Romario Pahlawan Brasil yang Sempat Diasingkan

Martinus Adinata | CNN Indonesia
Kamis, 29 Jan 2015 19:50 WIB
Romario diasingkan dari timnas Brasil oleh pelatih Carlos Alberto Parreira pada 1992. Namun, kehebatan Romario terlalu sayang untuk disia-siakan.
Romario menjadi pahlawan timnas Brasil di Piala Dunia 1994 meski sempat diasingkan dari tim. (Simon Bruty/ALLSPORT)
Jakarta, CNN Indonesia -- Setelah berhasil meraih tiga gelar Liga Belanda (Eredivisie) bersama PSV Eindhoven pada 1989, 1991, dan 1992, legenda sepak bola Brasil, Romario, menjelma menjadi salah satu penyerang paling berbahaya di Eropa.

Selama lima tahun di Belanda, Romario mencetak 165 gol dari 167 pertandingan bersama PSV.

"Jika Romario melihat saya sedikit gugup jelang pertandingan, dia akan datang dan berkata 'Tenang saja, saya akan mencetak gol dan kita akan menang,'" ujar pelatih PSV saat itu, Guus Hiddink.

Hiddink mengaku, Romario hampir selalu membuktikan ucapannya. "Delapan dari sepuluh kali ia mengatakan itu, dia benar-benar mencetak gol dan kami menang," ucap Hiddink.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dengan catatan tesebut, tidak mengherankan publik Brasil berharap banyak pada pemain kelahiran 29 Januari 1966 tersebut untuk membawa tim Samba berjaya di Piala Dunia 1994 Amerika Serikat.

Pada saat itu, timnas Brasil telah paceklik gelar Piala Dunia selam 24 tahun. Oleh karena itu bersama Carlos Dunga hingga Bebeto, Romario diharapkan bisa bersinar bersama seragam kuning Brasil.

Diasingkan Tim Samba

Namun harapan publik Brasil bertabrakan dengan keputusan pelatih Tim Samba, Carlos Alberto Parreira. "Tidak, saya tidak akan memanggil Romario," ujar Parreira saat itu.

Romario telah diasingkan dari timnas sejak 1992, karena pernyataannya di publik, setelah ia dibangkucadangkan Parreira. Ketika itu Brasil menghadapi Jerman pada 16 Desember 1992 di Porto Alegre.

Saat itu Romario sempat mengatakan, jika tahu akan dibangkucadangkan, ia tidak akan repot-repot terbang dari Belanda. Pernyataan itu membuat Parreira mengasingkan penyerang yang mengklaim telah mencetak 1.000 gol.

Akan tetapi, rentetan hasil buruk, tekanan dari publik Brasil, hingga kekalahan pertama Brasil dari Bolivia di ajang kualifikasi Piala Dunia, akhirnya membuat Parreira menelan ludahnya sendiri.

Membutuhkan kemenangan saat pertandingan terakhir melawan Uruguay, Parreira akhirnya kembali menyertakan Romario dalam timnas Brasil dan mengembalikan seragam bernomor punggung 11 kebanggaannya.

"Saya sudah tahu apa yang akan terjadi. Saya akan menghancurkan Uruguay," ujar Romario sebelum ia turun ke lapangan dan mencetak dua gol untuk mengantarkan Brasil ke putaran final Piala Dunia 1994.

Menuju Puncak

Piala Dunia 1994 sebenarnya dapat dirangkum dalam dua kejadian besar. Dimulai dari kontroversi penggunaan obat-obatan terlarang oleh legenda Argentina, Diego Maradona, hingga gol bunuh diri yang dilakukan Andres Escobar, yang akhirnya benar-benar merenggut nyawanya.

Namun, meski tercoreng oleh dua insiden tersebut, pada 1994 dunia juga menyaksikan drama di laga final Piala Dunia yang mempertemukan Brasil dan Italia.

Partai final tersebut merupakan duel antara Romario dan Roberto Baggio, yang sama-sama menjadi tumpuan harapan jutaan masyarakat negara mereka masing-masing.

Hasilnya? Pemenang harus ditentukan dalam drama adu penalti. Romario berhasil menunaikan tugasnya, Baggio tidak.

Gli Azzurri tertunduk lesu, publik Italia menangis, Brasil berpesta, dan Romario berada di puncak dunia.

Dengan lima golnya, Romario merupakan pemain terbaik pada Piala Dunia 1994, sekaligus menjadi pemain terakhir yang berhasil meraih gelar pemain terbaik turnamen dan juga gelar juara dunia. (har/har)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER