SEPAK BOLA INDONESIA

Keruwetan Sepak Bola Indonesia di Ujung Tahun

CNN Indonesia
Rabu, 10 Des 2014 16:50 WIB
Belum kelar kasus sepak bola gajah, gugatan transparansi PSSI oleh suporter, dan tunggakan gaji pemain, kini muncul sanksi FIFA terhadap tiga klub Indonesia.
Sepak bola gajah antara PSS Sleman melawan PSIS Semarang membuka keruwetan sepak bola Indonesia di ujung tahun. (ANTARA/R. Rekotomo)
Jakarta, CNN Indonesia -- Masalah sepertinya tidak bisa jauh dari sepak bola Indonesia. Belum kelar kasus sepak bola gajah, gugatan transparansi PSSI oleh suporter, dan tunggakan gaji pemain, kini muncul sanksi FIFA terhadap tiga klub Indonesia.

Dalam beberapa bulan terakhir, sepak bola Indonesia terus mendapatkan masalah. Dimulai dari kasus sepak bola gajah di kompetisi Divisi Utama antara PSS Sleman melawan PSIS Semarang.

Indonesia dikejutkan dengan tindakan para pemain PSS dan PSIS yang justru membobol gawang sendiri pada pertandingan babak 8 Besar Divisi Utama.

Insiden itu membawa ingatan kita ke ajang Piala Tiger 1998, ketika Mursyid Effendi melakukan gol bunuh diri saat melawan Thailand.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Komisi Disiplin PSSI kemudian berusaha menunjukkan taringnya dengan memberi hukuman berat sejumlah pemain dan ofisial kedua klub. Namun, belakangan Komdis PSSI yang dipimpin Hinca Panjaitan membuat keputusan mengejutkan.

Komdis tidak menghukum manajer PSS, Supardjiono, karena dianggap tidak berada di lapangan saat pertandingan berlangsung.

Gugatan suporter

Seiring dengan berjalannya kasus sepak bola gajah, sebuah kelompok suporter yang bernama Forum Diskusi Sepakbola Indonesia (FDSI) berjuang di Komisi Informasi Pusat (KIP) menuntut tranparansi laporan keuangan PSSI.

Dua bulan berlalu, FDSI pun berhasil memenangi gugatan. KIP memutuskan PSSI sebagai badan publik non-pemerintah yang wajib mengungkapkan laporan keuangan ke publik.

PSSI tidak tinggal diam. Otoritas sepak bola tertinggi Indonesia itu menyampaikan keberatan. Mereka mengklaim tidak wajib mengungkapkan laporan keuangan ke publik, terutama jika dana yang mereka dapat secara swadaya.

PSSI beranggapan mereka hanya wajib membeberkan laporan keuangan kepada anggota melalui kongres. Direktur Legal PSSI, Aristo Pangaribuan, mengatakan, pihaknya harus bertindak sesuai statuta.

Keputusan PSSI yang kukuh enggan mengungkapkan laporan keuangan ke publik tentunya akan membuat citra PSSI semakin buruk di mata masyarakat. Sikap PSSI seolah-olah ada yang mereka sembunyikan. Namun, PSSI mendapat pembelaan dari sejumlah anggotanya.

Ketua Asosiasi Provinsi Kalimantan Timur, Yunus Nusi, mengatakan, tidak banyak yang suporter bisa lakukan selama PSSI tidak mengubah statuta mengenai pendapatan (Pasal 72).

Tunggakan gaji

Dunia sepak bola nasional pekan ini juga dikejutkan dengan rilis Asosiasi Pemain Profesional Indonesia, yang menyebutkan masih ada delapan klub Liga Super Indonesia yang menunggak gaji pemain musim lalu.

Dua klub paling banyak tunggakan adalah Persija Jakarta dan Mitra Kukar. Ironisnya, Persija justru terus mendatangkan pemain kelas A yang dikenal memiliki gaji selangit dalam dua pekan terakhir.

Sebut saja Greg Nwokolo, yang dikabarkan memiliki gaji Rp1,7 miliar per satu musim. Selain itu ada dua legiun asing, Martin Vunk dan Yevgeniy Kabayev, yang rumornya dikontrak hingga lebih dari Rp8 miliar.

PSSI pun terkesan hanya geretak sambal dalam mengatasi salah satu permasalahan akut di sepak bola Indonesia ini. Membiarkan klub untuk menyelesaikan tunggakan gaji di menit-menit akhir jelang musim kompetisi baru bukan solusi yang tepat.

Lihatlah Persijap Jepara, Persiba Bantul, dan Persita Tangerang musim lalu. Klub-klub tersebut terlihat tidak bersemangat menjalani kompetisi dan justru menurunkan level kompetisi.

Klub-klub Indonesia harus belajar mengontrol kondisi keuangan. Tidak masuk akal jika klub seperti Persija yang saat ini masih menunggak gaji, justru gila-gilaan dalam membeli pemain.

Verifikasi yang dilakukan PSSI dan PT Liga Indonesia sebelum kompetisi berlangsung pun terkesan sia-sia.

Sanksi FIFA

Belum reda rentetan masalah di atas, hari ini muncul keputusan FIFA yang menghukum tiga klub Indonesia, PSIS Semarang, Persebaya Surabaya, dan Persires Bali Devata, karena dianggap membocorkan informasi Transfer Matching Systemm (TMS) FIFA ke publik melalui Twitter.

Kasus ini menjadi contoh lemahnya edukasi PSSI terhadap anggotanya. Sialnya, PSIS, Persebaya, dan Persires, yang harus membayar mahal ketidaktahuan mereka.

Seperti dikutip dari situs resmi FIFA, Persebaya dan Persires masing-masing didenda 25 ribu franc Swiss atau setara Rp318 juta karena mengunggah data rahasia TMS di akun resmi Twitter klub.

Sedangkan PSIS dijatuhi sanksi denda sebesar 15 ribu franc Swiss atau Rp191 juta karena mengunggah ulang cuitan tersebut dan juga mengunggah surat rahasia yang dikirimkan oleh FIFA TMS.

Rentetan masalah itu menunjukkan betapa karut marut kondisi sepak bola Indonesia. Maka tidak heran jika Timnas Indonesia gagal bersaing di Piala AFF 2014. Prestasi Timnas merupakan puncak dari keberhasilan sebuah pengelolaan asosiasi sepak bola.

Tidak heran jika prestasi Timnas kita hancur, karena sejalan dengan karut marutnya kondisi sepak bola dalam negeri.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER