Madrid, CNN Indonesia --
Jaringan suporter sepakbola Eropa (FSE) mengkritisi kebijakan Spanyol yang akan menghilangkan segala jenis tindak kekerasan di stadion dengan menyingkirkan kelompok pendukung berjuluk ultras, Selasa (9/12).
FSE yang memiliki anggota di 42 negara ini menganggap kebijakan baru Spanyol tersebut akan berdampak pada suporter yang tidak melakukan kekerasan.
"Kebijakan ini mengancam mayoritas suporter muda yang tergabung dengan grup-grup tersebut tetapi tidak pernah bersikap kasar atau melakukan tindakan rasialisme sebelumnya." Demikian tertulis dlaman resmi FSE.
FSE juga menganggap kebijakan tersebut tak lebih sebagai jalan pintas untuk meredakan tekanan publik dan "memanjakan" media.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pengaturan ini tidak akan memiliki dampak panjang untuk mengurangi kekerasan dan masalah seperti rasialisme dan diskriminasi dalam sepak bola Spanyol."
Aksi pemerintah Spanyol, klub-klub La Liga, hingga otoritas sepak bola Spanyol ini merupakan tindak lanjut terbunuhnya seorang suporter Deportivo La Coruna pada 30 November lalu.
Suporter tersebut tewas dalam kericuhan yang terjadi di sekitar Stadion Vicente Calderon, sebelum laga Atletico Madrid menghadapi La Coruna.
Atas kejadian tersebut, koordinator keamanan Atletico dan Deportivo dipecat karena dianggap gagal mengatasi keadaan dan memanggil polisi saat kericuhan berlangsung pada kericuhan di Madrid akhir bulan silam tersebut.
"Informasi dari pihak klub sangat vital, agar pasukan keamanan dapat melakukan pekerjaan mereka," ucap Sekertaris Negara Francisco Martinez kepada parlemen.
Pihak Liga Profesional Spanyol (LFP) juga akan melaporkan lima klub yang suporternya menampilkan slogan ofensif di pertandingan sepanjang minggu. Kelima klub tersebut adalah Real Madrid, Barcelona, Deportivo, Rayo Vallecano, dan Granada.
Klub-klub itu akan menerima hukuman yang ditetapkan Komite Federasi Kompetisi Spanyol.