Doha, CNN Indonesia -- Usaha tuan rumah Piala Dunia 2022, Qatar, untuk mencegah eksploitasi dan menjamin kesejahteraan buruh imigran masih dianggap gagal.
Hal itu diungkapkan Amnesti Internasional, Rabu (13/11). Sebelumnya Qatar sempat mengimplementasikan reformasi untuk memperbaiki kondisi kehidupan buruh imigran yang membangun sarana dan pra-sarana penyelenggaraan Piala Dunia 2022.
Namun, grup pembela hak asasi manusia, Amnesti Internasional, mengatakan, usaha pemerintah Qatar masih belum maksimal.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sudah empat tahun berlalu sejak Qatar terpilih jadi tuan rumah Piala Dunia, namun respon pemerintah sejauh ini tidak lebih dari sekedar janji," ujar Kepala Hak Pengungsi dan Imigran Amnesti, Sherif Elsayed-Ali, seperti dilansir Reuters.
"Aksi cepat lebih dibutuhkan untuk memastikan kita tidak menyaksikan ajang Piala Dunia yang diselenggarakan dari pemaksaan dan eksploitasi para buruh," sambungnya.
Menurut Elsayed-Ali, pemerintah Qatar hanya terus-menerus membuat janji. Sedangkan beberapa isu penting, seperti memberikan izin keluar bagi para buruh imigran, belum diimplementasikan secara nyata.
Qatar sendiri telah menyewa sebuah lembaga hukum internasional, DLA Piper, untuk menginvestigasi tuduhan tindakan eksploitasi terhadap buruh imigran, yang banyak diberitakan di berbagai media.
Berdasarkan laporan dari
Guardian, pemerintah Qatar mengatakan, mereka berkomitmen mengatasi eksploitasi buruh imigran dengan menggunakan sistem transfer elektronik.
Hal itu dilakukan untuk memastikan pembayaran gaji para buruh imigran tepat waktu. Pemerintah Qatar juga akan menjatuhkan denda yang besar jika ada pihak yang menahan paspor para buruh imigran.
Ada 12 stadion yang sedang dibangun atau direnovasi untuk menyelenggarakan Piala Dunia 2022 di Qatar. Sedangkan buruh imigran yang bekerja di Qatar saat ini mencapai 1,4 juta jiwa.