Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi CNNIndonesia.com
Jakarta, CNN Indonesia -- Beberapa bulan terakhir, kelangsungan persaingan Real Madrid dan Barcelona menjadi tanda tanya besar di mata para pecinta sepak bola. Terlebih referendum kemerdekaan Katalonia akan dilangsungkan pada 9 November mendatang.
Meski secara resmi referendum sudah dibatalkan pengadilan institusional Spanyol, Presiden Katalonia Artur Mas tetap akan menjalankan rencana tersebut. Ia mengatakan, rencana itu sekadar "konsultasi publik" dan akan tetap dilangsungkan sesuai jadwal yang ditentukan.
Rencana penyelenggaraan referendum ini sendiri mendapatkan tantangan keras dari pihak konservatif Spanyol. Perdana Menteri Spanyol Mariano Rajoy berulang kali mengatakan tindakan tersebut sebagai aksi ilegal.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi Spanyol mengabulkan gugatan Pemerintah Federal Spanyol yang menilai referendum tersebut melanggar konstitusi.
"Cukup mudah, referendum ini tidak resmi sehingga tidak akan diselenggarakan. Selain itu, referendum menentang sejarah dan melukai perasaan kita, melawan sebagian besar keinginan rakyat Spanyol, merusak masa lalu dan masa depan warga Katalonia dan wilayah Spanyol lainnya," ujar Rajoy.
La Liga Tanpa BarcelonaTerlepas jajak pendapat tersebut, pertanyaan tentang masa depan Katalonia sedikit banyak akan mempengaruhi kiprah Barcelona di La Liga Spanyol.
Jika Katalonia akhirnya melepaskan diri dari Spanyol, kiprah juara 22 kali La Liga itu dipastikan akan berakhir. "Jika Katalonia merdeka, dan berkaca pada hukum olahraga Spanyol, Barcelona tidak akan diizinkan bermain (di La Liga)," ujar kepala Asosiasi Sepak Bola Spanyol (LFP) Javier Tebas.
Tidak diizinkannya Barcelona, akan berarti Spanyol juga kehilangan salah satu klub raksasa dan nantinya berpengaruh pada tingkat persaingan di La Liga. Tak ayal, Real Madrid yang telah mengoleksi 32 gelar La Liga akan melonjak raihan trofinya dan mendominasi Spanyol.
Setidaknya 13 kali Madrid menjadi peringkat kedua di bawah Barcelona. Alhasil, secara hitungan sederhana, raihan trofi Madrid akan melonjak hingga 45 trofi, jauh meninggalkan tim-tim La Liga lainnya.
Dan jika saja Barcelona tidak pernah terlibat, pamor La Liga pun mungkin tidak sebesar sekarang. Di era modern, berdasarkan data Deloitte, kedua klub ini total menghasilkan pendapatan lebih dari $1 miliar per tahunnya.
Selain itu duel klasik antara Madrid dan Barcelona selalu ditunggu pecinta sepak bola. Jika rivalitas ini menghilang, terbayang berapa banyak kerugian yang akan dialami La Liga dan juga para pecinta sepak bola.
Bahkan Madrid mungkin tidak akan jadi sekuat sekarang jika tidak ada "andil" rivalnya tersebut. Lantaran bersaing dengan Barcelona, Madrid rela menggelontorkan banyak uang untuk mendatangkan pemain bintang dari berbagai belahan dunia.
Sebut saja Zinedine Zidane, Luis Figo, Cristiano Ronaldo, James Rodriguez, Gareth Bale, hingga David Beckham atau Arjen Robben yang didatangkan dengan harga tidak murah. Bisa jadi, tidak ada tim lain yang dapat melakukan itu terhadap Madrid.
Atletico Madrid mungkin menjadi kandidat terkuat. Namun jika bicara statistik, Atletico praktis selalu berada di bawah bayang-bayang Madrid sebelum kedatangan Diego Siemeone.
Pemisahan Katalonia juga membuat Barcelona kehilangan tempat berlabuh. Jika pun Katalonia membentuk liga baru, selain Spanyol tidak akan ada klub lain yang dapat menyaingi superioritas Barcelona.
Bergabung dengan liga lain, mungkin menjadi opsi klub yang telah berdiri sejak 1899 tersebut. Seperti yang dilakukan AS Monaco, klub asal Monaco yang bermain di Liga Perancis.
Namun dengan torehan 119 piala di berbagai kompetisi, kehilangan sebuah klub dengan status seperti Barcelona, tentu akan sangat "menyakitkan" sepak bola Spanyol. Mengingat Spanyol masih berusaha bangkit setelah hasil memalukan di Piala Dunia 2014 lalu.
El Clasico di Ujung Senja Slogan "lebih dari sekedar klub" (
mes que un club) milik Barcelona memang melambangkan perlawanan kebudayaan masyarakat Katalania atas penindasan Spanyol. Mantan Presiden Barcelona periode 2003-2010 Joan Laporta mejadi salah satu tokoh pendorong klub ini sebagai garda luar kaum nasionalis Katalonia.
Para pemain Barcelona seperti Xavi Hernandez dan Gerard Pique juga turut mendukung dilaksanakannya referendum. "Kami berhak memilih. Kami perlu memlih. Masyarakat perlu menunjukkan opini mereka, dan saya tentunya mendukung referendum," ujar Xavi dalam sebuah konferensi pers.
Namun terlepas dari bayang-bayang referendum, para pecinta sepak bola masih bisa menikmati duel
El Clasico yang akan terselenggara dua hari mendatang. Tak ada yang tahu jika 25 Oktober 2014 mungkin akan menjadi akhir persaingan klasik dua raksasa Spanyol itu, atau babak baru persaingan Madrid dan Barcelona. Hanya waktu yang dapat menjawabnya.