Bowie Haryanto
Bowie Haryanto
OPINI

FIFA Punya Presiden Ali, PSSI Punya Siapa?

Bowie Haryanto | CNN Indonesia
Kamis, 22 Jan 2015 16:09 WIB
Sebelas nama telah diumumkan oleh Komite Pemilihan untuk menjadi kandidat ketua umum PSSI. Siapa yang akan menjadi Pangeran Ali untuk PSSI?
Ketua umum PSSI akan dipilih pada Kongres 18 April 2015 nanti, siapa yang akan menjadi Pangeran Ali untuk PSSI? (Foto adalah ilustrasi penulis)
Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi CNNIndonesia.com
Jakarta, CNN Indonesia -- Haryanto Tri Wibowo adalah wartawan di CNN Indonesia. Tulisan opini ini sepenuhnya tanggung jawab penulis.

Waktu pendaftaran calon ketua dan anggota Komite Eksekutif PSSI Periode 2015-2019 telah ditutup malam tadi, Kamis (21/1) pukul 00.00 WIB.

Komite Pemilihan pun telah mengumumkan bahwa ada sebelas nama yang didaftarkan sebagai calon ketua umum kepada Komite Pemilihan Kongres Luar Biasa (KLB) PSSI yang akan berlangsung di Surabaya, 18 April 2015 mendatang.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dari sebelas nama tersebut, beberapa pernah memegang jabatan di PSSI sebelumnya yaitu ketua umum PSSI saat ini, Djohar Arifin Husin, wakil Djohar saat ini yang juga ketua Badan Tim Nasional (BTN), La Nyalla Mattalitti, serta Sekertaris Jendral PSSI sekaligus CEO PT Liga, Djoko Driyono.

Ada juga nama Toni Aprilani yang menjadi anggota Komite Eksekutif PSSI.

Kondisi tersebut membuat pemilihan ketua umum PSSI dipastikan tidak sepanas pemilihan presiden FIFA yang akan berlangsung di Zurich, Swiss, 29 Mei 2015 karena tak ada kejutan baru dalam nama-nama yang diumumkan.

FIFA saat ini memiliki Pangeran Yordania, Ali bin Al Hussein, yang mengagetkan dunia karena berusaha menggagalkan Sepp Blatter kembali menjadi presiden FIFA, jabatan yang sudah dikuasainya sejak 1998.

Pangeran Ali dikenal sebagai sosok yang kritis. Pria yang saat ini menjabat wakil presiden FIFA itu tidak segan-segan menentang keputusan Blatter.

Selain menghapus kebijakan larangan penggunaan jilbab di sepak bola wanita yang dibuat saat rezim Blatter, Pangeran Ali juga menjadi salah satu tokoh yang mendesak FIFA untuk mempublikasikan laporan dugaan korupsi penunjukan tuan rumah Piala Dunia 2018 dan 2022 yang disusun Michael Garcia.

Calon lainnya adalah mantan pejabat FIFA, Jerome Champange. Pria asal Perancis itu juga dikenal keras terhadap kebijakan Blatter sejak meninggalkan FIFA pada 2010.

Tidak Murah

Untuk bisa maju menjadi orang nomor satu di induk organisasi sepak bola Indonesia, calon harus diusulkan oleh anggota PSSI.

Sesuai dengan hasil Kongres Tahunan PSSI 2015 di Hotel Borobudur, Jakarta, 4 Januari lalu, total anggota PSSI yang punya hak mengusulkan calon sebanyak 782 anggota.

Sejumlah nama sebenarnya sempat masuk bursa calon ketua umum PSSI. Mereka adalah Bupati Kabupaten Kutai Timur Isran Noor, mantan Menpora Hayono Isman, walikota Solo FX Rudi Hadyatmo, hingga wakil ketua MPR, Oesman Sapta Odang.

Namun, dari nama-nama itu, tak ada satu pun yang akhirnya menjadi kandidat, meski Isran Noor sempat berkata bahwa ia bersedia untuk dicalonkan.

Mengurus sepak bola tidaklah murah. Lihat saja rencana pengeluaran PSSI tahun 2015. Mereka membutuhkan dana setidaknya Rp118 miliar untuk menjalani roda organisasi sepanjang tahun ini.

Jika tidak dipimpin seorang ketua umum yang memiliki kekuatan finansial yang stabil, atau setidaknya koneksi yang kuat di dunia bisnis untuk menarik sponsor, maka sulit bagi PSSI untuk menjalani roda organisasi.

Terlebih PSSI selama ini mengklaim selalu mengandalkan dana swadaya, dan tidak pernah bergantung pada dana pemerintah.

Tidak Mudah

Selain tidak murah, mengurus sepak bola tidaklah mudah. Tidak bisa dipungkiri, kepengurusan PSSI saat ini masih banyak kekurangan. Kondisi itu membuat sejumlah suporter mengungkapkan ketidakpuasan mereka, terutama melalui media sosial.

Sebut saja Forum Diskusi Suporter Indonesia (FDSI) yang menggugat PSSI hingga ke Komisi Informasi Pusat (KIP) agar organisasi yang berdiri sejak 19 April 1930 itu lebih transparan ke publik.

Prestasi Timnas Indonesia, yang merupakan puncak dari keberhasilan sebuah pengelolaan asosiasi sepak bola, juga tidak kunjung membaik.

Masih banyak permasalahan di sepak bola Indonesia. Namun, sekali lagi, mengurus sepak bola tidaklah mudah. Sebagai contoh ketika awal era Djohar Arifin memimpin PSSI.

Ketika itu banyak pihak menganggap PSSI akan berjalan ke arah yang benar setelah rezim Nurdin Halid. Saking percaya dirinya, duet kepemimpinan Djohar dan Farid Rahman ketika itu menyingkirkan orang-orang yang berpengalaman di PSSI.

Efek negatif dari keputusan itu berimbas ke kompetisi dalam negeri. PT Liga Prima Indonesia Sportindo (LPIS) yang dipercaya mengelola kompetisi Indonesia Premier  League (IPL), gagal melakukan tugasnya dengan benar.

Banyak jadwal pertandingan yang dianggap menyengsarakan klub-klub. Bahkan ada klub yang harus bermain empat kali dalam kurun waktu sembilan hari. Hal itu dikarenakan LPIS tidak dihuni oleh orang-orang yang terbiasa berkecimpung di kompetisi sepak bola.

Mereka lupa bahwa pengalaman sangat dibutuhkan untuk mengelola sepak bola. Tidak hanya dibutuhkan waktu satu atau dua tahun untuk bisa mengelola sepak bola dengan baik. Bahkan seorang kepala keamanan PSSI harus memiliki lisensi dari FIFA untuk mengamankan pertandingan internasional.

Pergantian pucuk kepemimpinan di PSSI merupakan sesuatu hal yang tidak bisa dihindari. Namun, jika orang-orang berpengalaman di bawahnya juga diberangus, maka hampir pasti akan karut marut organisasi tersebut.

Jadi siapa yang berani mencalonkan diri menjadi ketua umum PSSI?
LEBIH BANYAK DARI KOLUMNIS
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER