal oleh Pertamina, bukan sebuah kontrak fiktif melainkan kontrak sah. Menurut berbagai dokumen resmi, yaitu BPKP dan KPK, sama sekali tidak ditemukan pelanggaran dalam kerja sama ini yang melanggar hukum.

Bahkan saksi Karen Agustiawan mantan dirut Pertamina menyatakan tidak tahu OTM dimiliki siapa. Saksi Hanung juga membantah pernah ditekan oleh ayah saya. Tapi framing tetap berjalan, opini tetap digoreng. Terminal merak yang saya sewakan kepada Pertamina terbukti meningkatkan kapasitas stok BBM nasional, menekan biaya impor, menambah efisiensi distribusi. Ini manfaatnya nyata, bukan korupsi.

Semoga apa yang saya tulis dalam surat ini, terdengar oleh pemimpin negara kita. Saya tidak minta perlakuan istimewa atau pembebasan tanpa proses. Saya hanya memohon proses hukum yang adil, yang tidak didikte oleh fitnah, opini, atau kepentingan tersembunyi. Biarkan keadilan berdiri di atas fakta, bukan gosip. Izinkan saya dan keluarga mendapatkan kembali hak kami sebagai warga negara yang dilindungi hukum.

Perjuangan ini demi martabat keluarga, dan tegaknya kebenaran. Saya memohon kepada teman-teman media untuk mengawal kasus saya secara obyektif. Jika bersalah, says siap dihukum, tapi jika kebenaran berkata lain, tolong jangan biarkan saya dikriminalisasi.

Baca berita lengkapnya di sini.

(tfq/dal)


KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK