Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) membuka opsi penerapan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) lewat Tap MPR dan undang-undang, selain amendemen UUD 1945.
Wakil Ketua MPR, Eddy Soeparno mengatakan pihaknya masih melakukan kajian terkait sejumlah opsi tersebut. Meski hingga saat ini, opsi amendemen menjadi yang paling kuat.
"PPHN itu ditetapkan berdasarkan amendemen UUD, atau kah melalui Tap MPR," kata Eddy di kompleks parlemen, Selasa (9/12).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau Tap MPR harus diubah UU Sapu Jagat juga. Ataukah melalui produk hukum lainnya, undang-undang misalnya. Itu alternatif-alternatif yang sudah kita lakukan melalui pengkajiannya," imbuhnya.
Eddy menyebut semua itu masih harus dikonsultasikan dengan berbagai pihak, termasuk dengan Presiden. Dia bilang pihaknya tengah meminta waktu dengan Presiden untuk membicarakan hal itu.
"Nah ini yang memang sekarang ini kita sedang rancang waktunya agar bisa akan ada pertemuan antara pimpinan MPR dengan Bapak Presiden untuk apa, menunggu arahan berikutnya," katanya.
Eddy menjelaskan PPHN nantinya akan mengatur arah pembangunan ke depan agar memiliki keberlanjutan. Mulai dari pembangunan manusia, produk hukum, hingga ekonomi.
"Ini salah satu yang menjadi pertimbangan-pertimbangan yang harus kita kemudian, bahas secara mendalam dan merupakan salah satu pertimbangan kenapa PPHN itu kemudian diajukan," katanya.
Ketua Fraksi PKS di MPR, Tifatul Sembiring mengatakan posisi PPHN saat ini sudah final dan berada di tangan pimpinan. Menurut dia, untuk disahkan, pimpinan akan membentuk tim ad hoc untuk membawanya ke sidang umum MPR.
"Nah, pimpinan itu kalau menindaklanjuti harus dibentuk panitia ad hoc, gitu. Panitia ad hoc itu nanti merumuskan dan dibawa ke sidang umum MPR," kata Tifatul saat dihubungi, Minggu (7/12).
"Jadi dari kami badan pengkajian sudah selesai, sudah final," imbuhnya.
Selain PPHN, Tifatul menyebut Badan Pengkajian MPR juga tengah mengulas seluruh Pasal UUD 1945. Untuk itu, terang dia, MPR telah membentuk lima kelompok yang masing-masing bertugas untuk mengkaji substansi Pasal-Pasal UUD.
Beberapa di antaranya seperti Pasal 6 dan Pasal 7 yang mengatur soal Presiden dan pemilu. Dia bilang Badan Pengkajian juga tengah membahas soal pasal pemakzulan wapres. Sebab selama ini, UUD hanya mengatur soal pemakzulan terhadap presiden.
"Apakah wapres itu bisa di-impeach, contohnya kayak gitu sendirian, apa syarat-syaratnya kan lagi ramai ini. Isu-isu, wah gimana nih di-impeach aja misalnya kayak gini," katanya.
"Jadi, banyak pasal-pasal yang perlu kita perbaiki gitu. Nah, apakah PPHN ini mau dimasukin di situ sekalian? Bisa jadi gitu," imbuh Tifatul.
(thr/isn)