Pemerintah Telusuri soal Gelondongan Kayu di Banjir Sumatra

CNN Indonesia
Rabu, 03 Des 2025 15:22 WIB
Pemerintah RI mengaku telah turun tangan menelusuri asal gelondongan kayu yang terseret arus banjir di Sumatra. (ANTARA FOTO/Yudi Manar)
Jakarta, CNN Indonesia --

Pemerintah RI mengaku telah turun tangan menelusuri asal gelondongan kayu yang terseret arus banjir.

Belakangan isu deforestasi atau pembalakan liar mencuat diduga jadi penyebab banjir bandang di sejumlah wilayah di Pulau Sumatra.

"Saat ini satgas penertiban kawasan hutan sudah turun tangan, menelusuri dugaan gelondongan kayu yang banyak terbawa arus banjir," kata Menko PMK Pratikno, Jakarta, Rabu (3/12).

Pratikno mengatakan pemerintah terus menelusuri pihak yang diduga melakukan pelanggaran lewat analisis Citra Satelit.

Rekam Citra Satelit 2016 hingga 2025 yang menunjukkan masifnya pembukaan lahan di Sumatra Utara. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumut mencatat dalam 10 tahun terakhir, 2 ribu hektare hutan di Sumut rusak.

KLH ikut usut kasus gelondongan kayu

Menteri Lingkungan Hidup (LH) Hanif Faisol Nurofiq mengatakan pihaknya tak akan segan untuk menyeret kasus temuan gelondongan kayu dalam banjir di Sumatra dan Aceh ke ranah pidana.

Menurut Hanif, pihaknya akan melakukan pendekatan pidana dalam temuan tersebut, apalagi jumlah korban dalam kasus itu tidak sedikit.

"Karena ini sudah menimbulkan korban jiwa, maka pendekatan pidananya akan muncul," kata Hanif usai rapat dengan Komisi XII DPR, Rabu (3/12).

Dia menjelaskan, ada tiga sanksi yang bisa diterapkan dalam kasus tersebut. Selain opsi pidana, KLH kata dia juga tak akan segan menjatuhkan sanksi administrasi kepada pemerintah daerah yang melanggar izin penerbitan pemanfaatan hutan.

"Jadi tidak lupa, kami tidak akan ragu-ragu memberikan sanksi ke pemerintah daerah bila mana berdasarkan kajian scientific, dia kebijakannya memperburuk kondisi landscape," katanya.

Selain itu, ada pula sanksi sengketa lingkungan hidup kepada pihak yang terbukti memperparah kondisi banjir. Menurut Hanif, ada asas polluter pays dalam UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

"Demikian itu kan harus ada yang memulihkan. Undang-Undang 32 [2009] menganut asas polluter pays, jadi semua pencemar wajib membayar. Ini pasti kami tempuh," katanya.

Selain mengancam tiga bentuk sanksi, Hanif mengatakan KLH juga telah melakukan evaluasi terhadap penerbitan izin pemanfaatan lingkungan. Dia bilang, KLH saat ini telah mencabut sementara semua penerbitan izin tersebut untuk dikaji ulang.

"Jadi mulai hari ini kami menarik semua dokumen persetujuan lingkungan, terutama di DAS itu untuk kemudian kita melakukan review. Kalau memang tidak bisa diteruskan, ya itu harus berubah kegiatan dan seterusnya," katanya. 

Sebelumnya, Hanif menyebut ada delapan perusahaan yang diduga berkontribusi memperparah banjir di Sumut.

Ia mengatakan delapan perusahaan itu terdiri atas perusahaan tanaman industri, tambang emas hingga perusahaan sawit. Hanif mengatakan mereka beraktivitas di sekitar daerah aliran sungai (DAS) Batang Toru, Tapanuli Selatan.

Hanif mengatakan temuan ini juga terkonfirmasi dari hasil analisa citra satelit. Deputi Penegakan Hukum Kementerian LH pun telah melayangkan panggilan kepada delapan perusahaan tersebut.

Ia menjelaskan panggilan itu untuk meminta penjelasan dari delapan perusahaan terkait asal-usul kayu-kayu yang hanyut saat hujan deras di Sumut.

"Kami minta mereka menjelaskan semua persoalannya termasuk menghadirkan citra satelit resolusi sangat tinggi pada saat kejadian supaya bisa membuktikan ini kayu itu dari mana asalnya sehingga citra satelit itu harus dibawa ke kita untuk kita rumuskan," ucap dia.

(mnf/isn)


KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK